Daerah

Kisah Relawan NU Salurkan Bantuan: Menerjang Lahar, Bertaruh Nyawa

Ahad, 27 Desember 2020 | 07:30 WIB

Kisah Relawan NU Salurkan Bantuan: Menerjang Lahar, Bertaruh Nyawa

Lahan pertanian Kecamatan Candipuro, Lumajang dengan latar belakang samar-samar gunung Semeru. (Foto: NU Online/Ridwan)

Lumajang, NU Online
Status darurat bencana Semeru telah dicabut per tanggal 21 Desember 2020, dan saat ini memasuki masa transisi. Kendati demikian, Gunung Semeru masih ditetapkan berstatus waspada dua. Artinya kesiagaan masih diberlakukan untuk menjaga kemungkinan gunung tersebut dalam waktu dekat  akan memuntahkan sebagian isinya.


Tim NU Peduli Semeru, termasuk elemen yang  sangat gigih mengumpulkan bantuan dan membagikannya kepada para korban erupsi gunung Semeru.  Tim yang dipimpin oleh AM Ridwan ini lebih banyak  mengunjungi (membagi bantuan) lokasi yang tidak terjangkau oleh bantuan Pemerintah Kabupaten Lumajang. Biasanya itu terletak di  tempat-tempat terpencil.


“Itu sudah jadi tekad kami, yaitu menyampaikan bantuan untuk mereka yang terisolasi tempatnya, tidak masalah,” jelas Ridwan di Lumajang, Ahad (27/12).


Dari sekian lokasi yang terpencil, ada beberapa tempat yang cukup susah dilalui. Di antaranya adalah Dusun Gunung Banyak  dan Dusun Sumber Wungkal, Desa Sumber Wuluh, dan Dusun Sumberkajar, Desa Jukosari. Semuanya masuk Kecamatan Candipuro, Lumajang. Jaraknya dari kota Lumajang dengan dusun-dusun tersebut sekitar 40 kilometer. Di Dusun  Gunung Banyak  terdapat  28 KK, Sumberwungkal 6 KK, dan Dusun Sumberkajar 108 orang.
 

Untuk mencapai lokasi itu, cukup susah, bahkan khusus ke Dusun Gunung Banyak, relawan NU yang tergabung dalam Tim NU Peduli Semeru harus menggunakan motor karena jalannya tidak memungkinkan jika menggunakan roda empat. Tidak hanya susah tapi juga membutuhkan nyali. Betapa tidak, untuk sampai di tempat-tempat itu relawan NU harus melewati  sungai yang biasa dilalui lahar dingin dari Gunung Semeru.


Maka untuk menghindari bahaya lahar dingin, mereka menyiasatinya dengan melewati sungai tersebut di malam hari, sekitar pukul 22.00 WIB.


“Lahar dingin biasanya siang hari datangnya, maka kami pilih jam sepuluh malam,” tambahnya.


Meski demikian tidak ada jaminan, lahar dingin tidak datang di malam hari. Tapi apa boleh buat, bantuan harus disalurkan, dan mereka sangat membutuhkan itu. Bahayapun diterjang tak peduli nyawa taruhannya. Kata Ridwan, yang paling dicemaskan adalah jika letusan Gunung Semeru bersamaan dengan datangnya hujan lebat.


“Kalau itu terjadi, maka batu, pasir, dan material gunung lainnya akan mengalir ke bawah, jadi bencana bagi masyarakat,” ucapnya.


Selama ini, jalur sungai di kaki gunung Semeru itu, memang sering dilewati lahar dingin yang berasal dari Gunung Semeru. Bahkan sering terjadi truk-truk pengangkut pasir, terjebak di sungai itu karena tiba-tiba lahar dingin datang.


Lahar dingin Gunung Semeru meskipun berbahaya dan kerap menelan korban,  namun juga mendatangkan manfaat, yaitu melimpahnya pasir di sepanjang aliran sungai itu. Banyak warga yang mencari penghidupan dari sungai tersebut sebagai penambang pasir. Selama masih ada lahar dingin, pasti pasir tak akan pernah habis.


“Pasir Lumajang, cukup dikenal karena berkualitas tinggi, bahkan luar jawa juga ambil dari pasir Lumajang,” jelasnya.


Sementara itu, rekan Ridwan, Rahmat Ilahi menegaskan bahwa selesainya masa darurat bencana Semeru bukan berarti semuanya selesai. Sebab, semua korban terdampak, tentu membutuhkan pemulihan ekonomi, bahkan ada warga satu dusun yang tidak bisa bekerja apa-apa selama lima bulan karena asap belerang cukup menyengat melanda dusun itu.


“Sekarang pemerintah dan kita semua harus fokus pada pemulihan ekonomi mereka,” ucap Ketua MWCNU  Candipuro,Lumajang  itu.


Pewarta:  Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin