Daerah

Ketua Lesbumi Pringewu: Mari Beragama Total, Berbudaya Maksimal

Sab, 1 Mei 2021 | 23:00 WIB

Ketua Lesbumi Pringewu: Mari Beragama Total, Berbudaya Maksimal

Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Kabupaten Pringsewu, Lampung Gunist Sukoco. (Foto: Istimewa)

Pringsewu, NU Online
Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Kabupaten Pringsewu, Lampung Gunist Sukoco menegaskan bahwa agama dan budaya merupakan dua hal yang harus saling bersinergi dan saling mengisi. Karena menurutnya agama tanpa budaya akan menjadi kaku dan budaya tanpa agama bisa menjadi sesat.


“Mari beragama total dan berbudaya maksimal. Agama dan budaya itu saling bermutual simbiosis artinya saling melengkapi dan memberikan keuntungan. Dibuktikan di zaman era Wali Songo budaya dijadikan sebagai media penyebaran agama Islam,” jelasnya dalam Dialog Kebudayaan yang mengangkat tema Memahami Nilai Luhur Seni Budaya Tradisional dalam Rangka Meneguhkan Islam Di Nusantara di Gedung NU Pringsewu, Sabtu (1/5).


Ia pun mengingatkan bahwa umat Islam di Indonesia sangat berhutang budi sekali dengan kesenian tradisional. Jika budaya kesenian tradisional seperti wayang tidak maksimal digunakan maka kemungkinan Indonesia tidak bisa menjadi negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.


Gunist mengungkapkan bahwa di awal masuknya agama Islam ke Nusantara, para pendakwah membutuhkan waktu yang lama dalam menyebarkan Islam. Hal ini karena waktu itu para pendakwah belum menggunakan media budaya dalam berdakwah.


“Ada 800 tahun tertahan. Dari eranya Syekh Subakir dan eranya Syekh Jumadil Kubro itu belum menggunakan media seni budaya. Setelah Wali Songo yang merupakan generasi ketiga baru bisa masif menyebarkan agama Islam menggunakan media seni budaya,” ungkapnya.


Namun menurutnya saat ini para generasi penerus kebudayaan bangsa sudah mulai kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia dengan berbagai gempuran kebudayaan barat dan paham-paham yang masuk di Indonesia. Ditambah lagi dengan gempuran perkembangan teknologi yang mempercepat pengaruh terhadap pikiran dan sikap masyarakat.


“Bisa jadi para generasi penerus akan menilai bahwa seni budaya kita sendiri dinilai kuno, kolot, dan tidak up to date (kekinian). Jika ini terjadi, maka ini akan menjadi kecelakaan sejarah bagi kita,” kata pria yang juga seorang dalang muda ini.


“Yang sangat miris adalah lulusan S1 dan S2 Sastra Jawa itu ngambilnya harus di Belanda. Jadi kalau kita ingin mendapatkan ijazah Satra Jawa kuliahnya harus di sana. Ini kan masalah sekali. Padahal kita sebagai pemilik saham kebudayaan ini,” imbuhnya.    


Oleh karenanya Lesbumi sebagai lembaga Nahdlatul Ulama yang membidangi budaya akan terus melakukan ikhtiar untuk mewariskan budaya adiluhung nusantara kepada para generasi muda. Bukan hanya mewariskan seni budayanya saja namun juga menanamkan nilai-nilai luhur yang ada dalam budaya itu untuk dimanifestasikan dalam kehidupan.

 

Dialog Budaya ini merupakan rangkaian kegiatan Tadarus Budaya yang dilaksanakan oleh Lesbumi Pringsewu untuk mengenang wafatnya Ketua Lesbumi PBNU Kiai Agus Sunyoto beberapa waktu lalu.

 

Selain dialog, acara ini juga diisi dengan beberapa pementasan sendra seni tari di antaranya Tari kuda Manggala Yudha oleh penari cilik Anggoro Anung Anindito dan Tari Bujang Ganong oleh Sanggar Pringsewu. Puncak Acara Malam Tadarus Budaya ini diwarnai dengan Pentas Wayang Kulit yang dibuka dengan penampilan dalang cilik Ki Bondan Sinatriya. Kemudian dilanjutkan dua dalang yang berkolaborasi menampilkan lakon Makrifat Sang Bima yakni Ki Gunawan Wibisono dan Ki Krisna bintang probo Kusumo yang merupakan kader Ansor dari Kecamatan Ambarawa.

 


Pewarta: MUhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan