Fragmen

Habib Ali Kwitang Berpidato di Muktamar NU Bandung 1932

Rab, 17 Januari 2018 | 18:36 WIB

Habib Ali Kwitang Berpidato di Muktamar NU Bandung 1932

Habib Ali Kwitang (foto: Tito.id

Beberapa hari lalu, kabar duka bagi umat Islam, khususnya daerah Jakarta. Pasalnya, Habib Abdurrahman bin Muhammad mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (15/1) pukul 19.10 WIB. 

Ia adalah cucu dari dari al-Alim, al-Alamah Sayyid Ali Kwitang atau disingkat Habib Ali Kwitang. Habib Ali Kwitang merupakan salah seorang tokoh yang hadir pada Muktamar NU ketujuh di Bandung pada tahun 1932. 

Muktamar NU Bandung berlangsung pada tanggal 12 sampai 16 Rabiul Tsani 1351 H bertepatan dengan 15 sampai dengan 19 Agustus 1932 M. Muktamar itu diakhiri dengan openbaar (rapat umum) yang berlangsung di masjid Jami Kota Bandung. 

Pada rapat umum itu, Masjid Jami Kota Bandung dihadiri sepuluh ribu kaum Muslimin yang hadir dari kota-kota terdekat sekitar Jawa Barat, para peserta muktamar dari berbagai daerah di Indonesia, para pengurus Hoofd Bestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO, sekarang PBNU).

Menurut laporan muktamar tahun itu, hadir 197 ulama dan 210 pengiringnya dan tamu lain-lain dari 83 daerah di Indonesia. 

Para ulama itu itu menyelesaikan beberapa persoalan yang diajukan jauh-jauh hari dari berbagai cabang. Para ulama berhasil menyelesaikan persoalan nomor satu hingga 12 secara berurutan. Kemudian mereka membahas langsung nomor 23 oleh karena sangat urgen segera diselesaikan. 

Selain itu, hasil Muktamar imemberikan banyak rekomendasi untuk pemerintah dan pengurus cabang NU sendiri.

Menurut Swara Nahdlatoel Oelama, pada penutupan muktamar NU Bandung, beberapa tokoh terkemuka dipersilakan untuk berpidato. Selain KH Wahab Hasbullah yang berpidato adalah al-alim, al-alamah sayyid ‘Alawi al-Haddad, Bogor dan Tuan Raden Haji Wiranata Kusumah. Turut berpidato juga pada kesempatan itu Al-Alim, Al-Alamah Sayyid Ali Kwitang Batavia (Jakarta), kakek Habib Abdurrahman bin Muhammad. 

Namun sayang sekali, Swara Nahdlatoel Oelama tidak mencantumkan apa isi pidato dari tokoh-tokoh itu. (Abdullah Alawi)