MES Jember Apresiasi Upaya Kopontren Ihya’us Sunnah Bebaskan Warga dari Pengijon
Senin, 17 Agustus 2020 | 04:30 WIB
Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jember, H Babun Suharto saat memberikan sambutan dalam peresmian Gudang Pabrik Kopi BIKLA di Dusun Sumbercanting, Desa Tugusari, Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Ahad (16/8). (Foto: NU Online/Aryudi AR)
Aryudi A Razaq
Kontributor
Jember, NU Online
Hingga saat ini pembiayaan sistem ijon masih menjadi alternatif bagi sebagian masyarakat dalam mendanai kegiatan pertaniannya. Walaupun sistem ijon cukup memberatkan, tapi tetap jadi solusi di tengah minimnya sumber pendanaan . Namun di Desa Tugusari, Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, sistem ijon pelan-pelan ditinggalkan.
Adalah Imam Bukhari yang mendorong masyarakat agar menjauh dari sitem ijon dengan mendirikan pabrik kopi. Melalui Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Ihya’us Sunnah, ia merintis pemberantasan sistem ijon yang kerap dipakai petani dalam menggarap tanaman kopinya. Caranya ia membeli kopi warga dengan harga lebih tinggi Rp3000/kilogram dari harga biasanya (pengijon).
“Usaha yang dilakukan Ustadz Bukhari laik kita apresiai,” ujar Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jember, H Babun Suharto saat memberikan sambutan dalam peresmian Gudang Pabrik Kopi Barokah Ibrahimy Kopi Lereng Argopuro.(BIKLA) di Dusun Sumbercanting, Desa Tugusari, Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Ahad (16/8).
Menurut A’wan Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur itu, sistem ijon sesungguhnya mencekik leher masyarakat. Cara kerjanya adalah pengijon memberi pinjaman uang kepada petani untuk keperluan membiayai produksi pertaniannya. Nanti saat panen, petani harus menjual hasil panennya kepada pengijon, tentu dengan harga miring. Yang menentukan harga bukan lagi petani, tapi pengijon.
“Meski demikian, sistem ijon tetap disukai karena petani tidak punya pilihan lain untuk mendapatkan dana dengan mudah dan cepat,” terang H Babun yng juga Rektor IAIN Jember itu.
Namun kehadiran Kopontren Ihya’us Sunnah dengan pabrik kopinya, diharapkan dapat meretas jalan bagi terbebasnya petani dari sistem ijon. Diakui oleh H Babun, memang tidak gampang untuk memberantas kebiasaan tersebut, karena proses pencairan dana pengijon cukup mudah, cepat, dan tidak ruwet.
“Masyarakat butuh yang praktis, tidak berbelit-belit untuk medapatkan uang,” ungkapanya.
Salah seorang wirausahawan, H Fathurrahman berharap agar kehadiran pabrik kopi merk BIKLA yang dirintis oleh Imam Bukhari dapat menjadi momentum untuk bangkitnya perekonomian masyarakat yang nyaris mati suri akibat diterjang virus Corona.
“Saya yakin ekonomi masyarakat bangkit, dan dari sinilah kita berharap bisa dimulai,” harapnya.
Alumnus Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Dusun Sukorejo, Desa Sumberejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo tersebut menegaskan bahwa saat ini ekonomi masyarakat masih terpuruk akibat terdampak kehadiran virus Corona. Karena itu, usaha apapun yang terkait dengan pemberdayaan ekonomi, perlu mendapat perhatian pemerintah.
“Karena orang seperti Ustadz Imam Bukhari itu termasuk sosok yang kreatif, dan mampu menggairahkan ekonomi masyarakat,” pungkkasnya.
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Abdul Muiz
Terpopuler
1
Kronologi Penembakan terhadap Guru Madin di Jepara Versi Korban
2
Silampari: Gerbang Harapan dan Gotong Royong di Musi Rawas
3
Respons Pergunu soal Wacana Guru ASN Bisa Mengajar di Sekolah Swasta
4
Hukum Mengonsumsi Makanan Tanpa Label Halal
5
Sejarah Baru Pagar Nusa di Musi Rawas: Gus Nabil Inisiasi Padepokan, Ketua PCNU Hibahkan Tanah
6
NU Peduli Salurkan Bantuan Sembako kepada Pengungsi Erupsi Lewotobi
Terkini
Lihat Semua