Daerah

Saat Kang Santri Ngaji dari Rumah

Sen, 11 Mei 2020 | 10:00 WIB

Saat Kang Santri Ngaji dari Rumah

Pandemi Covid-19 membuat tradisi ngaji pasan bergeser. Paling tidak, aktivitas itu telah merubah suasana, tempat dan media belajar menjadi benar-benar baru. (Foto: Muhammad Faizin)

Ponorogo, NU Online
Pagi itu matahari mulai merangkak tinggi. Jarum jam sudah menunjuk ke angka delapan. KangAinun dan Kang Hilmy mulai memakai baju kemeja, bersarung lengkap dengan kopyah di kepala. Tangannya memegang gadget dan kitab dengan cover biru tua.
 
Nashaihul Ibad, nama yang tertulis di cover luarnya. Kitab karya Syaikh Nawawi Al Bantani tersebut merupakan syarah (komentar) atas kitab karya Ibnu Hajar Al Asqalani, seorang ulama klasik. Ngaji Pasan Kitab Nashaihul Ibad adalah tradisi baru ditahun ini. Ramadhan 1441 H merupakan pengalaman pertama mereka belajar dan ngaji dari rumah.
 
Pandemi Covid-19 membuat tradisi ngaji pasan bergeser. Paling tidak, aktivitas itu telah merubah suasana, tempat dan media belajar menjadi benar-benar baru. Pesantren tempat mengaji, telah memulangkan santri semenjak akhir bulan Maret lalu. Banyak pesantren telah memulangkan beberapa hari sebelum pengumuman resmi pemerintah lokal di kabupaten tempat tinggal kami. 
 
Pesantren tempatnya belajar kelihatannya mulai mengambil keputusan penting, mengalihkan ngaji pasan kali ini dengan ngaji online melalui kanal Youtube. Upaya yang cukup cepat, dari suatu pesantren salafiyah setelah mencermati perkembangan keadaan.  
 
Ngaji ini langsung diampu kiai sepuh. Rupanya persiapannya sudah lumayan matang. Tulisan banner Ngaji Pasan Kitab Nashaihul Ibad terpampang jelas di belakang tampilan kanal Youtube pondok pagi itu. Durasi ngajinya lumayan panjang pula. Dua jam. Kira-kira hampir setara tiga jam pelajaran di sekolah. 
 
Awalnya Kang Ainun dan Kang Hilmi duduk di kursi di hadapan meja sambil memegang ballpoint dan kitab. Tak lupa gadget ada di depan keduanya. Tangan mereka baru saja menuliskan makna di bawah teks yang tercetak di atas lembar kitab berwarna kuning itu. Perlahan setelah setengah jam mereka berganti posisi, mereka dalam posisi tidur tertelungkup. Kitab dan gadget masih didepan mereka. Perlahan mereka terkantuk-kantuk, untunglah kanal Youtube membuat ngaji online itu memungkinkan untuk diulang kembali. 
 
Apa yang berubah saat banyak pesantren mulai menggelar ngaji online? Kang Ainun dan Kang Hilmi yang mengikuti ngaji kitab kuning secara daring ini mengaku pada jam-jam awal mereka sangat bersemangat, namun perlahan mereka mulai mberosot. Rupanya ngantuk mulai menyerang. Biasanya ngantuk saat ngaji secara offline di pondok, ada saja teman yang mengingatkan.
 
Ketika mbah kiai mulai membacakan makna kitab dan membeberkan maknanya, kita terkantuk, teman kita akan mencolek atau membisikkan kata, "Tangi" atau bangun. Itu kalau waktu ngaji langsung di pondok.
 
Kehadiran teman sebaya dalam pembelajaran langsung (offline) rupanya memiliki mekanisme kontrol sosial yang cukup efektif. Dan ini tidak didapat saat ngaji online. 
 
Ngaji kitab ini adalah salah satu rangkaian aktifitas belajar dari rumah melalui mekanisme daring rupanya pengalaman cukup mengasyikkan bagi santri. Selebihnya sebagaimana perintah dari pengasuh pesantren, mereka melaksanakan kegiatan rutin sebagaimana di pesantren yakni Shalat Jamaah, membaca Al-Qur'an dan aktivitas membantu orang tua.
 
Selain juga jadwal tidur yang lebih panjang dari hari-hari biasa di pondok pesantren. Suksesnya belajar di pesantren dengan pola belajar dari rumah sangat terkait dengan kemampuan santri mengatur jadwal mandirinya. Dan juga peran orang tuanya dalam membimbing dan mengingatkan santri untuk komitmen dengan jadwal yang dibuat. Selain itu, pesantren harus memiliki pola komunikasi yang baik dengan orang tua. Baik secara online, maupun dukungan spiritual untuk keberhasilan belajar santri. 
 
Kontributor: Murdianto
Editor: Kendi Setiawan