Fragmen

Kisah Gus Dur dan Abah Afandi saat Usir Maling di Pondok

Jum, 15 Juli 2016 | 12:01 WIB

Kisah Gus Dur dan Abah Afandi saat Usir Maling di Pondok

Gus Dur dan Abah Afandi

Salah satu kiai sepuh NU Jawa Barat KH Afandi Abdul Muin Syafi’i yang akrab disapa Abah Afandi, berpulang ke rahmatullah, Rabu (13/7/2016) dalam usia 78. Abah Afandi pernah menuntut ilmu di sejumlah pesantren salah satunya di Pondok Pesantren Tambakberas Jombang mulai tahun 1953 sampai tahun 1962. Sebelum wafat, Abah Afandi merupakan Pengasuh Pesantren Asy-Syafi'iyyah Kedungwungu, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat.

Di antara teman yang akrab dengan Abah Afandi sewaktu mondok di Tambakberas adalah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saat itu Gus Dur ikut pamannya yang bernama Mbah KH Fattah Hasyim Idris (Kiyai sepuh pesantren Tambakberas waktu itu).

Di tengah malam, sekitar pukul 23.00, Abah Afandi sering diajak oleh Gus Dur ngopi di tempat (warung) yang cukup jauh dan berada di luar area pondok pesantren. Pulang kembali ke Pondok sekitar pukul 01.00 dini hari.

Suatu saat, sepulang dari ngopi dan sudah sampai di area pondok, Abah Afandi melihat ada sesuatu yang mencurigakan. Dia berkata kepada Gus Dur: “Gus, ada dua orang lebih di sana. Sepertinya pencuri mau memanjat pagar pondok, sampean kejar Gus”. 

Gus Dur menjawab dengan santai: “Sampean saja yang mengejar”. Saling menyuruh atau meminta siapa yang di depan ini berlangsung berulang-ulang, suara pun semakin keras diantara keduanya, sampai pada akhirnya sang pencuri tahu ada orang, dan melarikan diri.

Gus Dur pun tertawa terkekeh-kekeh, sambil bilang:” Nah praktis khan, cara ngusir malingnya?” Daripada kita berdua mendekat, jadi babak belur, mendingan kita bisik-bisik yang kencang, maling dengar, jadi kabur, kita pun tidak perlu di tengah malam teriak kencang “maling-maling” yang ganggu orang banyak,” ujar Gus Dur dengan tawa khasnya.

Sepulang Gus Dur berkelana dari di Timur Tengah, persahabatan antara Abah Afandi dan Gus Dur kembali terjalin akrab, Gus Dur sering mengunjungi Abah Afandi di Indramayu. Begitu juga sebaliknya, Abah Afandi sering ke Jakarta menemui Gus Dur. Hal itu berlangsung hingga Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU.

Waktu Gus Dur berangkat di Muktamar Ke-28 NU di Krapyak, Yogyakarta, Gus Dur sempat menginap di rumah Abah Afandi selama dua hari. Gus Dur pun mengajak Abah Afandi untuk turut menghadiri Muktamar di Yogya itu, tapi Abah Afandi menolak dengan bahasa: ”Gus, kulo mboten pantes, kulo namung kiai kampung”(Gus, saya tidak pantas, saya hanya kiai kampung),” tutur Abah Afandi.

Bahkan, ketika Gus Dur tiga periode menjadi Ketua Umum PBNU, Abah Afandi pernah beberapa kali diminta oleh Gus Dur untuk dimasukkan ke jajaran kepengurusan di NU pusat itu, tapi lagi-lagi Abah Afandi menolak: ”Saya tidak pantas masuk jadi pengurus PBNU Gus, saya ini bukan orang pandai,” tuturnya.

Termasuk ketika Gus Dur mendirikan partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Tahun 1999, Abah Afandi diminta oleh Gus Dur untuk masuk jajaran pengurus pusat PKB, namun Abah Afandi lagi-lagi menolak dengan bahasa halus dan rendah hati. 

Setengah abad kemudian, pada tahun 2000, Gus Dur sudah berada di Istana Negara. Gus Dur menerima Amanat menjadi Presiden Ke-4 RI. Sebagai Presiden, namun Gus Dur tidak lupa atau melupakan teman-temannya sewaktu muda dulu. 

Beberapa teman di undang untuk berkenan datang di Istana Negara. Diantara mereka adalah Abah Afandi. Awalnya Abah Afandi menolak, ketika diundang Gus Dur ke istana. Beliau merasa hanya “orang cilik”, demikian tawaddunya. Padahal banyak orang (kalangan pesantren) Yang sebelumnya tidak kenal dengan Gus Dur, namun mendadak sering ke Istana saat Gus Dur menjabat Presiden.
 
Karena diundang berulang-ulang, akhirnya pada suatu saat, Abah Afandi mau juga diundang ke istana presiden oleh Gus Dur.  Ketika Abah Afandi tiba di Istana Negara, di hadapan banyak tamu penting, Gus Dur memperkenalkan kepada mereka.

“Ini, Kiai Afandi Indramayu, teman saya nggudak (ngejar) maling ketika mondok di Tambakberas,” Gus Dur.

Bahkan oleh Gus Dur, Abah Afandi pernah diminta menjadi imam solat berjamaah Maghrib di masjid Istana presiden dengan para mentri. Saksi yang masih hidup perihal kedekatan Abah Afandi dan Gus Dur adalah KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) dan KH Said Aqil Siroj. Demikian persahabatan Abah Afandi dan Gus Dur yang saling menghormati, saling rendah hati, hingga keduanya menghadap Allah SWT.

Ditulis oleh KH Abdul Nashir Fattah, Rais PCNU Jombang, Pengasuh Pesantren Al-Fathimiyah Tambakberas.

(Red: Fathoni)