Daerah

Idul Fitri, Istiqamah Beribadah dan Perkuat Silaturahim 

Ahad, 8 Mei 2022 | 06:00 WIB

Idul Fitri, Istiqamah Beribadah dan Perkuat Silaturahim 

Silaturahim tokoh dan warga NU di Pidie Jaya, Aceh pada Idul Fitri 1443 Hijriah. (Foto: NU Online/Helmi Abu Bakar)

Pidie Jaya, NU Online

Bulan Ramadhan telah berlalu. Namun, hendaknya jangan sampai perginya Ramadhan tanpa meninggalkan bekas dan peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah kita pasca Ramadhan. 


"Seorang Muslim hendaknya pasca-Ramadhan tepatnya bulan Syawal tetap istiqamah dalam beribadah dan kita jadikan Syawal sebagai bulan meningkatkan pembendaharaan pahala, baik lewat silaturahmi dan ibadah lainnya," ungkap Tgk. Ikhwani Ketua Pengurus Cabang Nahldlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, kepada NU Online, Jumat (6/5/2022).


Tgk. Ikhwani Pimpinan Dayah Sirajul Huda Al-Aziziyah Meureudu mengatakan keberadaan bulan Syawal adalah bulan setelah Ramadhan. Menurut Ibnul 'Allan Asy Syafii, penamaan bulan Syawal diambil dari kata syalat al ibil yang artinya unta yang menegakkan ekornya. 


"Wajah tasmiah (indikator) dinamakan demikian karena dulu orang Arab menggantung alat-alat perang mereka di bulan ini sebab sudah dekat dengan bulan-bulan haram (yang dilarang untuk berperang)," sambungnya.


Tokoh yang akrab disapa Abati Ikhwani itu menyebutkan di masa Rasulullah, ada banyak ibadah yang disunnahkan untuk dilakukan di bulan ini dan bukan hanya puasa Syawal. Puasa Syawal memiliki banyak keutamaan dalam Islam. Salah satu keutamaan puasa Syawal adalah dijanjikan memperoleh pahala seakan-akan berpuasa setahun penuh.


Ia juga mengingatkan, apabila seorang Muslim berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan berpuasa enam hari pada Syawal, ganjarannya seperti ia berpuasa setahun penuh. "Hal ini dijelaskan dalam sebuah riwayat hadis dari jalur Abu Ayyub Al-Anshory bahwa Nabi Muhammad saw bersabda sebagai berikut, "Siapa yang berpuasa Ramadan kemudian berpuasa enam hari pada Syawal, maka dia bagai berpuasa setahun penuh," ulasnya.


Penjelasannya, menurut Abati puasa Ramadhan memiliki pahala yang dilipatgandakan sama seperti sepuluh bulan berpuasa. Sementara, puasa enam hari Syawal memiliki pahala setara berpuasa 60 hari lamanya. 


Jika dikalkulasikan, Abati menyebutkan mereka yang berpuasa penuh Ramadan (termasuk qada-nya jika ada yang batal) dan berpuasa Syawal enam hari maka akan mendapatkan pahala berpuasa seperti selama setahun penuh. 


"Hal itu dijelaskan dalam hadis riwayat Tsauban bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda sebagai berikut: "Siapa yang berpuasa Ramadan, maka pahala puasa sebulan Ramadhan itu (dilipatkan sama) dengan puasa sepuluh bulan dan berpuasa enam hari setelah Idul Fitri (dilipatkan sepuluh menjadi 60), maka semuanya (Ramadhan dan enam hari bulan Syawal) genap setahun," (H.R. Ahmad)," paparnya.


Membumikan silaturahim

Sementara itu Tgk Zahari Sekretaris PCNU Kabupaten Pidie Jaya mengatakan momentum Idul Fitri kita dianjurkan untuk membumikan silaturahim.


"Keberadaan silaturahmi sebagai ibadah horizontal dalam perspektif ilmu sosial, tentunya akan menjadi bagian dari network (jaringan kerja) yang akan memperluas jaringan seseorang," pungkasnya.


Tgk. Zahari yang juga Kepala KUA Jangka Buya Pijay itu menjelaskan secara otomatis akan bertambah kenalan sehingga berpotensi dilapangkan rezeki. Ibaratnya jika kita berdagang, jika semakin banyak orang mengetahui maka kemungkinan dagangan kita semakin laku laris juga tinggi pelangganya, begitu pun sebaliknya.


Ia menyebutkan merespons nilai positif di balik silaturahim dalam perspektif memberikan sesuatu kepada orang lain.


"Salah seorang tokoh bernama Stephen Post dan Jill Neimark dalam bukunya Why Good Things Happen to Good People (2011), mengatakan bahwa memberi bisa melahirkan dampak positif secara psikis dan fisik bagi si pemberi," ujarnya.


Seseorang dengan memberi, ujarnya telah menyingkirkan emosi-emosi negatif yang bergejolak, seperti rasa marah, dengki, dan iri hati, yang tentunya turut menjadi penyebab penyakit-penyakit psikis maupun fisik yang ditimbulkan oleh stres. 


"Mengutip penelitian Paul Wink, Post, dan Neimark, mengemukakan bahwa memberi dibangun oleh tiga sifat penting: kecenderungan untuk memberi, empati, dan kompetensi, terutama kompetensi sosial," sambungnya.


Kontributor: Helmi Abu Bakar
Editor: Kendi Setiawan