Daerah

Syekh Musthofa atau Mbah Topo Lasem, Pembawa Wirid Hirzul Jausyan ke Nusantara

Ahad, 13 Agustus 2023 | 09:00 WIB

Syekh Musthofa atau Mbah Topo Lasem, Pembawa Wirid Hirzul Jausyan ke Nusantara

Makam Syekh Musthofa (Mbah Topo) di Lasem, Rembang, Jawa Tengah (Foto: Abdullah Hamid)

Rembang, NU Online
Syekh Musthofa atau yang di Lasem, Rembang, Jawa Tengah dikenal dengan panggilan Mbah Topo adalah seorang ulama yang memiliki sanad wirid Hizib Hirzul Jausyan​ dan membawanya ke Nusantara. Dahulu, ia memberi ijazah wirid tersebut kepada Kiai Mahrus Ali Lirboyo, sehingga semakin populer karena diamalkan di Pondok Pesantren Lirboyo, juga seluruh alumninya di seluruh Indonesia yang berjumlah ratusan ribu lebih.


Pemerhati sejarah Lasem, Abdullah Hamid menjelaskan, berdasarkan kitab berjudul Hizbu Hirzul Jausyan tahun 1423 H, yang ditulis oleh Kiai Mahrus Ali bahwa dijelaskan bahwa Kiai Ali Mahrus pernah menerima ijazah Hizib Hirzul Jausyan yang penuh berkah dari seorang waliyullah al-arif billah asy-Syekh Musthofa Lasem di Masjid Jami' Lasem.


"Beliau mengatakan bahwa hizib ini sebaiknya dibaca tiap Muslim, karena zaman ini penuh fitnah dunia. Selain itu, agar kita semakin dekat dengan Allah Ta'ala dan ikhlas hanya kepada-Nya," ujar Abdullah saat diwawancarai NU Online pada Sabtu (12/8/2023).

 

Wirid tersebut juga sebagai penjaga benteng atau pelindung diri yang mustajab. Tata cara membacanya dalam keadaan suci dan penuh ikhlas. Wirid dapat dibaca setiap hari, atau setiap hari Jumat, atau setiap bulan, atau setahun sekali atau seumur hidup pernah sekali dibaca 


"Fadilah membacanya dimudahkan pemahaman, menghadapi penguasa atau hakim, hewan buas, penyakit mata, bagi ibu hamil, masa pengantin baru, sedang ada hajat, keselamatan dunia akhirat, dan lain-lain," imbuhnya.


Sebagai shahibul Hirzul Jausyan, Mbah Topo mempunyai peran sebagai tokoh sentral yang turut membentengi umat secara spiritual dan moral. Waktu itu, Mbah Topo juga menjadi imam shalat rawatib di Masjid Jami' Lasem, sebuah masjid pusat ibadah di Lasem yang sampai sekarang masih eksis.


"Ini menunjukkan kiprah beliau yang luas di Lasem yang dikenal Kota Santri di mana terdapat banyak lahir ulama besar," tambah Abdullah.

 

Abdullah Hamid menceritakan, Mbah Topo wafat di Desa Sumbergirang Lasem. Belum ada data yang pasti kapan Mbah Topo lahir. "Namun bisa diperkirakan masa hidupnya, berdasarkan keterangan Mbah Mahrus Ali Lirboyo saat nyantri di Rembang dan Lasem, antara tahun 1927-1935 M. Dulu beliau bertemu Mbah Topo di Masjid Jami Lasem dan mendapat ijazah Hirzul Jausyan dari Mbah Topo," ujarnya.

 

Mbah Topo meninggalkan peninggalan dalam bentuk fisik dan nonfisik. Dalam bentuk nonfisik berupa ijazah Hirzul Jausyan. Sementara dalam bentuk fisik berupa sejumlah manuskrip yang diterima Perpustakaan Masjid Jami' Lasem dari cucu Mbah Topo berupa 1 (satu) eksemplar Tafsir Jalalain berangka tahun penulisan 1294 H, 2 (dua) mushaf Al-Qur'an, 1 (satu) Fathul Muin ditulis di Desa Arjosari dan 1 (satu) kitab Burdah.


"Selain itu, peninggalan Mbah Topa berupa mushala dan gentong kuno untuk wudhu di Sumbergirang, Lasem, Rembang," jelas Pengelola Perpustakaan Masjid Jami' Lasem ini.

 

"Itu tadi, Perpustakaan Masjid Jami' Lasem dikasih 5 (lima) manuskrip Mbah Topo dan langsung viral diteliti banyak saat ini," tambah Abdullah Hamid.

 

Pria yang juga pembina LAZISNU Lasem ini mengungkapkan bahwa Syekh Musthofa atau Mbah Topo merupakan mertua Mbah Ma'shoem dari istri pertama yang tidak dikarunia anak. Kemudian Mbah Ma'shoem menikah lagi dengan Nyai Nuriyyah.

 

Abdullah menjelaskan bahwa Mbah Topo  juga adalah besan ulama besar Kiai Makruf Syarqawi dari Sugihan, Jatirogo, Tuban, Jawa Timur yang merupakan tokoh NU yang terkenal dakwahnya di dunia pendidikan dan kemudian mendapat gangguan dari PKI yang memberontak terhadap RI tahun 1965. "Dari hubungan besanan ini juga menunjukkan interaksi dan jejaring seperjuangan," ujarnya.

 

Abdullah Hamid berpesan kepada generasi muda khususnya generasi muda NU untuk nguri-nguri (memelihara) ajaran dan peninggalan ulama-ulama dulu, dalam konteks ini Mbah Topo. Baik yang berupa fisik atau nonfisik. 


Dulu di makam Mbah Topo belum ada tulisan namanya. Atas dawuh (pesan) Ustadz Junaidi Sakdun, cucu Mbah Topo,dipesankan tulisan khat pada Ustadz Abu Taslim ahli kaligrafi, kemudian dibawa ke pengrajin tembaga untuk menuangkan tulisan tersebut.

 

"Setelah jadi, kemudian ditautkan di kijing seperti tampak pada gambar atau foto. Ini untuk memudahkan peziarah mengenali makam Mbah Topo," pungkas Abdullah.


Keutamaan dan Cara Mengamalkan Hizib Hirzul Jausyan
Ustadz M Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember dalam tulisan Hizib Hirzul Jausyan, Keutamaan dan Cara Mengamalkannya mengungkapkan wirid Hirzul Jausyan secara harfiah memiliki arti 'Penjaga Benteng.' Dari segi artinya dapat dipahami bahwa wirid ini merupakan wirid yang bersifat pelindung. Pelindung bagi orang-orang yang mengamalkannya agar terhindar dari berbagai hal yang buruk.


Wirid ini sejatinya terdiri dari dua macam, yakni Hirzul Jausyan al-Kabir dan Hirzul Jausyan as-Shagir. Dari kedua macam Hirzul Jausyan tersebut, yang umumnya diamalkan dan dibaca oleh masyarakat, khususnya kalangan santri adalah Hirzul Jausyan al-Kabir.

 

"Wirid Hirzul Jausyan al-Kabir sebenarnya terdiri dari 1001 nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala. Setiap sub bagian dari wirid ini dijeda oleh sebuah doa 'Khallisna min an-nar ya Rabb' yang memiliki arti 'Selamatkanlah kami dari api neraka, wahai Tuhan kami'," tulisnya.