Daerah

Dua Hal Penting saat Belajar Agama di Era Media Sosial

Sab, 12 Oktober 2019 | 15:00 WIB

Dua Hal Penting saat Belajar Agama di Era Media Sosial

Pengasuh Pesantren API Tegalrejo Magelang, Jawa Tengah, Gus Yusuf. (Foto: NU Online/Faizin)

Jakarta, NU Online

Semangat belajar agama masyarakat dewasa ini sangat tinggi. Kondisi ini patut untuk diapresiasi. Namun ada sebagian masyarakat yang semakin belajar agama malah semakin bingung dan galau. Mereka menjadi 'ngawur' karena banyak melarang berbagai bentuk ibadah.

 

Oleh karena itu, Pengasuh Pesantren API Tegalrejo Magelang, Jawa Tengah, Gus Yusuf menyebut dua hal yang harus diperhatikan masyarakat saat belajar agama. Pertama, belajar agama dengan orang yang jelas keilmuannya.

 

"Ketika belajar, gurunya harus jelas kealimannya, keilmuannya. Ini dapat dilacak dari mana ia mendapat ilmu, siapa gurunya. Ketika sanad (silsilah) keilmuannya jelas sampai kepada Rasulullah SAW, maka ilmunya Insyaallah akan barakah dan bermanfaat," jelasnya.

 

Ilmu yang didapat dari sosok guru yang jelas, lanjutnya, akan menghasilkan ilmu yang bisa menentramkan hati dan menjernihkan akal fikiran. Tidak justru menjadikan galau karena sedikit-sedikit menyalahkan ibadah orang lain.

 

"Sanad itu sebagian dari agama. Maka, tanpa wasilah, tanpa perantara guru yang sanadnya jelas, belajar langsung dari Al-Qur’an dan Hadits itu seperti listrik di rumah yang disambungkan langsung ke sutet. Listrik konslet dan rumah bisa terbakar," terang Gus Yusuf melalui akun Facebooknya, Senin (7/10).

 

Yang kedua adalah tahu dengan jelas keseharian dari guru agama yang akan jadikan sumber ilmu. Gus Yusuf membolehkan siapa saja belajar melalui media sosial. Namun itu hanya sebagai tambahan pengetahuan saja.

 

"Yang pokok dan mendasar harus wajhan bi wajhin (tatap muka) seperti belajar di masjid dan pesantren. Kenapa? Karena kita bisa tahu kesehariannya, akhlaknya, dan amaliah guru kita. Clear. Jelas," katanya.

 

Jika seseorang tidak tahu keseharian dan akhlak gurunya, percuma orang tersebut belajar. Ia lalu menukil perkataan Imam Malik bin Dinar bahwa Orang alim apabila tidak mengamalkan ilmunya, nasehatnya meleset dari hati, sebagaimana melesetnya tetesan hujan dari batu.

 

"Belajar ilmu agama tidak boleh ke sembarang orang. Belajar agama diusahakan ke orang yang tahu, mendalami serta menguasai ilmu agama," anjurnya.

 

Tidak hanya itu, belajar agama juga harus ke guru yang amil (yang mengamalkan ilmunya). Jika Ilmu bisa diperoleh dengan belajar, maka belajarlah kepada guru yang amil, guru yang sudah mengamalkan Ilmunya.

 

"Ayo terus belajar agama tapi gurunya yang jelas. Itu penting," tandas Gus Yusuf.

 

Pewarta: Muhammad Faizin

Editor: Aryudi AR