Daerah

KH Abdul Hadi Muthohar: Ulama Tarekat Hati-hati Bersyariat

Sen, 21 Oktober 2019 | 07:00 WIB

KH Abdul Hadi Muthohar: Ulama Tarekat Hati-hati Bersyariat

KH Abdul Hadi Muthohar (Abah Hadi) bersama istri. (Foto: NU Online/A Rifqi H)

Demak, NU Online
KH Abdul Hadi Muthohar (Abah Hadi) merupakan pribadi yang tekun dalam pendidikan. Beberapa jabatan strategis pernah diemban olehnya, namun tidak memberikan dampak pada perekonomian pribadinya.
 
Terbukti dengan beberapa pesantren yang berhasil tumbuh atas bimbingannya selama bertugas di beberapa daerah di Indonesia, bahkan di antara pengasuh pesantren ada yang menyebut hanya meneruskan usaha Abah Hadi sebagai pengasuh.
 
Pada tahun 2012, Abah Hadi berkesempatan melakukan visiting profesor di Turki dan selanjutnya pada tahun 2014 diundang sebagai dosen tamu di Marmara University.
 
Perjalanan lain di kancah internasional yang dilakoninya di antaranya sebagai narasumber pada sebuah acara yang diselenggarakan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Turki, pada 20 September 2014, dan dua tahun setelah itu (2016) menjadi narasumber sebuah pertemuan internasional di Jenderam Malaysia.
 
Terbaru, tahun 2018, Abah Hadi melakukan penelitian kolaborasi internasional berjudul the Dynamic of Contemporary Islamic Law Issues in ASEAN
 
Sekelumit kisah mengenal tarekat diungkapkan olehnya. Kepada penulis, Abah Hadi menuturkan, semula ia berpikir ulang ketika hendak berbaiat tarekat pertama kali. Setelah dipanggil oleh KH Ahmad Muthohar berulang kali maka dipertimbangkan dengan baik, hasilnya ia memantabkan diri untuk dibaiat. Kian lama aurad yang diamalkan, kian berhati-hati dalam menjalankan syariat. 
 
"Makanya ulama yang tarekat itu menggunakan istilah mengambil jalan kehati-hatian, sabilul ihthiyath dalam menjalankan syariat," tuturnya, Ahad (20/10).
 
Tentang pemahaman tarekat, dijelaskannya sebagai sebuah organisasi non formal yang mengikat antara guru dengan murid. Ikatan antara guru dengan murid dalam tarekat sangat kuat dan tidak memiliki batasan. Karena itu tarekat menjadi ruh dari organisasi formalnya, Jam'iyyah Ahlit Thariqah Mu'tabarah an Nahdliyyah (Jatman). Sebab organisasi formal cenderung rasional yang memiliki konsekuensi adanya batasan periodisasi, dan  berbagai aturan-aturan formal. 
 
Kini, setelah beberapa tahun melalang buana Abah Hadi kembali ke Mranggen menjadi pengasuh Pesantren Darul Ma'wa, salah satu bagian dari Yayasan Futuhiyyah.
 
Bergelar profesor bukanlah penghalang baginya untuk membina santri dan masyarakat. Setiap Jumat pagi pengajian Ihya' Ulumiddin dan Al-Munqidz Minad Dlalal digelar bersama para masyayikh Mranggen, mengajar kitab Tafsir Jalain dan sebagainya. Tugas mengajarnya di beberapa perguruan tinggi Jawa Tengah juga masih dilakoninya dengan tulus. 
 
 
Pewarta: A Rifqi H
Editor: Ibnu Nawawi