Internasional

3 Pola Pembinaan Riset Mahasiswa

Ahad, 20 Maret 2022 | 14:30 WIB

3 Pola Pembinaan Riset Mahasiswa

Tangkap layar Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo, Prof Bambang Suryadi pada Kuliah Umum Riset Masisir Sesi Ketiga: Isu Strategis Riset Masisir dan Pola Pembinaannya, Sabtu (20/3/2022).

Jakarta, NU Online
Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo, Prof Bambang Suryadi mengatakan pembinaan riset mahasiswa idealnya melalui tiga komponen yaitu, kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

 

"Secara kurikuler, artinya idealnya para mahasiswa ini memiliki, mendapatkan, menerima, mempelajari materi metode penelitian itu secara terstruktur yang ada di dalam kurikulum," ujarnya pada Kuliah Umum Riset Masisir Sesi Ketiga: Isu Strategis Riset Masisir dan Pola Pembinaannya, Sabtu (20/3/2022) malam waktu Indonesia.


Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa itulah yang disebut dengan belajar riset metodologi by design. Pola ini mengedepankan agar mahasiswa disiapkan betul untuk menguasai riset metodologi, sehingga ketika itu masuk ke dalam kurikulum dihitung berapa SKS.


Kedua. kokurikuler, pada kegiatan-kegiatan ini menguatkan kegiatan kurikuler dan bersifat masih dalam konteks perguruan tinggi.

 

Guru Besar Psikologi Pendidikan dan Konseling Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengungkapkan bahwa kokurikuler berkaitan dengan kurikuler. Artinya hal itu dilakukan bersama-sama, yaitu kegiatan untuk menguatkan yang ada di dalam kurikulum.


"Ini pola-pola pembinaan kurikuler dan kokurikuler ini tidak berlaku, karena tidak menerima itu. Relatif kira-kira ada poin yang ketiga yaitu ekstrakurikuler, ini leading sektornya bukan perguruan tinggi tapi lebih banyak kepada organisasi kemahasiswaan dalam hal ini adalah PCINU," jelasnya.


Dirinya memberikan apresiasi kepada panitia dan juga kepada pusat riset di PCINU yang telah menginisiasi kegiatan ini.
Meskipun  ada kekurangan dalam kurikuler, pada kokurikuler tetapi mendapatkan pada ekstrakurikuler.

 

"Nah, kalau ekstrakurikuler bukan by design. jadi ini tidak didesain, karena yang mengikuti ini kan volunteer sukarela," ujarnya.


Adapun pola pembinaan ekstrakurikuler dalam meningkatkan kemampuan penelitian itu beragam. Di antaranya adalah pelatihan, program pengembangan profesionalisme, kursus singkat, pengembangan minat dan bakat, dan kelompok studi.

 

Tantangan budaya riset

Menurut Prof. Bambang Suryadi, Ph.D ada beberapa tantangan budaya riset di kalangan mahasiswa Indonesia Indonesia dan Mesir.

 

"Ini hasil dari renungan saya, bisa jadi mungkin kurang tepat, silahkan nanti didiskusikan bersama. Tadi saya konfirmasi secara design by design dalam kurikulum itu tidak diajarkan terutama yang S1. Maka bisa saya katakan metode penelitian tidak diajarkan," ujarnya.


Menurutnya hal tersebut merupakan sebuah tantangan, jika mahasiswa Mesir berpikir positif dan mempersepsikannya sebagai sebuah tantangan bukan sebuah masalah. Maka untuk menguasai metode penelitian itu di luar universitas.

 

"Kemudian yang kedua kultur akademik, di mana tidak ada tugas-tugas paper ataupun skripsi untuk mahasiswa S1 ini, kalau S2 ada tesis, S3 ada disertasi. Jadi memang benar-benar syeikh ini sebagai pusat sumber ilmu yang dia memberikan ilmunya, kita mendengar, mencatat, kemudian mengutarakan kembali melalui ujian. Sekali lagi tantangan itu diatasi melalui ekstrakurikuler," ujar Alumni Pondok Pesantren Gontor Ponorogo itu.


Selanjutnya yang ketiga lebih pada kompetensi penelitian, meliputi keterampilan dan kualitas. Salah satu aspek kompetensi penelitian itu adalah menentukan desain penelitian atau metode penelitian yang digunakan.

 

"Yang keempat karena keterbatasan dana penelitian, tapi apakah meneliti harus dengan dana yang besar? Saya memahami kemarin dari Pak Najib bahwa melakukan penelitian tidak mesti harus dengan dana besar, apalagi kondisi sekarang di era digital. Orang menyebar kuesioner, menyebar angket instrumen, tidak lagi harus memfotokopi," jelasnya.

 

Menurutnya penelitian tidak mesti harus dengan dana yang tinggi, tidak harus dengan dana yang besar. Tetapi jangan sampai keterbatasan dana membuat malas untuk melakukan penelitian, apalagi tidak punya mimpi untuk meneliti.

 

"Tantangan yang kelima ini terutama pada referensi, nah sebagian jurnal-jurnal ilmiah yang terpublikasi, maupun literatur yang ada itu dalam Bahasa Inggris. Makanya itu menjadi sebuah tantangan bagaimana meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris, itu yang perlu dikembangkan. Anda sudah punya satu alat yaitu kuat dalam Bahasa Arab, maka ada tuntutan lain juga untuk mengembangkan kemampuan bahasa yang lain terutama Bahasa Inggris," pungkasnya.

 

Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Kendi Setiawan