Daerah

Loloan, Kampung Tertua Jejak Islam di Bali

Jum, 25 Agustus 2017 | 09:27 WIB

Jembrana, NU Online
Loloan, kampung ikonik di salah satu pinggiran Kota Negara, Jembrana, Bali ini membutuhkan para pemuda yang dapat menjadi tulang punggung dari beban berat yang sedang dihadapi oleh masyarakat kampung Loloan.

Kampung ini terkenal dengan sejarah Islamnya yang penuh dengan perjuangan dan pembelajaran dari ulama berskala internasional dan nasional yang telah membangun pondasi kuat keagamaan bagi masyarakat muslim di Jembrana. 

Mentalitas pejuang yang tak kenal lelah yang telah dipupuk oleh eks pasukan Kesultanan Pontianak sebagai pembawa Islam pertama pada abad ke 17 di Jembrana yang telah disemai kepada anak cucunya yang berada di Loloan, dan kehebatan lain yang hanya akan menjadi dongeng pengantar tidur malam jika tidak diteladani oleh generasi penerus. 

Dan generasi itu sedang dibangun saat ini, oleh sekumpulan pemuda yang menamakan dirinya Gerakan Pemuda Loloan (GPL). Kiprah GPL sejak tahun 2016 ini sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari kondisi pemuda loloan yang "terseret" oleh pergaulan bebas. Laku gerak pemudanya tak lagi mewarisi mentalitas pendahulunya yang memiliki spirit kepedulian dan bangga akan warisan kebudayaan.

Oleh karenanya, Hasbil Ma'ani, inisiator yang sekaligus Ketua GPL ini mencoba untuk mengorganisir para pemuda Loloan untuk melakukan sesuatu, agar dapat mengambil peran dalam berkontribusi pada kampung Islam tertua di Bali Barat ini.

Awalnya, aktivitas GPL yang hanya terdiri dari 17 pemuda dari berbagai latar belakang ini, melakukan hal yang sedernaha namun bermanfaat. Salah satunya yang berjalan hingga kini adalah bantuan santunan kepada mereka yang membutuhkan.

Setelah semakin banyak pemuda yang bergabung, seiring dengan dukungan luas dari masyarakat loloan, GPL kini memiliki 4 Tim Kerja Taktis. Pertama Tim Loloan Foundation, dimana tim ini menyebar Celengan Amal kepada masyarakat yang berkecukupan, yang kemudian akan disalurkan kepada anak yatim, fakir miskin dan kepada siapapun yang layak dibantu.

Kedua, Tim Kajian Pojok Surau yang bergerak dibidang pengajian dan pengembangan budaya keislaman. Ketiga, Rumah Baca Loloan. Dimana Tim ini berusaha untuk dapat menfasilitasi dan menumbuhkan minat baca generasi loloan. 

Keempat Tim Public Relations. Tim ini lebih banyak bergerak diluar, utamanya mengusahakan terjalinnya kerjasama yang dapat menggerakan perekonomian masyarakat Loloan.

"Alhamdulillah keempat tim taktis GPL ini berjalan sesuai dengan harapan, walau belum bisa menyentuh terlalu jauh apa yang menjadi keinginan mendasar masyarakat Loloan," ujar Hasbil.

Ia pun menambahkan, satu hal yang terpenting dari gerakan sosial ini adalah mengubah mindset generasi muda. 

"Pemuda memiliki arti dan potensi penting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Bukan pemuda yang terkenal dengan balapan liar, mabok, pacaran, pencurian dan sebagianya," tegasnya.

Ke depan, Alumnus UIN Malang ini akan membentuk Tim yang khusus untuk mengkaji kesejarahan dan budaya Loloan. "Banyak peneliti yang datang kesini tertarik mencari tahu akan kampung Islam pertama dan keunikan budaya loloan, justru kita para generasi mudanya gak tau seluk beluk budaya sendiri," tandasnya.

Untuk diketahui, Loloan secara administratif terbagi menjadi dua Kelurahan, yakni Loloan Barat dan Loloan Timur. Kampung yang berpenghuni sekitar 1200 KK (kepala keluarga) ini berjarak sekitar 30 km dari Pelabuhan Gilimanuk dan kurang lebih 95 km dari Denpasar. 

Selain ritus budayanya yang berciri khas Bugis dan Melayu, masyarakat Loloan memiliki bahasa di mana mereka menyebutnya sebagai bahasa kampung, memadukan bahasa Melayu sebagai warisan nenek moyang dengan bahasa bali. Perpaduan ini terjadi secara alami dan menjadi khasanah akulturasi budaya yang unik. (Abraham Iboy/Fathoni)