Daerah

Katib Aam PBNU: Radikalisme Ditentang karena Ingin Rusak Eksistensi Negara

Rab, 23 Juni 2021 | 08:00 WIB

Katib Aam PBNU: Radikalisme Ditentang karena Ingin Rusak Eksistensi Negara

Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat Penguatan Moderasi Beragama di Sumatera Barat, Selasa (22/6).

Padang, NU Online


Penguatan moderasi beragama harus terus diwujudkan untuk kepentingan eksistensi kehidupan bernegara di Indonesia. Moderasi beragama hadir untuk kepentingan kelanjutan negara Indonesia yang kita cintai bersama ini.


Demikian diungkapkan Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf, pada acara Penguatan Moderasi Beragama, Selasa (22/6/2021) malam di Padang, Sumatera Barat.


Menurutnya, dengan adanya moderasi beragama maka eksistensi negara Indonesia akan terus terjamin. "Radikalisme ditentang karena adanya keinginan merusak eksistensi negara. Kita keberatan dengan gerakan radikalisme karena hendak mengabaikan keberadaan negara. Kita boleh saja berbeda pilihan, namun jangan sampai mengganggu kehadiran negara. Kita harus taat hukum sebagai bentuk menghormati dan mentaati kehadiran negara," katanya.


Gus Yahya, sapaan akrabnya, juga menegaskan bahwa kelompok radikal selalu memprovokasi, membangun narasi, bahkan menolak kehadiran negara dengan masalah-masalah yang terjadi dan menarik perhatian publik, korupsi atau lemahnya penegakan hukum misalnya. Hal ini mempengaruhi mereka untuk menolak kehadiran pemerintah yang sah dengan membangun narasi kepada orang-orang yang tidak puas terhadap negara dan pemerintah. Mereka yang tidak puas terhadap negara ini mudah diajak untuk mengabaikan dan menolak negara atau pemerintah.


Lebih lanjut, Gus Yahya menyampaikan bahwa kelompok yang ingin mengabaikan negara yang sudah berdiri dengan membentuk satu pemerintahan di dunia ini tentunya akan membubarkan negara yang sudah ada. Indonesia bubar, Malaysia bubar, negara lain pun dibubarkan. Pemikiran ini kan berbahaya jika dibiarkan berkembang.


Untuk itu, lanjutnya, perlu kerja keras menekan jumlah orang-orang yang merasa tidak puas terhadap negara. "NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia harus berperan aktif membangun rasa percaya terhadap kehadiran negara bagi masyarakat dan umat. NU ke depan sampai ke tingkat cabang dan Majelis Wakil Cabang (MWC) harus bergerak dan berbuat sehingga kehadirannya dirasakan oleh masyarakat. Banyak yang bisa diperbuat jika masing-masing pengurus mau bekerja keras dan bersama-sama membangun masyarakat," kata kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 16 Februari 1966 ini.


Ia juga menyebutkan, moderasi beragama juga memiliki simpul di pesantren. Kemandirian pesantren dalam mengajarkan, memahami dan mempraktekkannya moderasi beragama. Pesantren mewakili pandangan moderasi beragama. Itu berarti pesantren memiliki pandangan yang moderat yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.


"Karena itu, kemampuan pesantren perlu diperluas dalam mewujudkan moderasi beragama tersebut. Perhatian pemerintah pun harus terus ditingkatkan terhadap pesantren," tutur Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.


Penguatan Moderasi Beragama di Sumatera Barat ini dihadiri Plt. Kepala Kanwil Kemenag Sumbar Syamsuir, Rektor UIN Imam Bonjol Eka Putra Wirman, Wakil Ketua PWNU Sumbar Ahmad Wira, Ketua PW Gerakan Pemuda Ansor Sumatera Barat Rahmat Tuanku Sulaiman, Ketua Tanfidziyah PC Nahdlatul Ulama se-Sumatera Barat, Kepala Kemenag kabupaten/kota se-Sumbar.


Pertemuan diakhiri dengan dialog terbatas Kiai Yahya bersama Ketua Tanfidziyah PC Nahdlatul Ulama se-Sumatera Barat. 


Kontributor: Armaidi Tanjung
Editor: Syakir NF