Nasional

Gus Dur Menurut Khofifah: Antara Kemanusiaan dan Pluralisme

Kam, 31 Desember 2020 | 02:30 WIB

Gus Dur Menurut Khofifah: Antara Kemanusiaan dan Pluralisme

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. (Foto: NU Online/Aryudi A Razaq)

Jember, NU Online
Selama ini, KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dikenal sebagai tokoh pluralisme, bahkan label tersebut sudah cukup lama disematkan masyarakat. Hal ini seiring dengan gagasan-gagasan sekaligus pembelaan Gus Dur yang cukup konsisten terkait pentingnya menghormati perbedaan sebagai bangsa yang beragam. Siapapun tahu betapa gigihnya perjuangan Gus Dur dalam menghargai perbedaan.


“Tapi sesungguhnya Gus Dur lebih senang disebut bapak kemanusiaan, bukan bapak pluralisme,” ujar Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa saat memberikan pengantar dalam peringatan Haul ke-11 Gus Dur yang diselenggarakan PW GP Ansor Jawa Timur secara Daring dari City Forest and Farm Arum Sabil Jember, Rabu (30/12) malam.


Menurut Khofifah, tanda-tanda Gus Dur lebih suka dipanggil tokoh kemanusiaan dibanding tokoh pluralisme, setidaknya bisa dibaca dari pesan yang Gus Dur sampaikan kepada dirinya sebelum wafat.


“Mbak, nanti kalau saya mati, tolong di batu nisan saya ditulisi The Humanist Died Here’," ungkap Khofifah menirukan pesan Gus Dur kepada dirinya kala itu.


Pesan tersebut, lanjut Khofifah, disampaikan Gus Dur kepada dirinya dua tahun sebelum beliau wafat, diulangi lagi dua bulan sebelum wafat, dan terakhir tujuh hari sebelum Allah mengambil nyawanya. Pesan itupun disampaikan oleh Khofifah saat Haul ke-5, dan diamini oleh keluarga besar Gus Dur.


“Kalau panjenengan ziarah (ke makam Gus Dur), di situ tertulis Here Rest a Humanist. Di sini beristirahat bapak kemanusiaan,” tegas Khofifah.


Khofifah menegaskan, pesan Gus Dur tersebut bukan pesan biasa, namun mengandung arti bahwa kemanusiaan begitu pentingnya dijunjung tinggi dalam kehidupan ini. Humanisme lebih tinggi daripada pluralisme.


“Orang menjunjung toleransi, memberikan perlindungan kepada sesama manusia, termasuk kepada minoritas, itu karena sisi kemanusiaanya yang dominan,” katanya.


Khofifah menambahkan, Gus Dur menginginkan humanisme berlaku universal, sehingga kampanye soal humanisme tidak hanya di dalam negeri, tapi beliau juga sampaikan di manca negara.

 

Ia lalu bercerita, saat dirinya mengikuti kunjungan kenegaraan Presiden Gus Dur ke Amerika Serikat (AS). Di hadapan pimpinan negara adi daya itu, Gus Dur menegaskan komitmennya bahwa dirinya di Indonesia melindungi kelompok minoritas, maka diharapkan Amerika Serikat juga melakukan hal yang sama terhadap kaum minoritas.


“Saya (di Indonesia) melindungi minoritas, maka di negeri ini saya minta tolong supaya minoritas dilindungi,” kata Khofifah menirukan ucapan Gus Dur saat itu.


Walaupun dekat dengan Gus Dur, namun Khofifah tetap menganggap dirinya sebagai pelayan Gus Dur, bukan yang lain.

 
“Saya hanya pelayan (beliau). Gus Dur kesukaannya edamame, jagung rebus. Kalau buah beliau suka salak dan langsat. Tugas saya hanya ngupas kulitnya (untuk Gus Dur),” pungkasnya.


Pewarta:  Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin