Daerah

Forum Bahtsul Masail Penanda Eksistensi Intelektual Pesantren

Ahad, 19 September 2021 | 03:00 WIB

Forum Bahtsul Masail Penanda Eksistensi Intelektual Pesantren

Sekolah Bahtsul Masail digelar LBM PCNU Tangsel. (Foto: Tangkapan layar YouTube TVNU)

Tangerang Selatan, NU Online
Tradisi intelektual masyarakat pesantren dan Nahdlatul Ulama salah satunya adalah Bahtsul Masail. Tradisi ini ditengarai sebagai embrio lahirnya NU. Berawal dari sejumlah halaqah ilmiah para kiai di masa silam untuk merespons problematika masyarakat.


Halaqah yang diinisiasi oleh KH Wahab Hasbullah ini tumbuh dalam wadah Tashwirul Afkar. Seiring waktu, kemudian berubah menjadi Nahdlatut Tujjar hingga puncaknya menjadi Nahdlatul Ulama.


Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (LBM PCNU) Kota Tangerang Selatan, Moh Zainul Arif, menilai bahwa bahtsul masail ialah ruh NU dan penanda eksistensi intelektual pesantren.


“Bahkan, lembaganya (LBMNU) sangat layak dikatakan sebagai lembaga fatwanya NU dengan corak khasnya berupa mekanisme pengambilan hukum (manahij al-bahtsi) yang berbeda dengan yang lainnya,” kata Zainul Arif dalam rilis yang diterima NU Online, Ahad (19/9/2021).


Untuk mengimplementasikan salah satu programnya, LBM PCNU Kota Tangsel mengadakan pelatihan bahtsul masail secara virtual berupa Sekolah Bahtsul Masail selama empat sesi yang diikuti oleh delegasi pesantren berbagai daerah.


Sesi pertama, kata dia, diisi oleh KH Husein Muhammad yang lebih membahas tentang mata rantai (genealogi) tradisi bahtsul masail yang mengadopsi dari tradisi halaqah ilmiah Timur Tengah abad pertengahan serta pengaruh arus syafi’iyah terutama an-Nawawi dan al-Rafi’i yang tertuang di kitab-kitab yang dianggap otoritatif (al-kutub al-mu’tabarah).


“Serta mendorong praktisi bahtsul masail untuk terus membuat rumusan teori pengambilan hukum agar tidak terkesan konservatif pada teks-teks klasik dan dituntut untuk progressif serta dinamis,” ujarnya.


KH A Moqsith Ghazali dalam paparannya lebih membahas tentang corak pengambilan keputusan hukum yang mengacu kepada Munas Alim Ulama di Bandar Lampung pada 1992 yang secara gradual diawali dari menyadur langsung dari pendapat fuqaha, baik pendapat tunggal atau berbagai temuan pendapat atas permasalahan yang dibahas (taqrir bil qaul wa taqrir jama’i).


“Kemudian menyamakan kasus pada permasalahan yang sudah ada preseden hukumnya di kitab-kitab fikih (ilhaq al-masail binadzairiha). Dengan adanya titik kesamaan (jami’) hingga penggalian hukum secara metodologis seperti istinbath bayani, istinbath qiyashi, istinbath istishlahi, bahkan istinbath maqashidi,” ujarnya.


Kiai Moqsith juga menegaskan bahwa produk hukum bahtsul masail merupakan panduan etik moral masyarakat yang siapa saja bisa mengikatkan diri untuk mengimplementasikannya.


Jangkar diskusi ilmiah
Pada kesempatan yang sama, KH Fuad Thohari lebih mengulas tentang prinsip penetapan hukum syariat mulai era Nabi Muhammad SAW, era sahabat, tabiin, tabiut-tabiin, hingga masa mujtahid fikih, serta membahas tentang sejarah timbulnya mazhab, dan sebab terjadinya ikhtilaf di kalangan imam mazhab.


“Harapan adanya webinar Sekolah Bahtsul Masail ini diharapkan menjadi jangkar diskusi ilmiah baru masyarakat kota. Selain itu, juga menjadi peneguhan kembali tradisi yang sudah mendarah daging di pesantren-pesantren pada umumnya dan Nahdlatul Ulama itu sendiri,” harapnya.


Wakil Sekretaris LBM PBNU KH Mahbub Ma’afi Ramdhan dalam sambutannya berharap kegiatan ini menjadi percontohan di LBM lain dari berbagai tingkatan. Ia sangat mengapresiasi diselenggarakannya kegiatan ini yang merupakan formula baru dalam mengenalkan dan mengembangkan diri dalam tradisi bahtsul masail.


Ketua Panitia, Hanifudin, mengatakan bahwa meski pandemi Covid-19 belum berakhir dan masih berlakunya PPKM, gerakan dan tradisi intelektual harus tetap berjalan.


“Sekolah Bahtsul Masail ini dimaksudkan untuk mencari solusi dan memberi masukan kepada semua pihak, baik lembaga pendidikan di Tangsel, lembaga legislatif, penegak Hukum maupun pemerintah agar dalam menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan mandat UU maupun tuntutan zaman,” ujarnya.


Webinar kali ini menghadirkan para tokoh dari cendekiawan Muslim, LBM PBNU, dan pakar fikih untuk menyampaikan tema utama berupa genealogi, metodologi, dan kontektualisasi yang diampu langsung antara lain oleh KH Afifuddin Muhajir, KH Ahmad Ishomuddin, KH Ulil Abshar Abdalla, dan KH Azizi Hasbullah.


Acara ini dihadiri tiga LBM PWNU DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat. Selain itu, juga LBM PCNU se-Jabodetabek, lembaga-lembaga NU, PCINU se-dunia, Forum Bahtsul Masail Pondok Pesantren (FBMPP) se-DKI Jakarta, Banten, dan Jabar, serta undangan lain dari berbagai daerah dan unsur, serta sejumlah media.


Editor: Musthofa Asrori