Daerah

Kiai Buntet Sebut Hadiri Haul Ulama Bisa Menjadi Pembersih Hati

Ahad, 7 Agustus 2022 | 21:00 WIB

Kiai Buntet Sebut Hadiri Haul Ulama Bisa Menjadi Pembersih Hati

Suasana tahlil umum pada saat ziarah kubra di Maqbarah Gajah Ngambung dalam rangka Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren tahun 2022. (Foto: Syakir NF)

Cirebon, NU Online

Pengasuh Pesantren Darussalam Buntet Pesantren Cirebon KH Tubagus Ahmad Rifqi Chowas menyebutkan bahwa menghadiri kegiatan haul ulama atau orang saleh bisa menjadi pembersih hati. 


"Mengadakan haul tidak semata untuk mengenang haliyah orang-orang shalih, tapi juga berfungsi sebagai shabunul qulub atau pembersih hati," jelasnya di sela kegiatan Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Buntet Pesantren Cirebon yang digelar pada Sabtu (6/8/2022).


Kiai yang biasa disapa Kang Entus itu menuturkan, makna haul secara bahasa adalah satu tahun. Sementara menurut istilah, haul berarti peringatan tahunan atas wafatnya seseorang. "Mengenang orang-orang saleh adalah sebuah kebaikan yang tak ternilai," tambahnya.


Menurutnya, hati manusia hampir setiap saat selalu memproduksi dosa seperti sombong, riya, hasud, dan aneka penyakit hati lainnya yang bisa mengakibatkan hati menjadi kotor. Untuk itu jika hati ingin bersih, di antara cara yang bisa dilakukan adalah dengan sering menghadiri acara haul orang-orang saleh. 


Muqaddam Tarekat Tijaniyyah ini kemudian menghubungkan penjelasannya dengan dzikrullah (menyebut Allah) dan dzikru ahbabihi minal mursalin wal auliya wa shalihin (menyebut para kekasih Allah yaitu para rasul, wali, dan orang-orang shalih). “Bagi seorang hamba dzikrullah atau menyebut Allah hukumnya wajib,” tegasnya.


Dzikrullah, kata dia, merupakan perintah Allah sebagaimana termaktub dalam Al-Qur`an surat Al-Ahzab ayat 41; Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya.


“Sedangkan menyebut nama para rasul, meskipun tidak ada perintah yang manshush (tertulis) dalam Al-Qur'an, tetap saja hukumnya wajib. Apakah shalat kita sah jika tidak menyebut nama Nabi Muhammad saw dalam tahiyyat? Tentu tidak,” imbuhnya.


Ia pun menambahkan bahwa dalam keyakinan ulama-ulama mazhab Syafiiyah disebutkan bahwa wajib hukumnya bagi umat Islam untuk hapal 25 nama nabi dan rasul.


Sementara itu, mengenai dzikrul auliya`i wasshalihin (mengenang para wali dan orang-orang shalih), Kang Entus menjelaskan bahwa mengenang orang shalih bisa membawa keberkahan. “Jangankan meneladani haliyah-nya (perilaku), mengenangnya saja bisa memberi berkah,” ujarnya.


Ia kemudian mengisahkan tujuh sosok orang saleh dan seekor anjing yang dikenal dengan Ashabul Kahfi dan diabadikan dalam Al-Qur`an. Pada Surat Al-Kahfi ayat 21 diceritakan tentang sebuah gua yang dijadikan tempat beribadah oleh Ashabul Kahfi, kemudian dibangun masjid di atasnya. 


“Hal itu tentu saja bertujuan untuk mengenang kesalehan orang-orang  yang pernah terjadi di tempat tersebut, dalam hal ini Ashabul Kahfi,” tandasnya.


Selain itu, kata dia, nama-nama ashabul kahfi ini diyakini memiliki karamah. Jika dibaca maka barang yang hilang akan kembali dan jika ditulis di suatu tempat maka akan terhindar dari bencana. “Itu diperbolehkan dalam Islam dan tidak termasuk syirik,” tegasnya.


Walaupun para wali, kiai, dan orang saleh telah wafat, tapi berkah dan karamahnya tetap hidup. Doa mereka akan muttashil dengan Allah. Maka menurutnya, bertawasul mengenang teladannya, menghidupkan malam haulnya adalah jalan menuju berkah berlimpah dan penyucian hati. 


Pewarta: Aiz Luthfi
Editor: Syakir NF