Daerah

Muslim yang Baik Otomatis Pancasilais

Ahad, 23 Agustus 2020 | 08:30 WIB

Muslim yang Baik Otomatis Pancasilais

Ketua LTNNU Jember, Muhammad Fauzinuddin Faiz (tengah) dalam sebuah acara di IAIN Jember. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online
Dalam beberapa tahun terakhir ini pertanyaan yang mempertentangkan Al-Qur’an dengan Pancasila kerap kali mengemuka. Pertanyaan tersebut intinya adalah menggiring  opini masyarakat untuk menyimpulkan bahwa Pancasila tidak sesuai dengan Al-Qur’an. Atau setidaknya masyarakat menjadi ragu tentang kesesuaian Pancasila dengan Al-Qur’an.


“Padahal, keduanya tidak bertentangan, baik secara konsep maupun praktis,” ujar Muhammad Fauzinuddin Faiz saat  menjadi narasumber dalam Seminar Kebangsaan yang digelar secara virtual di Jember, Jawa Timur, Sabtu (22/8) malam.


Menurut Ketua LTNNU Jember itu, dalam tataran praktis kehidupan, Muslim Indonesia memikul dualisme identitas. Yaitu sebagai muslim yang harus mengamalkan Al-Qur’an. Katanya, dalam bermu’amalah dan menjalani kehidupan, perilaku seorang muslim sudah dibingkai dalam sebuah aturan yang secara global termaktub dalam Al-Qur’an.


“Kehidupan seorang muslim, baik dalam bergaul, menjalani aktivitas dan beribadah, tak boleh keluar dari aturan Al-Qur’an,” jelasnya.


Namun di sisi lain, sebagai warga  negara Indonesia, seorang muslim juga harus tunduk pada Pancasila. Artinya segala tindakannya tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Lalu pertanyaannya, lanjut Faiz, bagaimana  cara seorang muslim memposisikan diri sebagai orang yang harus tunduk kepada Al-Qur’an, dan sebagai warga negara Indonesia yang harus patuh kepada Pancasila?


“Bagi kita, jawabannya jelas: menjadi seorang muslim yang baik otomatis sudah menjadi seorang yang Pancasilais,” jelasnya.


Namun demikian, hal tersebut mesti dicari penalarannya hingga menghasilkan kesimpulan bahwa Al-Qur’an berkesusaian dengan Pancasila. Untuk memahami teks Al-Qur’an harus mempertimbangkan konteks, baik di mana Al-Qur’an diturunkan maupun ruang di mana akan diaplikasikan.


“Hal tersebut meniscayakan untuk tidak buta  terhadap konteks dan realitas sosial yang kita hadapi,” terang  Faiz.


Dosen IAIN Jember tersebut menegaskan bahwa penafsiran Al-Qur’an tidak mungkin memberikan  perubahan tanpa melibatkan konteks partikular di mana Al-Qur’an akan difungsikan. Katanya, Nabi Muhammad dalam menafsirkan dan mengaktualisasikan Al-Qur’an sangat mempertimbangkan nilai-nilai lokalitas.


“Sehingga seyogyanya pada penafsiran dan pengaplikasian (Al-Qur’an) konteks keindonesiaan  mengikuti cara beliau, yaitu melibatkan  dan mempertimbangkan nilai-nilai, kultur, dan adat istiadat bangsa Indonesia,” terangnya.


Ia menambahkan, bangsa ini mempunyai sejarah dan nilai-nilai yang penting dipertimbangkan dalam memproduksi pemahaman-pemahaman  Al-Qur’an. Karena itu, siapapun yang coba-coba memahami Al-Qur’an tanpa mengindahkan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, atau bahkan menutup mata untuk melihat realitas kultur lokal bangsa, sesungguhnya dia sudah tidak mengikuti cara Nabi Muhammad dalam mengamalkan Al-Qur’an.


“Sebaliknya dia sedang melakukan pemaksaan makna terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang ujung-ujungnya menjadikan Al-Qur’an tak lagi memperbaiki keadaan di segala ruang dan waktu,” urainya.


Dikatakan Faiz, Pancasila adalah sebuah keniscayaan ideologi bangsa. Sedangkan Al-Qur’an sebagai sumber utama dan pertama yang harus diaktualisasikan dengan melibatkan nilai-nilai Pancasila. Yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut merupakan konteks dan tujuan yang ingin dicapai bangsa Indonesia.


“Itulah yang dimaksud dengan mendialogkan teks (Al-Qur’an) dan konteks (bangsa Indonesia). Bukan bermaksud menundukkan Al-Qur’an di bawah bayang-bayang Pancasila, tetapi yang pasti  Al-Qur’an tetap menjadi sumber utama, sedangkan Pancasila sebagai wadah mengaktualisasikan nilai-nilai Al-Qur’an,” pungkasnya dalam seminar yang digelar oleh Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi IPNU-IPPNU  IAIN Jember tersebut.


Pewarta: Aryudi AR
Editor: Abdul Muiz