Daerah

Waspada Industri Hoaks, Masyarakat Diminta Teliti Sebelum Share

Jum, 21 Agustus 2020 | 12:30 WIB

Waspada Industri Hoaks, Masyarakat Diminta Teliti Sebelum Share

seminar bertema 'Menangkal Hoaks; Merawat Harmoni, Melestarikan Damai, Berbangsa dan Bernegara' yang diselenggarakan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah di aula Kecamatan Mijen, Kota Semarang (Foto: Dok FKPT Jateng)

Semarang, NU Online

Hoaks atau kabar bohong yang merajalela di media sosial masih menjadi persoalan serius. Hoaks dibuat orang jahat dan justru disebarkan orang baik yang tak tahu menahu fakta sebenarnya. Korban hoaks ini pun meneruskan tanpa melakukan proses klarifikasi kebenaran informasi yang ia terima. 

 

Menurut Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Wali Songo Semarang, Akhriyadi Sofian berita bohong atau hoaks sekarang justru menjadi komoditi yang disengaja. 

 

"Ada industri hoaks yang sengaja dibentuk untuk kepentingan tertentu seperti politik, bisnis, dan lain-lain, maka masyarakat harus teliti dan saring sebelum sharing," kata Sofian.

 

Hal itu disampaikan dalam seminar bertema 'Menangkal Hoaks; Merawat Harmoni, Melestarikan Damai, Berbangsa dan Bernegara' yang diselenggarakan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah di Aula Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Kamis (20/8).

 

Karena itu, lanjut dosen yang memiliki beberapa penelitian mandiri tentang hoak ini meminta masyarkat untuk melakukan cek fakta setiap memperoleh informasi sebelum diteruskan (share). Tujuannya untuk mengetahui jenis informasi, penulis berita atau informasi, tujuan informasi, dan memastikan otentisitas video/gambar dan sebagainya. 

 

"Untuk mengecek fakta bisa menggunakan aplikasi cekfakta. Selain itu, meningkatkan kemampuan literasi media juga bermanfaat untuk menghindari hoaks," terangnya.

 

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah Asep Cuwantoro mengungkapkan, hoaks memang cenderung diproduksi dan diviralkan melalui media sosial, bukan media penyiaran. 

 

Asep menjelaskan, berbeda dengan hoaks, kasus yang terjadi di media penyiaran lebih pada framing. Framing dalam media penyiaran dapat mengkontruksi pola pikir masyarakat, pilihan-pilihan dalam kehidupan sehari-hari juga banyak diwarnai doktrin media.

 

"Tidak jadi soal kalau 'doktrin' media itu ke arah yang positif, namun akan jadi masalah kalau berakibat negatif. Berbeda dengan hoaks. Hoaks menjadi bahaya karena sejak awal sejarahnya sampai sekarang hoaks diproduksi untuk kemungkaran," tandasnya.

 

Bahkan, aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU) ini menyebut generasi muda mulai kecanduan media sosial. Hal ini akan menjadi persoalan besar ketika orang tua memfasilitasi gawai namun lepas kontrol dalam penggunaannya. 

 

"Justru kecanduan ini menjadi pintu masuk mengenal kenakalan dan kejahatan yang lebih besar," bebernya.

 

Memperhatikan pelbagai persoalan dalam media penyiaran dan media sosial, ia mengakui bahwa perkembangan teknologi sebagai sebuah keniscayaan yang harus disikapi dengan bijaksana. Orang tua juga harus menjadi teladan bagi anaknya dalam bermedia sosial. 

 

"Kita tidak bisa menghindar dari tuntutan perkembangan teknologi. Oleh karena itu mau tidak mau harus 'berperang' melalui media," ujarnya.

 

Ketua FKPT Jateng, Prof Syamsul Maarif mengatakan, peringatan kemerdekaan Republik Indonesia dan Tahun Baru Hijriyah harus dimaknai sebagai momen refleksi diri di mana kemerdekaan dan bertambahnya usia sebagai kenikmatan yang tiada tara. Oleh karena itu ia mengingatkan bahaya hoaks bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

“Kita tengah memperingati dua hari besar, hari kemerdekaan RI dan hari pertama di tahun Hijriyah. Semoga dengan kegiatan ini bisa menjadi bekal baik untuk kita mengarungi kehidupan yang tengah dibanjiri hoaks," harapnya.

 

Kegiatan diikuti oleh 50 orang dari perwakilan tokoh masyarakat yang ada di lingkungan Kecamatan Mijen. Camat Mijen Agus Junaidi saat menutup kegiatan mengingatkan bahaya hoaks.

 

“Hoaks bisa dikonsumsi oleh siapa saja. Tidak mengenal status sosial, termasuk akademisi, agamawan, hingga pejabat sekelas menteri, apalagi masyarakat biasa yang awam," ungkapnya.

 

Oleh karena itu ia meminta untuk waspada terhadap informasi yang diterima. Jangan mudah share sebelum saring. Karena setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan atas apa yang dilakukan kelak di hari akhir. 

 

Kontributor: Ahmad Rifqi Hidayat
Editor: Abdul Muiz