Daerah

Tak Ingin Jadi Mahasiswi ‘Kupu-Kupu’, Putri Kiai Ini Masuk Organisasi Ekstra Kampus

Sen, 4 Mei 2020 | 12:00 WIB

Tak Ingin Jadi Mahasiswi ‘Kupu-Kupu’, Putri Kiai Ini Masuk Organisasi Ekstra Kampus

Diskusi daring yang diinisiasi Kopri PC PMII Ciputat Tangsel kemarin malam diikuti ratusan warganet. (Foto: Dok. Kopri Ciputat)

Tangerang Selatan, NU Online
Menjadi mahasiswi kupu-kupu alias ‘kuliah-pulang, kuliah-pulang’ tentu tidak asyik. Selain menjemukan, aktivitas kampus yang monoton demikian tak jarang juga membuat jenuh.

Kisah ini dituturkan An-an Aminah Umar, putri Pengasuh Pesantren Fauzan Sukaresmi Garut, saat didaulat menjadi narasumber tunggal dalam diskusi daring (dalam jaringan) ‘Satnight Bareng Kopri’ yang diinisiasi Koprs Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) PC PMII Ciputat.

Dalam diskusi daring yang mengusung tema ’Ber-Kopri itu Keren’ pada Sabtu (2/5) malam tersebut, An-an menceritakan segudang pengalamannya selama aktif di organisasi ekstra kampus berlogo Bintang Sembilan itu.

“Aku mulai masuk dan bergabung PMII pada Maret 2014. Sebelumnya sempat berpikir tidak ingin mengikuti organisasi dan berkomitmen untuk menjadi mahasiswa kupu-kupu,” ujarnya mengawali diskusi. 

Beberapa waktu kemudian, dirinya mulai merasa jika hanya kuliah itu menjenuhkan karena tanpa ada kegiatan lain selain kuliah dan pulang. Diskusi dengan teman yang itu-itu saja dari kalangan kelas atau jurusan tentu membosankan.

“Kita butuh orang lain di luar circle kita untuk membuka mindset lebih luas. Akhirnya, aku bergabung PMII,” kenang aktivis Kopri PC PMII Garut yang juga sosok social influencer ini. 

Menurut dia, di kampus Islam semacam IAIN dan UIN, sangat mudah dimasuki organisasi berbasis keislaman seperti PMII dan organisasi lainnya. “Berbeda halnya dengan kampus ber-basic umum yang lumayan berat untuk mahasiswa tertarik kepada organisasi PMII maupun yang lain,” terang An-an. 

Saat ditanya Dewi Fajrina selaku moderator diskusi, bagaimana agar teman-teman mahasiswa mau mengikuti PMII, An-an mengatakan, dirinya aktif memberi doktrin positif bahwa jika kita aktif berorganisasi maka akan terhubung dengan banyak teman dari seluruh Indonesia. 

“Mahasiswa jurusan pendidikan itu berbeda dengan jurusan sosial. Jadi, poin penting yang harus dibentuk dari pola pikirnya adalah bahwa manfaat berorganisasi itu tidak mengganggu kuliah, dan komunikasi dengan dosen bisa tetap terjaga,” jelasnya.

Kemudian yang kedua, lanjut An-an, untuk menarik perhatian mahasiswa-mahasiswi terhadap PMII dengan cara menjadi role model (panutan). Dengan cara sederhana, misalnya, mengikuti aneka macam lomba setingkat kampus, tingkat daerah, dan seterusnya.

“Dengan mengikuti lomba-lomba itu ternyata menjadi daya tarik mahasiswa. Mereka jadi tahu bahwa saya, An-an dari PMII, yang sering mengikuti lomba-lomba tersebut. Tentu ini akan menambah image positif bagi teman-teman mahasiswa kepada PMII,” tandasnya. 

Menurut dia, problem yang sering terjadi di dalam organisasi adalah mengenai hubungan asmara sesama anggota. Problem ini sering merusak tatanan kaderisasi. Tentu saja sangat mengganggu masa depan organisasi itu sendiri.

“Lalu aku bikin peraturan, nggak boleh pacaran sesama anggota rayon,” tegas mantan Ketua Rayon Tarbiyah PMII STKIP Garut ini.

Aktivis baperan
Selaku pemandu acara, Dewi Fajrina menimpali, bahwa problematika perempuan dalam menghadapi kehidupan dan aktivitasnya antara lain lebih mengedepankan perasaan. Bahasa millenial-nya, baper.

“Inilah yang tidak bisa dihindari oleh kaum perempuan,” kata Sekretaris Umum Kopri PC PMII Ciputat ini.

An-an kemudian mengomentari, ketika kader perempuan baru mengikuti PMII, gerakan perempuan dan kemandiriannya memang belum terbentuk. Potensi dirinya belum dikembangkan. Akhirnya, menimbulkan sikap baperan terhadap senior atau sesama anggota. 

Mahasiswi Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta ini berpesan, perempuan harus menunjukkan bahwa masuk PMII itu bukan karena seseorang. “Sebaliknya, perlihatkanlah potensi yang kita miliki,” paparnya. 

Salah seorang peserta diskusi, Rahmat Hidayatullah memberikan pertanyaan, apa benar kader PMII akan sempurna jika menikahi kader Kopri. An-an menjelaskan, sempurna itu bukan hanya terfokus untuk menikahi mereka. “Tetapi harus diyakinkan kepada kader Kopri bahwa kita bisa bekerja sama sebagai partner yang baik,” jelasnya.

Menikahi kader Kopri, lanjutnya, merupakan tantangan besar bagi kader ‘Kopra’. “Karena kalian bukan menikahi perempuan biasa yang tidak mempunyai potensi. Tetapi kader-kader Kopri ini mempunyai dalil jika suaminya memaksa istri dalam hal apapun itu termasuk kekerasan,” tegasnya.

“Jadi, jika kalian ingin menikahi kader Kopri cuma satu modalnya, yaitu make sure you are good partner. Jadilah mitra yang baik bagi mereka,” ujar An-an menambahkan.

Pantauan NU Online, Satnight Bareng Kopri malam Ahad ini diikuti sejumlah aktivis PMII Surabaya, PMII Udayana Bali, Garut, Palangkaraya, Bengkulu, Jawa Barat, bahkan dari negeri seberang, Malaysia. Hampir 685 viewers (pengunjung) yang mengikuti diskusi malam mingguan ini. 

Agenda yang terlaksana malam hari dan sempat mengalami penambahan waktu hingga hampir dua jam ini disiarkan langsung melalui Instagram di akun resmi @kopriciputatofficial dan @an2aminah.

Kontributor: Ummy Mayadah
Editor: Musthofa Asrori