Daerah

Libatkan Pesantren, BRG Sosialisasikan Tata Kelola Lahan Gambut

Kam, 19 Desember 2019 | 06:00 WIB

Libatkan Pesantren, BRG Sosialisasikan Tata Kelola Lahan Gambut

Deputi Bidang Sosialisasi Edukasi Partisipas dan Kemitraan BRG Myrna A Safitri saat memberikan arahan di Sosialisasi Pengolahan Lahan Gambut Tanpa Bakar di Pesantren Hidayatul Mubtadiin, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Kamis (19/12). (Foto: NU Online/Abdul Rahman Ahdori)

Kubu Raya, NU Online
Badan Restorasi Gambut (BRG) RI terus melakukan pertemuan dengan masyarakat yang berada di kawasan gambut, salah satunya di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Kegiatan ini semata untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait tata kelola lahan gambut yang baik dan benar. 

Sebagai lembaga pemerintah yang diberikan wewenang untuk merestorasi gambut di tujuh provinsi di Indonesia, BRG melakukan ragam cara agar ekosistem gambut dapat kembali pulih. Salah satu pendekatan yang dilakukan BRG yaitu pendekatan berbasis pesantren. 

BRG meyakini dengan melibatkan pesantren-pesantren yang ada di sekitaran lahan gambut, pengetahuan warga tentang bahaya membuka lahan dengan cara dibakar akan semakin meningkat.
  
Sebab dalam pertemuan itu, masyarakat diberikan pemahaman bahaya membuka lahan dengan cara dibakar serta dilatih mengelola lahan gambut menjadi lahan pertanian yang produktif. Kegiatan terjun ke masyarakat juga sebagai komitmen BRG ‘mengusir’ asap di Kubur Raya, Kalimantan Barat.

Deputi Bidang Sosialisasi Edukasi Partisipasi dan Kemitraan BRG RI, Myrna A Safitri menuturkan, Kabupaten Kubu Raya termasuk daerah yang setiap tahun terjadi kebakaran hutan. Peristiwa itu menyebabkan kerugian terhadap berbagai hal diantaranya berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat, lingkungan, dan perputaran ekonomi daerah. 

“Asap dari Kubu Raya ini tidak hanya berdampak kepada warga Kubu Raya saja tetapi dirasakan juga oleh pihak Bandara Supadio, Pontianak. Oleh karena itu penting mengelola lahan gambut dengan baik terutama di Kubu Raya,” kata Myrna A Safitri saat membuka kegiatan Sosialisasi Pengolahan Lahan Gambut Tanpa Bakar dalam rangka Sekolah Lapang Pertanian Berbasis Pesantren yang diselenggarakan BRG RI dan Pengurus Pusat Lembaga Pengembangan Pertanian (LPP) PBNU di Pesantren Hidayatul Mubtadiin, Kubu Raya, Kalimantan Barat, Kamis (19/12). 

Ia menjelaskan gambut merupakan ekosistem yang unik, sebab, hampir 80 sampai dengan 90 persen isinya adalah air. Gambut dapat memberikan manfaat untuk masyarakat jika dikelola dengan baik dan tepat. Namun, lanjutnya, karena keserakahan manusia lahan gambut dibuat parit atau kanal yang ukurannya melebihi batas sehingga airnya keluar begitu banyak. Akhirnya gambut tersebut menjadi kering kerontang saat musim kemarau tiba. Lalu gambut menjadi mudah terbakar dan merugikan banyak pihak termasuk masyarakat itu sendiri. 

“Jadi ini semua terjadi karena ulah manusia oleh sebab itu maka yang harus menyelesaikannya juga itu ya manusia,” tuturnya. 

Ditempat yang sama, Ketua PP LPP PBNU, Al Amin Nasution menegaskan, kerusakan lahan gambut merupakan bagian dari kerusakan alam. Berdasarkan data di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dari 360 hektare lahan gambut yang terbakar tahun 2018, kebakaran lahan gambut meningkat menjadi 600 sampai dengan 800 di tahun 2019. 

“Untuk itu salah satu tugas kita LPP PBNU adalah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar terdapat titik keseimbangan,” ungkapnya. 

Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Muchlishon