Daerah

BJ Habibie dan Sekolah Unggulan di Pesantren Darul Ulum Jombang

Kam, 12 September 2019 | 13:30 WIB

BJ Habibie dan Sekolah Unggulan di Pesantren Darul Ulum Jombang

SMA DU 2 Peterongan Jombang. (Foto: Kemendikbud)

Jombang, NU Online

Sosok almarhum BJ Habibie memang memiliki visi yang jauh ke depan. Hal tersebut juga ditangkap oleh almarhum KH As’ad Umar dengan mendirikan sekolah yang hingga kini menjadi kebanggaan di Pondok Pesantren Darul Ulum (PPDU), Peterongan, Jombang, Jawa Timur.

 

“Saya sama sekali tidak bermaksud menyandingkan antara sosok BJ Habibie dengan almarhum ayah saya, KH As’ad Umar,” kata KH Zaimuddin Widjaja As’ad, Kamis (12/9).Salah seorang pengasuh di PPDU ini menyebutkan bahwa ayahnya dan BJ Habibie memiliki ranah perjuangan yang berbeda.
 

 

“Namun demikian, saya melihat pada keduanya terdapat kesamaan yg menarik untuk diangkat, yaitu sama-sama visioner yakni melihat jauh ke depan sebelum orang lain memikirkannya,” ungkap Gus Zu’em, sapaan akrabnya.
 

 

Dari pertemuan lewat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), lahirlah SMA Unggulan Darul Ulum yang kemudian disebut SMA DU 2 yang pada masa itu berperan sebagai pemacu penegakan kedisiplinan santri dalam mengikuti aktivitas pembelajaran di pesantren.

 

“Sebelum SMA DU 2 dinobatkan sebagai sekolah unggulan, semangat belajar para santri dalam mengikuti pendidikan formal sangat longgar. Sekolah masuk kelas pukul 7 hingga 9 adalah pemandangan biasa dan para siswa tidak merasa bersalah,” kenangnya.

 

Gus Zu’em kemudian mengemukakan bahwa bila masa libur sekolah berakhir tanggal 10 misalnya, santri datang kembali ke pondok sepekan setelahnya atau lebih itu sudah biasa. Sudah begitu, tidak ada sanksi akademis yang dijatuhkan.

 

Pada 1993 ketika Wardiman Djojonegoro menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), mendorong berdirinya sekolah-sekolah unggulan untuk anak-anak berprestasi dengan bantuan guru Mafikib atau matematika, fisika, kimia, biologi dari Menristek BJ Habibie lewat Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atau BPPT.

 

“Saat itu ayah saya, KH As’ad Umar langsung merespons dorongan tersebut dengan memindah SMA DU 2 yang semula berlokasi di Kota Jombang ke komplek Pesantren Darul Ulum di Peterongan,” ungkap Ketua Yayasan Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) tersebut.

 

Tentu saja, keputusan itu ditanggapi beragam. “Orang-orang di Darul Ulum kaget, karena di komplek pondok sudah ada beberapa sekolah, kok yang di luar ditarik ke dalam,” katanya.
 

 

Tapi hal tersebut tidak dihiraukan. “Abah (sapaannya kepada KH As’ad Umar, red) malah mengajak rombongan untuk berkunjung ke SMA Taruna di Magelang sebagai upaya mencari rujukan atau contoh dalam tata kelola pembelajarannya,” ungkapnya.

 

Karena murid SMA Taruna yang terkenal berbakat itu, juga tinggal di asrama, sebagaimana santri yang kelak akan jadi murid SMA DU 2 Unggulan.

 

Setelah dari Magelang, KH As’ad Umar memutuskan untuk menerapkan semua proses pendisiplinan murid sebagaimana peraturan yang berlaku di SMA Taruna.
 

“Anda bisa membayangkan betapa revolusionernya keputusan itu, karena akan mengubah budaya santri yang longgar menjadi budaya tentara yang ketat dan disiplin,” urainya.

 

Dan tahun 1994 harapan sang ayah terwujud. SMA DU 2 menjadi sekolah unggulan dalam binaan Menristek lewat BPPT, sehingga pada tahun itu calon murid pertamanya harus diseleksi. Para penyeleksi adalah staf BJ Habibie yang di BPPT.

 

“Intinya, saya ingin menyampaikan bahwa Pak Habibie memiliki peran yang sangat penting dalam turut mewarnai sejarah pergulatan Pondok Pesantren Darul Ulum untuk mengarungi gelombang zaman yang mendera pesantren ini agar tetap bisa istiqamah memberi manfaat kepada anak bangsa yang terus berkembang dan tuntutannya berubah,” tandasnya.

 

Di akhir paparan, alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tersebut menyampaikan selamat jalan kepada BJ Habibie. “Allah pasti menyayangi dan surga merindukan,” pungkasnya.

 

Pewarta: Ibnu Nawawi

Editor: Aryudi AR