Daerah

KH Muthohar, Sosok Teladan yang Jadi Orang Tua Warga Kendal

Sab, 19 Oktober 2019 | 13:30 WIB

KH Muthohar, Sosok Teladan yang Jadi Orang Tua Warga Kendal

KH Muthohar, Pengasuh Pondok Pesantren Sabilunnajah Penjalin Brangsong, Kendal bersama istri. (Foto: NU Online/A Rifqi H)

Kendal, NU Online 
Eksistensi santri pada umumnya mengajarkan ilmu agama di masyarakat selepas dari pesantren. Namun demikian, bukan berarti harus tampil dari panggung ke panggung sebagai dai.
 
Lebih dari itu, pembinaan santri terhadap masyarakat yang secara telaten akan menghasilkan tatanan masyarakat yang religius, bahkan posisinya tak ubahnya seperti orang tua bagi masyarakat. 
 
KH Muthohar, merupakan satu di antara sekian banyak santri yang berhasil melakukannya. Pengasuh Pondok Pesantren Sabilunnajah Penjalin Brangsong, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah ini melanjutkan kepemimpinan pesantren dari kakaknya, KH Ridhwan. 
 
Sabilunnajah merupakan sebuah pesantren yang didirikan oleh Kiai Tarno pada sekitar tahun 1925, dan terdaftar di Kementerian Agama pada tahun 1930.
 
Kiai Muthohar lahir pada 3 Juni 1938. Menurut salah satu putranya, Kiai Mandzur Labib, Kiai Muthohar melanjutkan pendidikan di Pesantren Futuhiyyah Mranggen, Demak setamatnya dari Sekolah Rakyat.
 
"Abah saget (bisa) sekolah niku (itu) karena bapaknya lurah," kata Gus Labib, sapaan akrabnya.
 
"Saat nyantri di Mranggen, abah masih eranya KH Abdurrohman Chudlori Tegalrejo Magelang. Jadi, pengasuh Futuhiyyah masih Mbah Muslich," terangnya.
 
Gus Labib menuturkan, selain di Mranggen, Kiai Muthohar juga memperdalam ilmu agamanya kepada KH Yasin di Pesantren Bareng Kudus (sekarang bernama Pesantren Al-Qoumaniyyah) adik angkatan dari KH Bashir Bareng. Selepas itu, Kiai Muthohar melanjutkan pendidikannya dengan mengaji tabarukan di beberapa pesantren, lanjutnya.
 
"Abah tabarukan di Kiai Ma'shum Lasem dan Kiai Bisri Leteh Rembang," kata Gus Labib.
 
Sekembalinya di rumah, Kiai Muthohar tidak langsung mengajar santri, namun masih mengaji kepada KH Ridhwan, kakaknya sendiri namun dari ibu yang berbeda.
 
Semangatnya dalam belajar yang tidak pernah padam membawanya ngalong (istilah santri yang setiap harinya berangkat dari rumah ke pesantren untuk mengaji, red) kepada KH Musyafa' selaku pendiri Pesantren Al-Musyafa' Kampir Kendal yang selanjutnya diambil sebagai menantu.
 
Lama mengaji ilmu agama berbuah pada tekad untuk mengabdi pada negara melalui jalur majelis yang digunakan sebagai sarana mendidik masyarakat. Dimulai dari yang kecil, Kiai Muthohar menelateni kajian fashalatan dan Al-Qur’an bagi anak-anak sampai remaja yang dilaksanakan setiap shalat Maghrib, dan selepas Isya diisi dengan manaqib dan barzanji.
 
Aktifitas ini baru digantikan oleh ustadz pesantren di awal tahun 2000an.
 
Saat ini, pengajian yang diampu langsung oleh Kiai Muthohar hanya kajian fiqih yang dilaksanakan pada Ahad malam, selepas isya. Juga fidakan yang dilaksanakan dua kali dalam selapan, tepatnya Senin Pahing dan Senin Legi. Sementara untuk para ibu dilaksanakan pada tiap Senin, selepas Dhuhur.
 
Tradisi ibu-ibu dalam mengajikan setiap ada orang meninggal selama 7 hari yang dilaksanakan pada bakda Ashar juga atas inisiatifnya. Selain itu, pada awal tahun 2000an, Kiai Muthohar juga merintis jamiyah semaan Al-Qur’an keliling di rumah warga pada hari Selasa setiap setengah bulan sekali.
 
Untuk kegiatan ini terus berkembang, dari semula hanya satu desa, kini diikuti juga oleh beberapa warga desa sekitar. Semaan keliling tersebut digawangi oleh menantunya, Nyai Halimatus Sa'diyyah AH, putri dari Pengasuh Pesantren Al- Qur'aaniyyah, Pegandon, KH A Zainal Mahmud.
 
Sampai saat ini, Kiai Muthohar menjadi rujukan masyarakat yang meminta doa, petuah atau nasihat dan sebagainya. Ketekunannya dalam belajar layak dijadikan teladan bagi santri. Di sisi lain, ketelatenannya dalam membina masyarakat menempatkan dirinya seolah seperti orang tua bagi warga Desa Penjalin. 
 
 
Pewarta: A Rifqi H
Editor: Ibnu Nawawi