Daerah

Muslim Milenial Ujung Tombak Gerakan Islam Moderat

Ahad, 29 September 2019 | 05:30 WIB

Muslim Milenial Ujung Tombak Gerakan Islam Moderat

Suasana Kajian Islam Milenial di Masjid Besar Al-Barokah, Kalisat, Sabtu (28/9) malam. (Foto: NU Online/Aryudi AR).

Jember, NU Online

Anak-anak muda muslim milenial adalah pilar gerakan Islam wasathiyah (moderat) untuk saat ini dan di masa yang akan datang. Merekalah kelak yang akan memainkan peranan penting dalam mewujudkan Islam yang ramah.

 

Demikian diungkapkan oleh Sekretaris Pengurus Anak Cabang (PAC) ISNU Kalisat, Kabupaten Jember, Jawa Timur, M Khotib saat menjadi narasumber dalam Kajian Islam Milenial di Masjid Besar Al-Barokah, Kalisat, Sabtu (28/9) malam.

 

Menurutnya, Islam wasathiyah merupakan konsep berislam yang semakin dibutuhkan oleh bangsa Indonesia di tengah maraknya prilaku eksklusif sebagian muslim yang cenderung mengabaikan kebersamaan dan toleransi. Di sisi lain, kelompok radikal yang menyalahtafsirkan dalil-dalil agama sebagai alat propaganda, tak pernah lelah bergerak di tengah-tengah masyarakat.

 

“Itu semua butuh peran kita, peran generasi muda Muslim untuk menetralisir pemahaman yang salah itu,” ujarnya.

 

Ia menambahkan, kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan. Sebab ternyata gerakan radikal dan prilaku eksklusif yang merasa benar sendiri tak pernah mati meskipun organisasi yang menaunginya telah bubar. Hal ini terlihat dengan kasat mata dari berbagai aksi unjuk rasa yang ternyata melibatkan mereka sebagai sponsor utamanya.

 

“Ini harus dan wajib menjadi perhatian kita semua. Sebab mereka terus bergerak di manapun berada. Ini bahaya karena mengancam NKRI, persaudaraan dan kedamaian kita semua,” lanjutnya.

 

Oleh karena itu, Khotib berharap agar IPNU, IPPNU, Pagar Nusa dan Remaja Masjid NU harus bergerak secara sinergis untuk merangkul anak-anak muda dan komunitas-komunitas remaja. Mengarahkan mereka agar tidak mudah terpapar oleh propaganda yang menyesatkan itu.

 

“Mereka (anak-anak muda dan komunitas-komunitas remaja), sesungguhnya tergantung dengan siapa bergaul. Kalau lingkup pergaulannya dengan kelompak intoleran, ya mereka jadi intoleran, merasa benar sandiri dan sebagainya,” tegasnya.

 

Khotib menegaskan, tidak ada salahnya mereka dicoba diajak bergabung dalam shalawatan yang dikemas dengan sedikit modern, atau majelis dzikir milenial. Jika selama ini majlis dzikir identik dengan peserta yang sudah berusia setengah baya, maka ke depan kesan itu harus diubah.

 

“Majlis dzikir harus dipenuhi oleh anak muda yang menyemai ajaran cinta kasih dan kedamaian,” pungkasnya.

 

Pewarta: Aryudi AR

Editor: Ibnu Nawawi