Daerah

Di Hadapan Calon Dokter Unair, Kiai Ma'ruf Khozin Jelaskan Islam Sempurna

Sab, 27 Oktober 2018 | 15:45 WIB

Di Hadapan Calon Dokter Unair, Kiai Ma'ruf Khozin Jelaskan Islam Sempurna

Kiai Ma'ruf Khozin di Fakultas Kedokteran Unair.

Surabaya, NU Online
Tafsir bahwa Islam telah sempurna dimaknai beragam oleh umat Islam. Di hadapan kader aktivis dakwah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Kiai Ma’ruf Khozin memberikan penjelasan.

“Kesempurnaan agama Islam telah dijelaskan dalam pada surat al-Maidah ayat ketiga,” kata Direktur Aswaja NU Center Jawa Timur ini, Sabtu (27/10). 

Mengutip Imam Ibnu Katsir, bahwa makna dari ayat ini adalah tidak ada lagi perkara halal kecuali yang telah Allah halalkan. “Tidak ada lagi perkara haram kecuali yang Allah haramkan. Dan tidak ada agama kecuali yang telah Allah syariatkan,” kata alumnus Pondok Pesantren Ploso Kediri tersebut.

Pada pengkaderan aktivis dakwah Fakultas Kedokteran, Kampus A Unair dengan tema Islam yang sempurna tersebut Kiai Ma’ruf Khozin mengemukakan bahwa ayat ini kerap dijadikan alat oleh kelompok tertentu untuk menuduh bid'ah kepada Muslim lainnya yang tidak sepaham. 

"Jangan menambah-nambahkan baca Al-Qur'an di kubur, ziarah kubur hanya dengan doa, tidak ada bacaan Qur'an, atau Islam sudah sempurna dengan membacakan surat al-Maidah ayat 3 tersebut,” ungkapnya.

Demikian pula yang berkembang di masyarakat ada yang mengemukakan jangan baca shalawat karangan ulama. Bacalah shalawat yang dari Nabi. “Islam sudah sempurna. Jangan ditambah dan jangan dikurangi,” urainya.

Kepada para calon dokter ini, Kiai Ma’ruf Khozin mengemukakan bahwa yang dimaksud sempurna adalah ajaran Islam yang universal seperti shalat, zakat, puasa dan haji. “Tidak ada lagi yang bisa menambah shalat dari 5 waktu, menambah rakaat shalat, mengganti bulan selain Ramadhan untuk puasa dan lainnya,” katanya.

Namun ada bagian yang masuk ranah ijtihad. “Misalnya, dari zakat ada bagian zakat yang hasil ijtihad ulama. Zakat fitrah Nabi dahulu dengan kurma dan gandum, dan di sini kita mengeluarkan beras, apa ini menambah syariat?” katanya balik bertanya.

Menurutnya, hal tersebut bukan masuk kategori menambah syariat. Atau dahulu di zaman Nabi tidak ada zakat profesi, sekarang ada. “Apa ini menambah syariat? Jelas bukan, ini ijtihad ulama kontemporer. Dalam shalat contoh jumlah rakaat tarawih, jumlah rakaat shalat Dhuha dan sejenisnya,” katanya.

Demikian halnya dalam masalah lain dan terbuka ijtihad para ulama. “Ulama yang berijtihad inilah yang dipuji oleh Nabi Muhammad SAW,” katanya sembari mengutip salah satu hadits. 

Dalam pandangan aktivis bahtsul masail ini, ulama yang berijtihad meskipun salah dapat pahala. Bukan bid’ah.

“Maka jika kita menemukan saudara Muslim yang tidak sama amaliahnya dengan kita, dan orang tersebut memiliki rujukan ijtihad ulama yang kompeten, maka bukan melakukan perbuatan bid'ah,” tandasnya. (Ibnu Nawawi)