Nasional

LPBINU Dorong Penguatan Kesadaran Masyarakat tentang Penanggulangan Bencana

Sel, 15 Desember 2020 | 15:00 WIB

LPBINU Dorong Penguatan Kesadaran Masyarakat tentang Penanggulangan Bencana

Ketua LPBINU, Muhammad Ali Yusuf. (Foto: NU Online/Fathoni)

Jakarta, NU Online

Indonesia termasuk negara yang rentan terkena bencana alam. Setiap musim penghujan atau fenomena alam lain tiba, beberapa daerah di Indonesia terdampak banjir, longsor dan bencana-bencana lain yang merugikan masyarakat serta lingkungannya seperti baru-baru ini yang menimpa sejumlah daerah di Pulau Jawa. 


Ketua Lembaga Penanggulanagan Bencana dan Perubahan Iklim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBI PBNU) Muhammad Ali Yusuf mengatakan, pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait penanganan kebencanaan harus diperkuat. Pemahaman dan kesadaran ini penting agar bencana alam dapat dikendalikan di lingkungan masyarakat. 


“Kesdaran ke situ (pentingnya pemahaman dan kesadaran penanganan bencana) itu masih kurang,” kata Muhammad Ali Yusuf kepada NU Online, Selasa (15/12). 


Yang harus dipahami pula bahwa penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang sistematis. Terdapat beberapa aspek yang harus dipersiapkan agar penanggulangan bencana dilakukan secara optimal. 


Menurut Ali Yusuf, mencegah tidak terjadinya bencana di suatu daerah tidak hanya membutuhkan regulasi semata. Tetapi peningkatan kapasitas seperti kesadaran, pencegahan, penanganan dan pendanaan kebencanaan juga diperlukan.


“Contoh  kalau tidak ada dana, sama saja. Bagaimana mau menormalisasi sungai atau drainase kalau tak ada anggaran, masa masyarakat suruh iuran kan tidak mungkin,” tutur dia. 


Ketua Umum Humanitarian Forum Indonesia (HFI) ini menegaskan, perencanaan untuk menanggulangi bencana memang harus menjadi kebutuhan oleh semua komponen bangsa. Di lembaga-lembaga masyarakat atau di pemerintahan perencanaan menjadi hal yang setiap hari dibicarakan. 


Lagi-lagi, kata dia, kesadaran dan pemahaman lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat di Indonesia yang masih lemah terhadap masalah kebencanaan. 


“Sudah tahu masih lemah dibiarkan saja. Sehingga banjir lagi, longsor lagi,” ujarnya. 


LPBI mendorong adanya keseimbangan penegakan hukum dengan kapasitas kebencanaan. Misalnya saja, karena pemerintah menyadari betapa pentingnya mencegah terjadi bencana, lalu, pemerintah di desa menggunakan dana desa untuk  dibelanjakan alat-alat evakuasi warga dan membayar tim khusus penaggulangan bencana. 


Namun, jika hal ini belum dapat dilakukan, LPBI PBNU menyarankan agar pemerintah desa memaksimalkan gotong royong. Masyarakat harus digerakan agar menyadari bahwa di lingkungannya potensi bencana itu ada apalagi di musim-musim penghujan seperti saat ini.  


“Itu kalau yang murah yaa,” tutupnya. 


Pernyataan LPBI PBNU di atas untuk menanggapi catatan pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang mengungkap ada 2.000 bencana terjadi dari Januari hingga September 2020 tahun ini. 


Menurut BNPB itu, 99 persen bencana yang terjadi adalah bencana hidrometeorologi, seperti banjir, angin puting beliung, dan tanah longsor.  BNPB juga terus mewaspadai dampak La Nina yang saat ini sudah terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. 


Dampak La Nina itu antara lain angin kencang, longsor dan banjir. Baru-baru ini paling parah banjir dan longsor menimpa Kabupaten Cilacap Jawa Tengah dan 4 kabupataen di Provinsi Banten. Dua provinsi ini menjadi langganan terkena bencana alam, namun, sikap komponen bangsa seolah tidak begitu mempersoalkan seolah bencana adalah takdir yang tidak dapat ditanggulangi. 


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori

Editor: Fathoni Ahmad