Daerah

Syair Bahasa Jawa tentang Ibadah Utama di Bulan Muharram 

Ahad, 22 September 2019 | 12:45 WIB

Syair Bahasa Jawa tentang Ibadah Utama di Bulan Muharram 

Wakil Katib PCNU Kabupaten Pringsewu Gus Amir Ma'ruf Ali dalam pengajian di PCNU Pringsewu. (Foto: NU Online/Faizin)

Pringsewu, NU Online
Dalam syair yang termaktub dalam kitab Kanzu al-Najah wa al-Surur karya Syekh Abdul Hamid Kudus disebutkan amalan-amalan ibadah utama yang bisa dilakukan selama bulan Muharram. Sebanyak 12 amalan bisa dilakukan pada bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT ini.
 
Amalan tersebut yaitu berpuasa, melaksanakan shalat, silaturrahim, ziarah kepada para ulama, menjenguk orang sakit, menggunakan celak mata, menyantuni anak yatim, bersedekah, mandi, masak makanan lezat untuk orang lain, memotong kuku, dan membaca Surat Al-Ikhlas 1000 kali.
 
Paparan ini disampaikan Wakil Katib PCNU Kabupaten Pringsewu Gus Amir Ma'ruf Ali saat mengupas keutamaan bulan Muharram pada Ngaji Ahad Pagi (Jihad Pagi) di Aula Gedung NU Kabupaten Pringsewu, Ahad (22/9).
 
Untuk lebih mensyiarkan amalan ini, ia memberi syair Bahasa Jawa yang bisa dilagukan dengan shalawat. Shalawat ini bisa disenandungkan di masjid, mushalla sesaat setelah adzan dan sebelum shalat berjamaah. Ia pun mengajak umat Islam khususnya warga NU untuk mengajarkannya kepada anak-anak dan para generasi muda.
 
Berikut petikan syairnya:
Allaahumma Shalli Alaa Muhammad
Ya Rabbi Shalli Alaihi wa Sallim

Wulan syuro umat Islam lakonono (Bulan Syura umat Islam laksanakanlah) 
Kautaman cacah rolas perkoro (Keutamaan yang berjumlah 12 perkara)
Poso sholat silaturrahim sowan ulomo (Puasa, shalat, silaturrahim kepada para ulama)
Nganggo celak adus tilik wong loro (Pakai celak mata, mandi, menjenguk orang sakit)
Ngusap sirah bocah yatim sodaqoho (Mengusap kepala anak yatim bersedekahlah)
Masak enak mayorake keluargo (makanan lezat untuk orang lain)
Ngetok kuku ojo diingu dowo-dowo (Memotong kuku jangan dibiarkan panjang)
Surat Ikhlas kaping sewu diwoco (Surat Al-Ikhlas 1000 kali bacalah).
 
Selain menjelaskan keutamaan beribadah di bulan yang menjadi awal tahun hijriyah ini, Gus Amir juga mengajak umat Islam untuk memanfaatkannya sebagai momentum untuk instropeksi diri. Ia mengibaratkannya dengan budaya mencari kutu yang dalam bahasa Jawa dinamakan petan.
 
Petan itu mencari tiga hal yakni tumo (kutu) yang menyimbolkan Wektu Limo (shalat). Lingso (telur kutu) sebagai simbol Eling sing Kuwoso, dan kor (anak kutu) sebagai simbol koreksi diri sendiri,” jelasnya.
 
Renungan mendalam ini sangat bermanfaat untuk melihat kebelakang ibadah apa yang dilakukan. Jika tidak maksimal, maka harus ada tekad untuk memaksimalkannya di masa yang akan datang.
 
Semisal selama ini, ibadah shalat sering dilakukan sendiri, maka harus ada tekad untuk selalu berjamaah dalam shalat lima waktu. Dalam hal ini Allah telah menyiapkan balasan bagi orang yang senantiasa melaksanakan shalat jamaah.
 
"Orang yang shalat rutin berjamaah akan dicukupkan rezekinya oleh Allah, menghilangkan siksa kubur, melewati hisab hari akhir dengan mudah, melewati shiratal mustakim secepat kilat, dan masuk surga tanpa hisab," jelasnya.
 
Menurut Imam al-Ghazali, shalat dengan cara berjamaah sudah dijanjikan akan diterima oleh Allah. Walaupun imam dan makmum tidak bisa khusuk di semua rukunnya atau khusyuk hanya di salah satu rukunnya, shalatnya akan diterima.
 
"Atau imam dan makmum tidak bisa khusyuk sama sekali di setiap rukunnya, namun setelah shalat ada di antaranya yang memiliki niat untuk melakukan kebaikan, maka shalatnya pun akan diterima. Atau imam dan makmum tidak bisa khusyuk dan setelah shalat mereka memiliki niat jelek, maka pahala shalat jamaah akan tetap diberikan kepadanya," pungkasnya.
 
 
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori