Daerah

Saelany Machfudz, Santri-Birokrat Pendobrak Peradaban Pekalongan

Sab, 25 Juli 2020 | 15:30 WIB

Saelany Machfudz, Santri-Birokrat Pendobrak Peradaban Pekalongan

HM Saelany Machfudz (kiri) menyerahkan buku biografinya kepada perwakilan santri milenial Kota Pekalongan di acara peluncuran buku. (Foto: NU Online/Abdul Muiz)

Pekalongan, NU Online
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Pekalongan, Jawa Tengah periode 2005-2007 KH Ahmad Marzuki mengapresiasi atas terbitnya buku 'HM Saelany Machfudz Birokrat Santri yang Paham Aspirasi' karya HS Priyo Suaidi. Buku tersebut diluncurkan di GOR Jetayu Kota Pekalongan, Jumat (24/7).


Bagi dia, sosok Saelany putra KH Machfudz yang juga menantu Kiai Saelan, pendiri dan pengasuh Pesantren Ribatul Muta'allimin, bukanlah sosok yang asing. Pasalnya, Kiai Marzuki sudah mengenal lama sebelum Saelany jadi Wali Kota Pekalongan.


"Penggunaan frasa birokrat-santri bagi saya ini luar biasa. Bahkan, kemunculan Saelany sekaligus mendobrak peradaban Pekalongan yang dulu sangat berjarak dengan kehidupan birokrat dan penguasa," ujarnya kepada NU Online, Sabtu (25/7). 

 

Baca juga: Buku 'HM Saelany Machfudz, Birokrat Santri yang Paham Aspirasi' Diluncurkan

 

Dikatakan, sebelum dirinya berbicara tentang 'Birokrat-Santri' secara pribadi sebagai orang yang pernah kuliah Bahasa dan Sastra Indonesia, ia merasa lebih cocok memakai frasa 'Santri-Birokrat' sehingga kata santri lebih hidup. "Akan lebih pas jika menggunakan frasa santri-birokrat daripada birokrat-santri," ungkapnya.


"Persahabatan saya dengan Saelany dekat tapi jauh atau jauh tapi dekat. Lebih intens mengenalnya dalam rumah NU. Saelany tipikal orang yang ulet dan percaya diri," sambungnya. 


Dalam pandangan Kiai Marzuki, sikap ulet dalam mengarungi kehidupan bisa dilihat atas keberhasilan Saelany mengelola koperasi Pemuda Buana dengan seabreg prestasi yang diraihnya. Bahkan, dalam dunia politik, santri yang pernah bekerja di Kospin Jasa ini berakhir dengan manis yakni menjadi orang nomor 1 di Kota Pekalongan.
 

"Semangat dan kesungguhannya dikabulkan Allah pada tahun 2015 di mana ia mendampingi Alf Arslan Junaid menjadi Wakil Wali Kota dan akhirnya menjadi santri nomor 1 di Kota Pekalongan," tandasnya. 

 

 

Tradisi kesantrian
Disampaikan, kesantrian Saelany telah mengubah peradaban Pekalongan. Pendobrakan peradaban yang dilakukannya dengan tidak meninggalkan tradisi kesantriannya yaitu shalat subuh berjamaah dan ngaji bareng ulama dan umara yang terselip di dalamnya tahlilan dilakukan secara rutin keliling dari mushala ke mushala dan dari masjid ke masjid. 


"Puncaknya, pada kebijakan sarung batik. Menurut saya, hal ini ajib. Hal yang sangat luar biasa dan istimewa. Langkah ini bersentuhan dengan aspek ekonomi, filosofi, budaya, dan nilai keaswajaan," tegasnya. 


Dari sisi ekonomi, lanjut dia, jelas menggerakkan ekonomi rakyat. Filosofinya orang yang bersarung berpeci selalu rendah hati dan tawadlu’. Budaya yang mampu menangkal budaya Barat. 


Penulis buku HS Suaidi menegaskan, sosok Saelany Machfudz sudah dikenalnya cukup lama. “Saya sudah memantaunya saat dia masih berada di Kospin Jasa, IPNU, dan lain-lainya. Ia memang sosok yang pantas diteladani,” katanya.


Ditambahkan, ia menulis buku ini tidak berlebihan dan apa adanya. “Karena semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah,” ucapnya.


HM Saelany Machfudz saat dimintai tanggapannya terkait buku tentang dirinya menyatakan, ia selama ini hanya melaksanakan amanah saja. “Namun jika dinilai bermanfaat dan bisa dijadikan teladan itu karena Allah. Jadi apa yang saya lakukan mengalir saja. Sudah kewajiban saya agar bisa bermanfaat bagi orang lain,” pungkasnya.


Pewarta: Abdul Muiz 
Editor: Musthofa Asrori