Daerah

Soal Pergantian Tahun Baru Ini Penjelasan Kiai Hanif Muslih Mranggen

Sen, 1 Januari 2018 | 13:00 WIB

Soal Pergantian Tahun Baru Ini Penjelasan Kiai Hanif Muslih Mranggen

KH Hanif Muslih (kedua dari kanan)

Demak, NU Online
Perayaan tahun baru adalah salah satu perayaan yang menjadi bahan perbincangan ramai di media, baik media sosial, cetak, maupun media elektronik seperti tv dan radio. Bagaimana tidak, perayaan tahun baru menjadi perayaan yang penuh kemeriahan dan sangat fenomenal bagi mereka merayakannya.

Bermacam cara masyarakat Indonesia menyambut pergantian tahun baru ini. Bahkan  umat Islam tak ketinggalan mengikuti perayaan pergantian tahun tersebut.

Pengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah Suburan Mranggen Demak, KH Muhammad Hanif Muslih menuturkan dalam tulisan yang diunggah di akun media sosial facebook miliknya (https://www.facebook.com/muhammad.h.muslih.9) pada Senin (1/1) bahwa penanggalan bulan/tahun Hijriyah baginya bukan termasuk sesuatu yang fundamental.

Artinya sesuatu yang bukan wajib, karena mengikuti penanggalan Hijriah hanyalah mustahab, boleh dikuti, boleh tidak, sebab penanggalan itu diciptakan pertama kali oleh Sayidina Umar ibn Khattab RA. 

“Di masa Nabi Muhammad SAW sendiri dan juga masa Khalifah Sayyidina Abu Bakar RA belum dikenal penanggalan Hijriyah, ketika itu dikenal dengan Am Fiil,” tuturnya.

Menurutnya apabila ada ijtihad yang menetapkan penanggalan lain yang dimulai dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW, sah-sah saja kita ikuti. Dan tentunya yang harus diikuti hanyalah satu penanggalan, karena dalam Islam disunahkan berdoa setiap melihat pergantian bulan.

Di sini karena ada pergantian tahun, para ulama kemudian meng-qiyas-kan dengan pergantian bulan, disunahkan dengan doa pergantian tahun. 

“Menjadi lucu kalau doa pergantian tahun diucapkan beberapa kali. Pertama diucapkan yang memakai kelahiran Nabi SAW (kalau ada). Kedua diucapkan ketika pergantian tahun Hijriah dan ketiga diucapkan ketika pergantian tahun Miladiyah (ma’af bukan Masihiyah, karena Al-Masih adalah sifat Nabi Isa AS). Bahkan mungkin ada pergantian tahun-tahun yang lain,” imbuhnya.

Itulah mengapa ia hanya meyakini tahun baru terletak pada 1 Muharram, bukan 1 Januari. Bukan berarti ia antipenanggalan Januari-Desember, sebab  kalender penanggalan itu juga dibuat pedoman untuk penanggalan yayasan Pondok Pesantren Futuhiyyah.

“Afwan, jadi jangan salah paham atau paham yang disalahkan, biasa-biasa saja. Selamat Tahun Baru. Selamat beraktivitas, semoga berkah dan manfaat," pungkasnya. (Ben Zabidy/Kendi Setiawan)