Daerah

Diskusi 94 Tahun NU Ungkap Sejarah NU Pertama di Luar Jawa

Sen, 3 Februari 2020 | 09:15 WIB

Diskusi 94 Tahun NU Ungkap Sejarah NU Pertama di Luar Jawa

Komunitas Aktivis Muda Nahdliyin Banua (Amanna Community) menggelar diskusi dan refleksi di halaman Gedung NU Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. (Foto:NU Online/Muhammad Bulkini)

Banjar, NU Online 
Memperingati hari lahir ke-94 Nahdlatul Ulama (NU), komunitas Aktivis Muda Nahdliyin Banua (Amanna Community) menggelar diskusi dan refleksi di halaman Gedung NU Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada Sabtu (1/2) malam. Dalam kegiatan itu terungkap sejarah NU pertama kalinya berdiri di luar pulau jawa.
 
Wakil Ketua PCNU Kabupaten Banjar, Ustadz Khairullah Zain mengungkapkan, Cabang NU pertama kali berdiri di luar Pulau Jawa adalah di Martapura, Kalimantan Selatan. 
 
Berdasarkan cerita dari ulama sepuh Kalimantan Selatan, KH Syaifuddin Zuhri dan Ustadz Khairullah bahwa pendiri cabang NU pertama di luar Pulau Jawa adalah KH Abdul Qodir Hasan (Guru Tuuha), yang merupakan santri Syekh Cholil Bangkalan dan Hadhratussyaikh Hasyim Asy'ari.
 
"Atas perintah KH Kasyful Anwar, KH Abdul Qodir Hasan berangkat menghadiri Muktamar NU pertama pada 21 Oktober 1926. Sepulang Muktamar beliau mendirikan cabang NU di Martapura," kata aktivis yang juga dikenal dengan Abu Zein Fardany ini.
 
KH Abdul Qadir Hasan (Guru Tuha) sebagai ketua dan KH Husin Ali sebagai katibnya. Sekarang, Katib NU Kabupaten Banjar diamanahkan kepada KH Muhammad Husin, yakni anak dari KH Husin Ali.
 
"Karena masih belum memiliki gedung, maka kantor NU meminjam tempat di Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Sehingga secara sejarah, kehadiran NU tak bisa dipisahkan dengan Pondok Pesantren Darussalam," jelas alumnus Ma'had 'Aly Lit Tafaqquh  Fid Diin Pondok Pesantren Darussalam ini.
 
Santri Abah Guru Sekumpul (Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani) ini juga mengungkapkan, berdasarkan cerita Guru Sekumpul, dahulunya Lailatul Ijtima NU digelar di Pondok Pesantren Darussalam. 
 
"Pada acara pertemuan warga NU tersebut dipublikasikan hasil bahsul masail dalam menjawab pertanyaan tentang persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat berdasarkan sudut pandang fikih", kata ustadz yang pernah terlibat dalam penelitian dan penulisan biografi Abah Guru Sekumpul ini.
 
Bahkan, hasil bahsul masail kemudian dibukukan menjadi sebuah kitab. "Ini saya bawa kitab Hasil Bahtsul Masail dari tahun 1357 sampai 1358 Hijriah. KH Abdul Qodir Hasan wafat pada 11 Rajab 1398 Hijrah. Berarti bahsul masail ini zaman beliau masih hidup," katanya sambil memperlihatkan copy kitab tersebut.
 
Dalam diskusi yang mengambil tema "NU Banua, NU Jawa, NU Eropa" ini juga terungkap antusias dan loyalitas warga Martapura terhadap NU. Hal ini dikemukakan salah satu narasumber, KH Rusniansyah Marlim.
 
"Untuk mendapatkan lokasi gedung yang sangat strategis ini, dahulunya warga NU Martapura urunan," kata Mustasyar PCNU Kabupaten Banjar yang pernah menjadi Ketua Tanfidziah ini.
 
"Ke depannya, kita harus melakukan penelitian dan membukukan sejarah NU Martapura dan ulama-ulamanya," harapnya.
 
Diskusi tentang NU yang berlangsung lebih dari tiga jam ini juga mengungkap bagaimana ber-Aswaja dan ber-NU di Jawa dan di luar negeri. 
 
Di samping diskusi, forum ini juga diisi dengan cerita pengalaman dan suka duka ber-Aswaja dan ber-NU di luar negeri. Dalam hal ini panitia mendaulat Wakil Ketua PWNU Kalsel Abrani Sulaiman yang pernah mengenyam pendidikan di Amerika dan Australia serta Azzam Masduki Anwar yang sedang menjalani studi doktoral di Belanda sebagai pembicara.
 
Sedangkan bagaimana ber-Aswaja dan ber-NU di Pulau Jawa diungkapkan Gusti Marhusin, lurah Sekumpul yang pernah menjadi aktivis PMII ketika kuliah di Jogjakarta.
 
Diskusi hari lahir ke-94 NU di Banjar tersebut dihadiri banyak aktivis muda nahdliyin. Tidak hanya dari Kabupaten Banjar, juga Kota Banjarbaru dan Banjarmasin.
 
Ramainya kegiatan diskusi tersebut disambut baik oleh Ketua Tanfidziah PCNU Kabupaten Banjar, Kiai Nuryadi Baseri.
"Diskusi semacam ini harus digelar kontinyu dan rutin," harap mantan aktivis PMII ini.
 
Diskusi yang dipandu Bendahara Tanfidziah PCNU Banjar, Ustadz Muhammad HR ini ditutup dengan doa yang dipimpin Sekretaris Tanfidziah, Ustadz Muhammad Zaini Makky.
 
Kontributor: Muhammad Bulkini
Editor: Syamsul Arifin