Daerah

Melihat Tradisi Suluk Ramadhan di Dayah Darussalam Labuhan Haji Aceh

Sel, 11 Mei 2021 | 04:00 WIB

Melihat Tradisi Suluk Ramadhan di Dayah Darussalam Labuhan Haji Aceh

Tujuan penutup muka saat tawajuh untuk menundukkan pandangan saat berjalan atau berada di tempat umum. Ketika surban menutup kepala, mata tidak bisa melihat ke kiri dan kanan, justru hanya bisa menunduk dan menatap ke arah kaki. (Foto: Helmi Abu Bakar)

Aceh Selatan, NU Online

Salah satu ibadah yang sering dilakukan masyarakat Aceh selama Ramadhan di dayah atau Balee Pengajian adalah suluk. Ibadah suluk ini merupakan implementasi dari Tarekat Naqsyabandiah. Jamaah meyakini, Rasulullah SAW juga pernah melakukannya ibadah tersebut.

 

Dengan khalwat Nabi SAW di Gua Hira, khususnya, menjadi rujukan utama bagi para salik sebagaimana ditegaskan para ulama bahwa kaum sufi yang menyucikan dirinya dalam khalwatnya itu. Sealin itu juga mengambil contoh teladan atas amal-amal mereka dalam khalwat, suluk dan tarekat, dan bermacam-macam sistem yang lain: khalawat dan tahannust Nabi di Gua Hira’, sampai terbuka hijab kegaiban oleh kemurnian jiwa.

 

Realisasi suluk di Aceh ada 40 hari, 30 hari, 10 hari baik bulan Syakban, Ramadhan, Rabiul Awal dan Zulhijjah. Fenomena ini sangat terasa di Dayah Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan. Dayah Darussalam di Gampong Blang Poroh, Kecamatan Labuhan Haji Barat, Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu dayah tertua yang masih aktif di Aceh saat ini. Didirikan oleh ulama kharismatik Syekh H Abuya Muhammad Waly Al Khalidi yang tersohor dengan panggilan Syekh H Abuya Muda Waly sekitar tahun 1940.

 

Kegiatan ibadah suluk di Dayah Darussalam telah menjadi rutinitas sejak masa Abuya Muda waly Al-Khalidy hingga saat ini. Kepemimpinan Dayah dan ibadah suluk pascakepergian Abuya Muda Waly dilanjutkan putra Abuya Mudas Waly secara bergilir.

 

Tahun ini ibadah suluk di bawah naungan Al-Mursyid Abuya Mawardi WWaly berjalan lancar dan dipenuhi antusias masyarakat dari berbagai daerah di Aceh berdatangan untuk melaksanakan ibadah suluk dengan jumlah yang bervariasi. Namun para jamaah suluk di tengah pandemi tetap mematuhi prokes sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah.

 

Hal ini sebagaimana diungkapkan Tgk Safriadi salah seorang guru senior Dayah Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan, Senin (10/5). Sosok yang akrab disapa Tgk Edy itu mengatakan dalam pelaksanaan suluk ada adab dan syarat-syarat yang harus ditaati oleh salik atau orang yang melakukan ibadah suluk.

 

Berkaitan dengan syarat dan aturan suluk itu biasanya dijelaskan secara detil oleh mursyid atau khalifah yang ditunjuk oleh Al-Mursyid (pemimpin suluk). Salah satu diantaranya jamaah suluk melakukan mandi taubat sebelum memasuki ritual suluk dan dipastikan calon salik harus mengambil ijazah tarekat Naqsyaandiyah.

 

"Ritual dalam ibadah suluk fokus kepada ibadah baik itu zikir rutin, qadha shalat, shalat sunah, shalat berjamaah dan beragam ibadah lainnya sebagaimana yang telah ditetapkan mursyid yang dibantu para khalifah, munafis juga wakil mursyid," kata pria kelahiran Aceh Utara itu.

 

Ia mengatakan, dalam suluk ada beberapa tingkatan pelajaran yang diajarkan mursyid secara berjenjang mulai dari isim zat, lathaif sembilan, lathaif sebelas, Nafi Isbat, wukuf, muraqabah mutlak, muraqabah af'al, muraqabah ma'iyah dan tahlil dengan tujuh tingkatan.

 

Lebih lanjut Tgk Safriadi menyebutkan selama bersuluk para salik, segala kegiatan yang berhubungan dengan suluk dalam realisasinya dibantu oleh khadim. Para khadim ini mengatur makanan dan mensterilkan makanan tidak berdarah sebagai pantangan selama suluk. Khadim juga membangunkan jamaah salik untuk disipilin dalam beribadah tepat waktu baik siang maupun malam, juga ikut membantu hal lain yang berkaitan dengan keperluan jamaah suluk. Salik hanya fokus beribadah dan berzikir selama suluk sedangkan hal lainnya sudah ditandatangani khadim mengurusinya.

 

Suluk di Darussalam Labuhan Haji bukan hanya fokus kepada riyadhah batiniah via dzikir suluk, namun juga diajari ilmu syariat yang diajari oleh para guru atau khalifah yang ditunjuk mursyid.  Baik siang maupun malam juga ada riyadhah badaniah. Realisasi riayadhah badaniah ini semacam olahraga ringan dengan mengambil pasir atau batu di pesisir laut yang tidak jauh dari Dayah Darussalam. Kegiatan riaydhah badaniyah ini disesuaikan dengan  kondisi kebutuhan pembangunan, namun minimal seminggu ada beberapa kali yang dilaksanakan selepas tawajuh dan pengajian subuh.

 

Uniknya semua shalat sunah dilaksanakan berjamaah dan tentunya ini untuk menumbuhkan semangat dalam beribadah. Agenda kegiatan ibadah suluk di Labuhan Haji malam harinya shalat Isya dan Tarawih berjamaah pukul 22.30 WIB dan selesai sekitar pukul 01.30 WIB hari berikutnya bersamaan dengan tawajuh. Setelah istirahat para khadim membangunkan jamaah salik untuk tahajud berjamaah sekitar pukul 03.30 WIB.

 

Setelah shalat Subuh berjamaah, dilakukan wirid dan tawajuh serta pengajian rutin. Kegiatan pengajian dan tawajuh menjadi agenda tetap selama suluk. Waktu Dhuha selepas riyadhah badaniyah dilakukan berjamaah. Selepas ini biasanya salik melakukan tawajuh sendirian di dalam kelambu atau bilik dan selanjutnya istirahat hingga tibanya waktu shalat Dhuhur yang akan dibangunkan para khadim. Biasanya shalat Dhuhur dan Ashar ini para jamaah suluk kegiatan ibadahnya lebih banyak di mushala, terlebih adanya pengajian setelah tawajuh Dhuhur menjelang Ashar.


Biasanya khadim sudah siaga membangunkan jamaah suluk jelang azan Dzuhur. Para jamaah suluk kembali melaksanakan shalat serba berjamaah baik sunat sebelum Dzuhur, kemudian dilanjutkan shalat Dzuhur, lalu dilanjutkan dengan shalat qada Dzuhur, baru ditutup dengan shalat sunah sesudah Dzuhur dan shalat Taubat. Selanjutnya dilanjutkan dengan zikir bersama, samadiah dan tawajuh. Begitu juga di waktu Ashar.

 

Berkaitan dengan aktivitas suluk, salah seorang yang pernah salik di Dayah Labuhan Haji Tgk Ibnu Abu Bakar mengatakan saat tawajuh, para jamaah menutup semua kepala hingga wajah menggunakan surban. Semua itu dilakukan agar para jamaah benar-benar kusyuk berdzikir dan mengingat Allah, tanpa terganggu pandangan dari luar. Tawajuh merupakan bagian dari implementasi ibadah suluk sebagai ibadah menghadapkan diri dan membulatkan hati lahir batin kepada Allah. Ini dilakukan beberapa kali sehari semalam usai melaksanakan shalat fardhu dan tarawih. 

 

"Tujuan penutup muka saat tawajuh untuk menundukkan pandangan saat berjalan atau berada di tempat umum. Ketika surban menutup kepala, mata tidak bisa melihat ke kiri dan kanan, justru hanya bisa menunduk dan menatap ke arah kaki. Surban penutup kepala juga sangat diperlukan ketika mereka sedang berzikir. Dalam bahasa sufi disebut tawajuh. Jamaah tawajuh akan duduk menghadap kiblat sambil berzikir sesuai tuntunan mursyid," sambung kandidat doktor UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu.

 

Selama suluk di bulan Ramadhan, tawajuh dilakukan sebanyak empat kali di dalam waku 24 jam, yaitu setelah shalat Subuh, Dzuhur, Ashar dan terakhir usai shalat Tarawih. Jika sudah mengikuti suluk, para jamaah tidak bisa sembarangan mengonsumsi makanan, ada pantangan-pantangan tertentu yang harus diikuti.

 

Begitulah jihad para salik dengan segala aktivitasnya selama bersuluk. Biasanya salik yang baru pertama mengikuti suluk merasa berat menjalaninya. Namun, salik yang sudah terbiasa dengan suluk, seolah-olah mereka ingin selamanya bersuluk sepanjang hayat karena mendapatkan kelezatan berzikir, nikmatnya beribadah dan mesranya dalam bersuluk hingga ketentram jiwa menghampirinya. Sudahkah kita bersuluk?

 

Kontibutor: Helmi Abu Bakar
Editor: Kendi Setiawan