Daerah

Meugang, Tradisi Berbagi Daging Jelang Ramadhan dan Hari Raya di Aceh

Sen, 12 April 2021 | 02:30 WIB

Meugang, Tradisi Berbagi Daging Jelang Ramadhan dan Hari Raya di Aceh

Tradisi meugang di wilayah Aceh. (Foto: Ruang Negeri)

Banda Aceh, NU Online
Salah satu tradisi masyarakat Aceh jelang Ramadhan dan Idul Fitri hingga Idul Adha adalah meugang. Istilah tersebut terkadang disebut juga dengan makmeugang dan bukan lagi hal yang asing di kalangan masyarakat setempat.

Hal ini sebagaimana disampaikan Tgk Asnawi M Amin, Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Aceh jelang hari meugang tahun ini kepada NU Online, Ahad (11/4).

Tgk Asnawi yang telah lama merantau dan menetap di Kota Banda Aceh mengatakan meugang merupakan tradisi memasak daging dan menikmati bersama kelurga. Banyak ragam masakan yang diolah menggunakan bahan daging pada suasana tersebut. Saat acara diawali dengan pemotongan sapi, kerbau ataupun kambing. Sebagian masyarakat juga ada yang membeli daging untuk mengolah dalam memenuhi tradisi ini.

Menurutnya, sejarah meugang diawali pada masa kerajaan Aceh dengan memotong hewan dalam jumlah yang banyak dan dibagikan secara cuma-cuma kepada masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai rasa syukur dan terima kasih atas kemakmuran Aceh.

Saat ini tradisi meugang terus dilakukan oleh masyarakat Aceh. Dan terkait hal ini mendapat dukungan dan berharap kearifan lokal terus dijaga kelestariannya.

"Tradisi meugang sudah ada sejak masa kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke-16 masehi,” katanya.

 

Sampai saat ini, tradisi tersebut masih dipertahankan oleh masyarakat Aceh. Tidak mungkin tradisi meugang dilarang, karena sayang juga kepada pedagang sapi yang sudah jauh-jauh hari merencanakan meugang ini. Dan ini merupakan momen warga memotong sapi dan menjualnya.

 

Kebulatan tekad untuk menjaga tradisi tersebut semakin kukuh lantaran tradisi meugang juga tertulis dalam Qanun Al-Asyi pada masa Kerajaan Aceh Darussalam.

Pria yang pernah memimpin Gerakan Pemuda (GP) Ansor Aceh itu menjelaskan bahwa tradisi juga memberi kesempatan kepada para dermawan untuk bersedekah kepada para fakir, miskin, duafa, dan lainnya.

 

“Hal itu agar mereka mendapatkan hak yang sama dalam menyambut Ramadhan,” tegasnya.

 

Meugang adalah tradisi sakral di Aceh yang harus dilaksanakan sebelum Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha. Selanjutnya, putra kelahiran Ulee Glee Pidie Jaya itu menyebutkan bahwa tradisi itu juga mempunyai nilai sosial yang tinggi.

 

“Sebab dengan tradisi sama-sama makan daging ini seakan masyarakat Muslim Aceh menyatukan rasa kebersamaan dan kekompakan dalam menyambut bulan Ramadhan yang penuh berkah,” jelasnya.

Dalam pandangannya, ada nilai-nilai tradisi positf di balik pelaksanaan meugang. Yakni selain pemotongan sapi dan menyantap hasil olahan daging, juga nilai religius.

 

“Karena kebiasaan masyarakat melakukan tradisi meugang pada saat akan datangnya bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha,” terang dia.

Menurutnya, kebiasaan ini sebagai kearifan lokal yang bernilai religi dan bukanlah perkara bid'ah mumkarah sebagaimana dianggap sebagian orang.

 

“Dalam tradisi meugang ada nilai bersedekah atau saling berbagi satu sama lain yakni kepada orang yang kurang mampu dan fakir miskin. Hal ini dilakukan agar semua dapat merasakan tradisi meugang dan juga memperoleh pahala dari Allah SWT," urainya.

Tgk Asnawi mengatakan di balik meugang juga terdapat nilai kebersamaan dan gotong royong. Karena dalam tradisi ini, biasaya hewan yang dipotong akan dibersihkan dan dibagikan dagingnya secara bersama.

 

“Selain itu juga kebersamaan terjadi dalam keluarga karena biasanya sanak saudara yang merantau akan pulang untuk bersama merayakan meugang bersama keluarga di kampung halaman,” pungkasnya.

 

Kontributor: Helmi Abu Bakar

Editor: Ibnu Nawawi