Daerah

Keberatan dengan Maulid? Kiai Ma’ruf: Anggap Saja Ngaji Hadits Nabi

Ahad, 9 Oktober 2022 | 10:00 WIB

Keberatan dengan Maulid? Kiai Ma’ruf: Anggap Saja Ngaji Hadits Nabi

KH Ma’ruf Khozin saat ceramah agama. (Foto: Dok. FB Ma’ruf Khozin)

Jakarta, NU Online
Ketua Aswaja NU Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin kembali memberikan penjelasan mengenai isi dari acara peringatan Maulid Nabi. Penjelasan ini ia sampaikan melalui tulisan yang dimuat di akun Facebook pribadinya pada Sabtu (8/10/2022).


Di awal, sosok yang akrab disapa dengan sebutan Kiai Ma’ruf ini mengungkapkan bahwa adanya perbedaan kesimpulan status hukum itu diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang saat melihat objek hukum.


“Kelompok Salafi melihat ‘bungkus’ Maulid Nabi yang tidak ada di zaman Nabi. Golongan Aswaja yang mengamalkan melihat isi kandungannya,” tulis Kiai Ma’ruf.


Kiai Ma’ruf kemudian menjelaskan bahwa ulama yang membolehkan selalu melihat aspek ‘apa yang dilakukan dalam Maulid’, seperti disampaikan oleh al-Hafidz al-Suyuthi di dalam al-Hawi, Fatawa as-Suyuthi 1/727.


Dalam keterangan tersebut, al-Hafidz al-Suyuthi mengutarakan pendapatnya bahwa subtansi maulid yang berupa berkumpulnya banyak orang, membaca Al-Qur’an, membaca kisah-kisah Nabi Muhammad. Mulai diutusnya menjadi Rasul dan hal-hal yang terjadi saat kelahirannya yang terdiri dari tanda-tanda kenabian dilanjutkan suguhan hidangan untuk makan bersama kemudian selesai tanpa ada tambahan lagi.


“Maka hal ini tergolong bid’ah yang baik, yang pelakunya mendapatkan pahala karena ia mengagungkan derajat Nabi Muhammad saw, menampakkan rasa senang dan kebahagiaan dengan kelahirannya yang mulia,” jelas al-Hafidz al-Suyuthi sebagaimana dikutip Kiai Ma’ruf.


Kiai yang pernah nyantri di Ploso, Kediri, ini kemudian menyebutkan bahwa kegiatan berkumpul, menyampaikan hadits-hadits Nabi dan makan-makan sejatinya sudah diamalkan oleh para sahabat Rasulullah, hal ini sebagaimana yang ada dalam hadis riwayat Imam Muslim.


“Abdullah bin Rabah berkata: ‘Kami bertamu ke Muawiyah bin Abi Sufyan. Di antara kami ada Abu Hurairah. Masing-masing kami membuat makanan sehari untuk para sahabat. Maka giliran saya, saya berkata: ‘Wahai Abu Hurairah, hari ini giliran saya’. Mereka datang ke tempat kami, namun makanan belum ada. Maka saya berkata: ‘Wahai Abu Hurairah, sudilah engkau menceritakan kepada kami dari Rasulullah saw hingga ada makanan untuk kami.’ Kemudian Abu Hurairah berkisah…” kutip Kiai Ma’ruf.


Di akhir, pengasuh Pesantren Raudlatul Ulum Suramadu ini menyatakan bahwa agar orang-orang yang merasa masih keberatan dengan istilah Maulid agar menganggap bahwa perayaan Maulid Nabi merupakan acara kumpul-kumpul dalam rangka menyampaikan hadits tentang akhlak Nabi.


“Supaya tidak keberatan dengan istilah Maulid, anggap saja kami sedang kumpul-kumpul menyampaikan hadis tentang akhlak Nabi, perjuangan Nabi, dan kisah kehidupan Nabi seperti dilakukan para sahabat yang mendengarkan 'pengajian' dari Abu Hurairah di atas. “Simpel saja sebenarnya,” pungkas Kiai Ma’ruf.


Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Musthofa Asrori