Daerah

Cerita Empat Saksi Sidang Pencemaran Nama Baik NU

Sab, 15 Juni 2019 | 12:30 WIB

Cerita Empat Saksi Sidang Pencemaran Nama Baik NU

Kiai Nuruddin (tengah) di PN Surabaya.

Surabaya, NU Online
Sidang lanjutan dugaan kasus pencemaran nama baik terhadap Nahdlatul Ulama atas terdakwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya menghadirkan empat orang saksi. Mereka yang didatangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah pengurus harian dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH M Nuruddin A Rahman (wakil rais), Ma'ruf Syah (wakil ketua), M Syukron (wakil sekretaris), serta Wakil Ketua Gerakan Pemuda Ansor Sidoarjo, Muhammad Nizar.

Seperti diberitakan media ini, sidang berlangsung Kamis (13/6). Sebelum memberikan keterangan, keempatnya disumpah terlebih dahulu. Kemudian masing-masing memberikan kesaksiannya di hadapan majelis hakim, Slamet Riyadi di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri Surabaya, jalan Arjuna.

Kepada NU Online, Ma’ruf Syah yang juga dosen tetap di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), memberikan keterangan pertama. 

“Pada keseksian tersebut saya melaporkan Sugi Nur ke Mapolda Jatim pada 12 September 2018 lalu, tentang dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan terdakwa,” katanya, Sabtu (15/6).

Diceritakan bahwa dirinya saat itu baru pulang dari Jombang dan mendapatkan kiriman dari grup WhatApps tentang unggahan video berdurasi 1 menit 26 detik. Isinya antara lain berbunyi: "Aku kok nggak ngerti dari dulu aku dengar orang ini cuma gada waktu ngereken siapa sih generasi muda NU itu," katanya sembari menirukan perkataan Gus Nur yang diduga mengandung pencemaran nama baik NU.

Dilanjutkan pula kata-kata terdakwa. “Ada yang bilang jual nasi goreng, siapa sih adminya generasi muda NU itu, coba, misalkan perempuan, lebih cantik mana sama istri-istriku,” jelasnya. 

Tidak berhenti sampai di situ, terdakwa juga menantang dengan kalimat: "Ayo laporkan, apa lu jual gue borong tanpa gue tawar, aku wes blenek ndelok awakmu, model-model koyok raimu iku wis mblenek aku. Kalau kamu kiai, kalau kamu ustadz ayo duet argumentasi," terangnya menirukan ucapan Gus Nur seperti yang ada dalam video.

Sedangkan saksi kedua,  KH M Nuruddin A Rahman mengatakan, dirinya mendapatkan kiriman video itu dari grup WhatsApp. “Isi dalam video itu tidak tepat dengan kultur Nahdlatul Ulama,” terang Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hikam, Bangkalan ini.

"Isinya tidak mencerminkan budaya Indonesia yang santun. Kalau ini dibiarkan bahaya negera ini. Islam itu dikatakan Islam itu keras, Islam itu radikal. Padahal kan tidak seperti itu. Masa seorang dai, generasi muda ngomong kayak gitu. Itu ada kata-kata kalau lu jual saya beli. Itu kalau orang Madura, ajek carok. Bahaya itu. Oleh sebab itu semoga dia sadar," tegas Kiai Nuruddin, sapaan akrabnya.

Saksi ketiga, Muhammad Nizar mengaku bahwa dirinya mengetahui video itu dari istrinya. "Video yang saya lihat lebih lama dari saksi pertama, durasinya 28 menit yang membicarakan tentang Menteri Agama dan di menit akhir ada kata-kata yang menghina generasi muda NU," ungkap Nizar.

Sedangkan M Syukrom juga mengaku melihat video itu terdapat kalimat yang tidak pantas dan kotor. "Sudah saatnya orang yang mendiskreditkan NU diproses secara hukum. Selama ini kita lebih banyak diam, kok malah ngelunjak," ungkapnya.

Sementara itu terdakwa Sugi Nur Raharja membenarkan semua keterangan saksi bahwa video berdurasi 1 menit 26 detik itu asli wajah dan suaranya. "Saya mengakui bahwa video yang diputar tadi video saya. Pertanyannya, kenapa saya membuat video itu? Dan tadi tidak disinggung sama sekali dalam sidang. Dan empat orang saksi tadi tidak kenal siapa dibalik akun facebook Generasi Muda NU," terang Gus Nur.

Diketahui bahwa dugaan kasus pencemaran nama baik ini terjadi sesaat setelah anggota Forum Pembela Kader Muda NU melaporkan terdakwa ke Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jatim pada Kamis (13/9/2018) hingga Polda Jatim menetapkan Gus Nur menjadi tersangka pada Kamis (22/11/2018) dan dijerat pasal 27 ayat 3 Jo pasal 45 ayat 3 Undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik atau ITE. (Moh Kholidun/Ibnu Nawawi)