Daerah

LBMNU DKI Jakarta Persoalkan Paham Keagamaan Kelompok ISIS

Ahad, 3 November 2019 | 18:30 WIB

LBMNU DKI Jakarta Persoalkan Paham Keagamaan Kelompok ISIS

Ilustrasi: bbc.co.uk.

Jakarta,NU Online
Lembaga Bahtsul Masail PWNU DKI Jakarta merumuskan bahwa semua golongan ISIS dan golongan yang anti-NKRI sudah masuk dalam kelompok di luar paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dan ahli maksiat. Dalam rumusan dari forum bahtsul masail, Ahad (27/10), mereka memberikan alasan mengapa kelompok ISIS menganut paham keagamaan di luar Aswaja.

Pertama, pengikut ISIS memberikan loyalitasnya (wala) kepada ISIS dan berlepas diri (bara) dengan NKRI. Mereka meyakini bahwa NKRI adalah thaghut. Padahal, menurut pandangan fiqih, Indonesia tidak dapat disebut thaghut karena Negara Indonesia memberikan kebebasan dalam mengekspresikan keyakinan (ibadah), serta berbagai urusan keagamaan melalui Kemenag, yaitu haji, umrah, pernikahan, wakaf, waktu Ramadhan dan lebaran, penanggalan, waktu shalat, dan yang lainnya, serta menghargai keyakinan dan ekspresi keberagamaan agama lain.

Dalam pandangan fiqih, Indonesia yang berasaskan Pancasila masuk dalam kategori darul mitsaq (Negara yang berdasarkan perjanjian sesama anak bangsa), sebagaimana Rasulullah SAW membangun Negara Madinah bersama para tokoh dari berbagai agama dan suku dengan mitsaqul Madinah (perjanjian Madinah).

Kedua, pengikut atau pun pendukung ISIS, adalah orang yang tidak taat, tidak mematuhi, dan bahkan mengingkari ideologi dan hukum negara. Padahal, taat kepada undang-undang, hukum, dan ideologi Negara dalam Islam bersifat wajib bagi seluruh rakyat (Surat An-Nisa ayat 59). Sementara kelompok ISIS meninggalkan kewajiban, dan bahkan mengingkari kewajiban.

Ketiga, mengajarkan kebencian dan menghalalkan kekerasan atas nama jihad. Karena itu, mereka harus bertobat dan mengupayakan diri untuk bertobat dari paham di luar Aswaja tersebut. Jika mereka melakukan indoktrinasi pemahamannya yang ekstrem itu, propaganda, rekrutmen, dan latihan perang (i’dad) serta merencanakan tindakan terorisme, maka mereka masuk ke dalam kategori bughat (pemberontak) yang harus diperangi.

Sebagaimana diketahui Islamic State of Irak and Suriah (ISIS) muncul di wilayah Irak yang sedang dianeksasi oleh Amerika Serikat dan sekutu dengan alasan menggulingkan Sadam Husein yang dianggap otoriter dan memiliki senjata pemusnah massal. ISIS tumbuh di wilayah Suriah karena konflik bersenjata antara oposisi dan pemerintah Bassar al-Asad.

ISIS didirikan oleh Abu Mus’ab al-Zarqawi pada tahun 2014 dan Abu Bakar al-Baghdadi sebagai Khalifahnya. Pendukung ISIS di Irak-Suriah datang untuk bergabung dari berbagai negara, tak terkecuali warga negara asal Indonesia (WNI).

Setidaknya ada empat golongan WNI yang ingin atau sudah bergabung dengan ISIS. Pertama, golongan yang sudah bergabung dan ikut berperang bersama ISIS di Irak-Suriah, yaitu Bahrumsyah, Bahrun Na’im, dan kawan-kawannya baik dari kalangan perempuan maupun anak-anak.

Kedua, mereka yang berhasil bergabung dengan ISIS, akan tetapi menyesal lantaran merasa tertipu oleh propaganda ISIS. Propaganda ISIS yang disampaikan melalui medsos yang mereka percayai menjanjikan, jika bergabung dengan ISIS, maka akan mendapatkan uang bulanan, beras, dan makanan. Hidup di ISIS digambarkan seakan seperti di surga. Keyataannya, hidup di ISIS terasa di neraka; hidup tidak tenang lantaran penuh dengan kekerasan dan peperangan, pelecehan seksual, perbudakan seks, pasar budak.

Ketiga, golongan yang tidak berhasil menembus wilayah perbatasan Turki, Irak, Suriah. Mereka hidup terlunta-lunta di wilayah perbatasan, dan tidak berhasil bergabung dengan ISIS. Keempat, golongan yang ingin bergabung dengan ISIS dan baru sampai di bandara, lalu dikembalikan lagi ke Indonesia.

Peserta yang hadir dalam Bahtsul Masail di antaranya, yaitu KH Mulawarman Hannase, KH Taufik Damas, Ustadz Mukti Ali Qusyairi, Ustadz Zen Ma’arif, Kiai Saepullah, Ustadz Roland Gunawan, Ustadz Ahmad Hilmi, Ustadz Faruq Hamdi, Ustadz Kam Taufiq, Ustadz Ade Pardiansyah, Ustadz Mohammad Khoiron, Ustadz Azaim, Ustadz Diki, Ustadz Fakhru Razi, Bapak Pradhana Adimukti, Ustadz Ahmad Fairuzabadi.
 

Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Alhafiz Kurniawan