Daerah

Film 'Kembang 6 Rupa' Dibedah Gusdurian Solo Sore Ini

NU Online  ·  Jumat, 30 November 2018 | 07:00 WIB

Solo, NU Online
Dalam Momentum peringatan Hari Toleransi Internasional 2018, yang jatuh pada pertengahan November lalu, Komunitas Gusdurian Solo akan menggelar kegiatan diskusi dan bedah film bertema toleransi, Jumat (30/11) sore.  Acara ini juga bekerjasama dengan sejumlah komunitas film dokumenter di Kota Solo. 

Judul dan tema film pendek yang telah dipersiapkan yakni beberapa film hasil produksi Yayasan Kampung Halaman bekerjasama dengan Seknas Jaringan Gusdurian. Film-film tersebut antara lain film 'Keyakinan adalah Aku', 'Entah', serta 'Kembang 6 Rupa'.

Film 'Kembang 6 Rupa' adalah seri film dokumenter pendek tentang 6 remaja perempuan yang tengah menghadapi masa depan di kampung halamannya. Kembang 6 Rupa diproduksi oleh Yayasan Kampung Halaman, berkolaborasi dengan 6 (enam) sutradara dan 6 (enam) remaja perempuan di Indramayu, Sumedang, Kuningan, Sleman, Sumbawa, dan Wamena.

Keenam film ini berisi cerita remaja tentang persoalan yang di hadapinya sebagai remaja perempuan di tempat ia tinggal seperti persoalan pendidikan, keluarga, kebebasan berkeyakinan, ketenagakerjaan, kebebasan berpendapat, dan keadilan gender.

Menurut Pegiat Gusdurian Solo Arinto Dwi Santoso, dialog bedah film ini merupakan upaya menyebarkan benih-benih semangat toleransi kepada masyarakat luas dalam kehidupan nyata, sehingga secara perlahan akan mampu mengurangi serta melawan aksi-aksi intoleran yang terjadi belakangan ini.

“Dengan cara seperti ini ke depan akan semakin mengokohkan Indonesia yang lebih damai dan toleran,” terang Dwi.

Sementara tema Hari Toleransi tahun ini, Beda dan Setara sebagai salah satu spirit inspirasi dari basis nilai pemikiran Gus Dur, bahwa setiap manusia memiliki martabat yang sama di hadapan Tuhan. 

"Kesetaraan meniscayakan adanya perlakuan yang adil, hubungan yang sederajat, ketiadaan diskriminasi dan subordinasi, serta marjinalisasi dalam masyarakat," ujarnya. 

Menurut Arianto, nilai kesetaraan itu, sepanjang kehidupan Gus Dur, tampak jelas ketika melakukan pembelaan dan pemihakan terhadap kaum tertindas dan dilemahkan, termasuk di dalamnya adalah kelompok minoritas dan kaum marjinal. (Ajie Najmuddin/Muiz)