Daerah

Perbedaan Sunnatullah, Kebersamaan adalah Keniscayaan

Ahad, 3 Januari 2021 | 02:00 WIB

Perbedaan Sunnatullah, Kebersamaan adalah Keniscayaan

Ketua FKUB) Jember Jawa Timur, Gus Abdul Muis Shanhaji (paling kiri) dan tokoh agama Kristen Jember, Ignatius Sumarwiyadi saat diskusi di Forum Sila Emas. (Foto: NU Online/Aryudi A Razaq)

Jember, NU Online
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jember Jawa Timur, Gus Abdul Muis Shanhaji menekankan pentingnya umat antar agama untuk selalu merajut kebersamaan. Sebab kebersamaan adalah modal sekaligus pilar bangsa Indonesia dalam menjaga kekokohan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).


“Kebersamaan wajib kita jalin, persaudaraan antar umat beragama harus kita bangun demi kokohnya NKRI,” tuturnya saat memberikan pengarahan dalam Diskusi Forum Silaturrahim Lintas Agama dan Elemen Masyarakat (Sila Emas) di salah satu gereja di Jember, Sabtu (2/1) malam.


Menurut Gus Muis, sapaan akrabnya, bahwa Indonesia dihuni oleh penganut agama yang berbeda-beda, itu adalah realitas, sunnatullah. Sesuatu yang tidak bisa ditolak. Karenanya, ia tidak bisa dipaksakan agar menjadi satu agama. Yang terpenting adalah perbedaan itu harus menjadi pendorong untuk bersatu dan hidup rukun di bawah bendera merah putih.


“Perbedaan tidak bisa diutak-atik, biarlah itu tetap ada. Tapi kebersamaan adalah keniscayaan. Kita harus selalu berikhtiar agar kebersamaan selalu terjaga dan dilestarikan demi tegaknya NKRI,” lanjutnya.


Dosen IAIN Jember itu mengakui bahwa dalam masalah ibadah, perbedaan agama memang tak akan pernah ada titik temu. Ibadah adalah domain masing-masing individu penganut agama yang tidak bisa dicampur aduk dengan ibadah agama lain. Namun tiitk temunya bisa dirajut di luar ibadah, misalnya masalah kemanusiaan dan kebangsaan.


“Di titik-titik itulah, persaudaraan dan kebersamaan antar umat beragama bisa dibangun,” ulasnya.


Gus Muis lalu mencontohkan, adanya kemiskinan dan keterbelakangan yang menimpa masyarakat. Di titik itulah kebersaman antar umat beragama bisa dijalin untuk mencari jalan keluar. Sebab, membantu sesama manusia adalah cita-cita  universal semua agama. Islam sendiri, katanya, menegaskan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.


“Ini soal kemanusiaan, soal berbuat baik. Jadi siapapun manusia yang bisa memberi manfaat paling besar bagi orang lain, itulah yang terbaik menurut agama Islam. Saya kira semua agama juga begitu,”  ungkapnya.


Gus Muis yang juga Ketua Forum Sila Emas itu menyatakan bahwa kedamaian Indonesia tak lepas dari persaudaraan dan kebersamaan yang terjalin  di antara umat seagama dan antar umat beda agama. Diakuinya, potensi konflik memang ada, dan terkadang muncul, tapi jika para tokoh agama memberi contoh yang baik, dan pemerintah hadir untuk mengatasi itu, maka NKRI tetap kokoh.


“Inilah pentingnya kita silaturrahim antar umat beragama untuk memberi contoh kepada umat masing-masing agar kebersamaan juga terjalin di massa akar rumput,” ulasnya.


Hal tersebut diamini oleh Ketua Musyawarah antar Gereja Jember, Ignatius Sumarwiadi. Menurutnya, para tokoh lintas agama perlu memberi teladan terkait kerukunan dan kebersamaan, sehingga menimbulkan suasana yang sejuk di tengah-tengah masyarakat.


“Dan Forum Sila Emas ini, saya kira bisa menjadi sekolah bersama supaya orang yang melihat prilaku kita meniru,” katanya.


Forum Sila Emas rutin menggelar silaturrahim antar tokoh lintas agama dua bukan sekali. Selain silaturrahim, Forum Sila Emas juga tak jarang mengadakan bakti sosial, misalnya memberikan sembako kepada warga yang kurang beruntung dan membantu korban bencana alam.


Pewarta:  Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin