Daerah

Logo NU di Pesantren Siluman

NU Online  ·  Jumat, 6 Mei 2016 | 09:40 WIB

Subang, NU Online
Dalam mitologi Indonesia, Siluman identik dengan makhluk halus yang menakutkan. Siluman dalam berbagai cerita rakyat adalah makhluk halus yang tinggal dalam komunitas dan menempati suatu tempat. Namun di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Subang, nama Siluman dijadikan sebuah desa. Uniknya, desa yang terkesan “menakutkan” ini justru pernah mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai desa yang sadar hukum. Selebihnya, kesan “mistik”  yang melekat dari namanya itu redup sejak bangunan pesantren Nurul Hidayah berdiri.

Lokasi Pesantren Nurul Hidayah sekitar 5 KM dari Ibukota Kecamatan Pabuaran, jika ditempuh dari pusat Kecamatan dengan menggunakan kendaraan membutuhkan waktu kira-kira 10-15 menit, namun diperlukan sedikit kesabaran karena ada beberapa ruas jalan yang mengalami kerusakan.

Setiba di lokasi pesantren, bangunan yang disuguhkan adalah aula dan masjid yang terlihat mulai lusuh dimakan usia. Maklum saja, pesantren itu terhitung sudah tua karena didirikan sejak tahun 1960 oleh KH Sayuti Maksudi yang lahir pada tahun 1923 dan wafat tahun 2013. Kiai Sayuti merupakan salah seorang murid KH Mustahdi Abbas Buntet Pesantren Cirebon.

KH Mustahdi Abbas sendiri bisa dikatakan berperan dalam pendirian pesantren Nurul Hidayah, karena pada saat Kiai Sayuti selesai mondok di Buntet pada tahun 1952, Kiai Mustahdi mendorong Kiai Sayuti untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam di kampungnya.

Selanjutnya, di samping kiri masjid dan di samping kanan aula, ada sebuah rumah keluarga peninggalan Kiai Sayuti, rumah tersebut berbentuk panggung, sebagaimana bangunan rumah tempo dulu pada umumnya.

Dari rumah panggung inilah gedung Pesantren Nurul Hidayah akan terlihat jelas. Lokasi bangunan pesantren ini ada tiga gedung yang membentuk leter U, masing-masing gedung menghadap selatan, utara dan barat.

Ada sebuah keunikan dalam gedung pesantren yang menghadap ke selatan, dikatakan unik karena di tembok bangunan yang berlantai dua itu terpampang jelas logo Nahdlatul Ulama (NU) berukuran besar dengan tinggi sekitar 2 meter dan lebar 5 meter.
Selain itu, di semua pintu kobong yang berjumlah 6 buah, hampir semuanya dipasang bendera NU, namun mungkin karena jumlah bendera NU tidak sebanding dengan jumlah kobong, ada juga satu kobong yang memasang bendera GP Ansor.

"Logo NU di tembok itu dibuat oleh Kang Agus, dulu pada tahun 2006, kebetulan dia ahli kaligrafi, dia yang mendesain di tembok, baru kemudian dikondisikan sama tukang bangunan, hampir satu minggu membuatnya," ungkap Kiai Mujahid, putra bungsu Kiai Sayuti di sela-sela kesibukannya menerima tamu, Kamis (5/5) sore.

Kang Jahid, sapaan akrabnya, mengungkapkan, pembuatan logo itu dalam rangka mahabbahnya (kecintaan) Kiai Sayuti terhadap NU, bahkan ia mengingatkan kepada anak-anaknya untuk berperan dalam mengurus NU.

"Semasa hidupnya, Apa (panggilan Kiai Sayuti) selalu berpesan kepada anak-anaknya, jaga NU! Jaga NU! karena Apa termasuk salah seorang pelopor NU di Subang," tambah Kang Jahid yang saat ini dipercaya jadi Ketua Yayasan Nurul Hidayah.

Tidak heran jika sekarang ini semua putranya aktif menjadi pengurus NU atau pengurus Banom di tingkat Kecamatan Pabuaran.

Saat ini, walaupun kondisi bangunan pesantren sudah ada beberapa kerusakan material, namun para penerus Kiai Sayuti tetap istiqomah mendidik para santri yang berjumlah lebih dari 100 orang yang terdiri dari santri mukim dan kalong. (Aiz Luthfi/Zunus)