Fragmen KHAZANAH ULAMA NUSANTARA DI TIMUR TENGAH (6)

Turjuman Al-Mustafid, Tafsir Karya Ulama Aceh Terbit di Turki

Jum, 6 Mei 2016 | 12:11 WIB

Gambar di samping adalah halaman pertama dari naskah kitab tafsir “Turjuman al-Mustafid” karangan Syaikh ‘Abd al-Rauf as-Sinkili al-Jawi, seorang ulama Nusantara asal Aceh di abad ke-12 H/17 M (w. 1105 H/ 1693 M). Naskah ini merupakan edisi cetakan Maktabah Utsmaniyah, Istanbul, dengan tahun cetak 1884 M.

Turjuman al-Mustafid” merupakan kitab tafsir al-Qur’an pertama dan terlengkap yang ditulis di dunia Melayu, dalam bahasa Melayu, dan oleh seorang ulama Melayu-Nusantara (Aceh). Bahasa Melayu adalah lingua-franca yang digunakan di kawasan Asia Tenggara pada masa itu.

Meski demikian, “Turjuman al-Mustafid” sebenarnya lebih merupakan terjemahan (setidaknya resepsi) dari kitab “Tafsir Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil” atau yang dikenal dengan “Tafsir al-Baidhawi” karangan al-Qadhi al-Baidhawi (w. 685 H/ 1286 M), sebuah kitab tafsir legendaris yang banyak tersebar dan dijadikan rujukan utama di dunia Sunni (di dunia Mu’tazilah ada Tafsir al-Kasysyaf karangan al-Zamakhsyari, w. 538 H/ 1143 M).

Kenyataan di atas ditegaskan oleh tulisan yang terdapat di atas kalimat pembuka “basmalah” pada halaman naskah di atas, yaitu: إنيله تفسير البيضاوي “inilah tafsir al-baidhawi”. Sementara itu, di sampul naskah kitab edisi tersebut, juga terdapat tulisan sebagai berikut:

"ترجمان المستفيد في تفسير القرآن المجيد يغ دترجمهكن دغن بهاس ملايو يغ دأمبيل ستنه معنان درفد تفسير البيضاوي"

(Turjuman al-Mustafid fi Tafsir al-Quran al-Majid yang diterjemahkan dengan bahasa Melayu yang diambil setengah ma’nanya daripada Tafsir al-Baidhawi).

*****

‘Abd al-Rauf as-Sinkili sendiri sezaman dengan Yusuf al-Makassari, ‘Abd al-Syakur al-Bantani, dan ‘Abd al-Muhyi al-Jawi (Pamijahan)—para ulama Jawi (Nusantara) yang sama-sama belajar di Haramayn kepada Syaikh Ibrahim al-Kurani (w. 1101 H/ 1689 M), seorang cendekiawan sentral dunia Islam asal Kurdi yang berkiprah di Madinah.

‘Abd al-Rauf didaulat sebagai qadi (hakim agung) sekaligus mufti Kerajaan Aceh di masa pemerintahan Ratu Shafiyatuddin dan Ratu Kamalatuddin. Ia banyak mengarang kitab dalam pelbagai bidang ilmu keislaman. Mayoritas karya-karya tersebut, meski menggunakan judul berbahasa Arab, namun isinya ditulis menggunakan Bahasa Melayu aksara Arab. “Turjuman al-Mustafid” adalah karya al-Sinkili yang paling populer.

Tahun cetak naskah “Turjuman al-Mustafid” pada 1884 M sekaligus tempat dicetaknya di Istanbul, setidaknya menunjukkan beberapa hal penting.

Pertama, kitab tersebut terus digunakan sebagai kitab acuan dan pegangan tafsir al-Qur’an oleh masyarakat Muslim Nusantara selama berabad-abad lamanya (dikarang di medio abad ke-17 M, dan dicetak di akhir abad ke-19 M). Sebelum dicetak di Istanbul, kitab tersebut terlebih dahulu diedit oleh tiga orang ulama Nusantara asal Pattani dan Kelantan, yaitu Ahmad al-Fathani, Idris al-Kalantani, dan Dawud al-Fathani.

Kedua, kitab tersebut dicetak di Istanbul, ibu kota Kekhilafahan Islam. Besar kemungkinan kitab tersebut juga terdistribusikan sekaligus menjadi pegangan para santri asal Nusatara yang tengah belajar di Mekkah-Madinah (Hijaz), Kairo (Azhar), dan Istanbul. Keempat kota itu pada masa tersebut masih tersatukan sebagai kota-kota provinsi Kekhalifahan Usmaniyah.

Ketiga, masih kuatnya jaringan intelektual Islam antara Nusantara, Haramayn, Kairo, dan Istanbul pada masa itu (abad ke-19 M). Pada masa al-Sinkili (abad ke-17 M), mahaguru ulama Nusantara di Haramayn adalah Syaikh Ibrahim al-Kurani, maka di masa dicetaknya kitab tersebut (abad ke-19 M), mahaguru ulama Nusantara di Haramayn adalah Syaikh Ahmad Zaini Dahlan dan Syaikh Nawawi al-Bantani, sementara di Kairo adalah Syaikh Ibrahin al-Baijuri (sayap tradisionalis) dan Syaikh Muhammad Abduh (sayap modernis). Sayangnya, jaringan intelektual Nusantara-Istanbul pada masa itu masih belum terlacak. (A. Ginanjar Sya’ban)