Daerah

LPNU Temanggung Upayakan Konsumen Kopi Tidak Beralih ke Produk dari Luar

Ahad, 22 Maret 2020 | 09:30 WIB

LPNU Temanggung Upayakan Konsumen Kopi Tidak Beralih ke Produk dari Luar

Ketua PC LPNU Temanggung, H Marsudi (kanan) dan produk kopi kemasan (Foto: NU Online/Samsul Huda)

Temanggung, NU Online
Pengurus Cabang (PC) Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Kebupaten Temanggung, Jawa Tengah menggandeng para pekebun kopi untuk mengkonsilidasi para konsumen kopi agar tidak mengalihkan pilihannya pada komoditas kopi dari luar dengan selalu memperhatikan kualitas petik setiap masa panennya.
 
Ketua PC LPNU Temanggung H Marsudi mengatakan, aktivitas minum kopi dalam beberapa tahun terakhir tidak lagi sebagai kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan asupan tubuh pada raga setiap manusia, tetapi sudah bergeser ke trend dan gaya hidup di  kalangan masyarakat berusia muda hingga lanjut usia.
 
“Ini peluang bagi warga yang berkebun di lereng-lereng gunung seperti Temanggung yang sebagian besar nahdliyin dan santri, mereka mestinya memaksimalkan lahan itu untuk budi daya komoditas kopi yang selama ini masih dikelola secara tradisional, sehingga tidak memiliki nilai tambah yang tinggi saat panen,” kata Marsudi kepada NU Online di Temanggung, Sabtu (21/3).
 
Dikatakan, selama ini hasil panen kopi di Temanggung mencapai 100 ribu ton lebih, oleh para pekebun hasil panen langsung dijual kepada pengepul seharga Rp 4 ribu/kg sehingga menjadikan masyarakat enggan untuk melanjautkan profesi pekebun/petani kopi karena antara hasil panen tidak seimbang dengan kesulitan yang dilakukan para pekebun. 
 
Misalnya, posisi tanaman yang berada di ketinggian bukit dengan kemiringan yang curam menjadi problem tersendiri saat panen, belum lagi problem transportasinya, inilah yang memicu profesi ini mulai ditinggalkan.  LPNU  Temanggung akhirnya mengambil inisiatif untuk mengambil prakarsa membantu kesulitan itu.
 
“Lima tahun lalu saya berfikir, aktivitas ngopi bergerak menjadi trend masyarakat dan kopi menjadi kebutuhan dunia, lho kok penyedia bahan bakunya mau berhenti aktivitas,  akhirnya kami mengambil langkah radikal membeli hasil panen kopi dengan harga tinggi Rp 8 ribu/kg dan kami buka kafe ini,“ kata Marsudi saat ditemui di lokasi Wali Limbung Café (WLC), kafe miliknya yang berada di Dusun Mekarsari Karanggedong, Ngadirejo, Temanggung.
 
Tentu lanjutnya, kenaikan harga biji kopi itu harus diikuti dengan terjaminnya kualitas. Komitmen itu dipenuhi, sehingga masyarajat kembali bergairah untuk membudidayakan komoditas ini. Bersamaan dengan itu masyarakat di Temanggung, tak kercuali nahdliyin melirik peluang usaha kopi dengan membuka café.
 
"Saat ini di Temanggung terdapat lima puluh lebih café,  jenis kopi yang disajikan terbatas hanya kopi Temanggung, tidak ada produk dari daerah lain. Seakan menjadi sebuah kesepakatan, pengelola café bertekad mengkonsolidasi dan mengedukasi masyarakat untuk mencintai produk lokal," ujarnya.
 
“Inilah cara kami agar petani atau pekebun kopi tetap eksis bersama pelaku usaha lainnya, jangan sampai mata rantai kekuatan ekonomi lokal ini terpotong dari luar, harapannya justru sebaliknya kami akan ekspansi keluar, saat ini buyer dari luar mulai melirik membeli biji kopi Temanggung,” imbuhnya.
 
Pangsa pasar kopi Temanggung, ujarnya masih terbuka lebar. Komunitas pesantren mulai dari santri, kiai hingga alumni dan jaringannya yang  memiliki gaya hidup akrab dengan minuman kopi adalah pangsa pasar yang belum tergarap. Karena kultur, mungkin mereka kurang akrab dengan suasana minum kopi di cafe.
 
Dikatakan, terhadap komunitas pesantren akan disentuh melalui strategi jemput bola, misalnya dihadirkannya kopi dalam kemasan sachet (kemasan ukuran kecil untuk sekali minum) dirasa lebih praktis dan bisa dinikmati tanpa mengenal tempat sesuai dengan tradisi yang berlaku di pesantren.
 
“Sebagai nahdliyin kami ingin kopi yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dengan pesantren, bisa menjadi salah satu pemicu tumbuhnya aktivitas perekonomian pesantren dan NU," ungkapnya.
 
Karena itu lanjutnya, NU bersama pemegang otoritas perlu bersinergi untuk bersama-sama melakukan penguatan ekonomi pesantren atau ekotren yang tanggguh, hal ini bisa terwujud kalau terjadi sinergitas antarpesantren dan jaringannya.
 
Kontributor: Samsul Huda
Editor: Abdul Muiz