Daerah

Menengok Peringatan Maulid Nabi di Kampung Islam Bali

Jum, 13 November 2020 | 02:15 WIB

Menengok Peringatan Maulid Nabi di Kampung Islam Bali

Maulid Nabi di gedung baru Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Hidayah Candikuning, Tabanan, Bali, Kamis (12/11). (Foto: Istimewa)

Tabanan, NU Online
Kondusivitas kehidupan umat beragama di Indonesia, patut disyukuri. Kaum minoritas terlindungi dan mendapat  pengayoman dari kaum mayoritas. Di Jawa misalnya, umat Kristiani dan non Muslim lainnya, mendapat perlindungan dari umat Islam selaku warga mayoritas sehingga  bebas menjalankan kegiatan agamanya.

 

Demikian juga di Bali, umat Islam yang merupakan minoritas memperoleh perlindungan dari kaum mayoritas, umat Hindu. Contohnya adalah Kampung Islam yang berada di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Mereka hidup rukun dengan umat non Muslim di sebelahnya. Bahkan di saat-saat tertentu mereka saling berbagi makanan.


Dalam momentum peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini misalnya,  Kampung Islam tersebut juga melaksanakannya. Acara yang digelar di gedung baru Madrasah Ibtidaiyah (MI)  Al-Hidayah Candikuning, Kamis (12/11) itu, dikhususkan untuk kaum Hawa.


“Memang Maulid Nabi ini khusus ibu-ibu agar para ibu tidak hanya membuat kebuli tapi juga berkesempatan ikut membaca Maulid Nabi dan Barzanji,” ujar ketua panitia Maulid Nabi, Aida Lubna di sela-sela acara.


Sebenarnya  pembacaan Barzanji secara bergiliran oleh kelompok pengajian Fatayat NU sudah dilakukan sejak beberapa  waktu lalu. Puncaknya  adalah Maulid Nabi di Kampung Islam di Desa Candikuning tersebut. Sehingga peringatan Maulid Nabi ini berjalan cukup meriah karena juga dihadiri oleh beberapa kelompok pengajian, para sepuh ibu-ibu, dan semua guru perempuan yang ada di Kecamatan Baturiti.


“Kami ingin merajut persatuan kampung (Islam). Walaupun kita berbeda kelompok pengajian, tapi menumbuhkan cinta pada Nabi dan meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW adalah sebuah keharusan,” ujar Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Fatayat NU Baturiti, Aminatun Hasanah.


Tidak hanya sekadar membaca Barzanji, tapi dalam kesempatan itu juga dilakukan apa yang disebut dengan Ngurisang. Yaitu memotong rambut para muallaf (orang yang masuk Islam) perempuan.  Ngurisang yang biasanya dilakukan oleh kaum lelaki, kali ini dilakukan oleh perempuan. Sebetulnya Ngurisang adalah tradisi potong rambut bayi yang baru lahir sebagai tanda syukur atas karunia Allah berupa bayi.


Tapi di Bali, Ngurisang juga dipraktikkan untuk para muallaf. Sebab, posisi muallaf dianggap sama dengan bayi yang baru lahir, putih dan bersih dari dosa.


“Muallaf sama dengan bayi baru lahir, tanpa dosa,” tutur Aminatun Hasanah.


Sementara itu, dalam tausiyahnya, Yuliyatul Fitriyah mengajak seluruh hadirin banyak-banyak membaca shalawat sebagai salah satu bentuk cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Membaca shalawat, katanya, ringan di lidah tapi berat di timbangan (pahala).


“Allah dan Malaikat bershalawat kepada Nabi Muhammad. Para Nabi juga begitu, masak kita tidak (membaca shalawat),” jelasnya.


Selain itu, bentuk cinta umat Islam kepada Nabi Muhammad SAW adalah meneladani akhlaknya. Sebab, misi utama beliau diutus ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Menurut Yuliyatul Fitriyah, kehadiran Nabi Muhammad yang membawa agenda utama perbaikan akhlak, sangat logis dan penalarannya mudah. Sebab, ternyata kehancuran suatu bangsa, pemicu utamanya adalah hancurnya akhlak.


“Orang yang tak punya akhlak, dia bisa jadi apapun, bisa berbuat apapun, mulai perbuatan mesum hingga kriminal. Karena itu, mari Maulid Nabi ini kita jadikan momentum untuk memperbaiki akhlak kita, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia ,”  ulas Koordinator Bidang Dakwah PAC Fatayat NU Baturiti, Tabanan itu.


Perayaan Maulid Nabi tersebut tetap dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan, yaitu  mengukur suhu tubuh, mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak.  Kegiatan itu ditutup dengan penampilan Qosidah An-Nur Candikuning dan bagi bagi berkat kebuli, telor dan buah.


Pewarta:  Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin