Internasional

Bukan karena Pukulan, Ini Kata Pemerintah Iran soal Kematian Mahsa Amini

Kam, 20 Oktober 2022 | 17:45 WIB

Bukan karena Pukulan, Ini Kata Pemerintah Iran soal Kematian Mahsa Amini

Duta Besar Iran untuk Indonesia Mohammad Azzad di kediamannya di Jakarta pada Rabu (19/10/2022) malam.

Jakarta, NU Online

Kematian wanita muda Iran, Mahsa Amini, pada pertengahan September 2022 lalu telah memicu gelombang protes di Iran. Pasalnya, Mahsa Amini diduga meninggal dalam tahanan lantaran dianggap melanggar aturan berpakaian di Republik Islam Iran tersebut.


Kedubes Iran menyebut bahwa tim-tim investigasi tersebut dibentuk di berbagai badan dan lembaga Republik Islam Iran. Dikatakan bahwa tim-tim investigasi bekerja sesuai dengan misi dan tujuan masing-masing untuk menghasilkan penyelidikan yang cepat, adil, dan tidak memihak, efektif dan independen.


“Termasuk dengan melakukan penelitian lapangan dan eksperimen ilmiah, meninjau catatan medis, memintai keterangan orang-orang dan pihak-pihak yang relevan serta meninjau rekaman CCTV,” terang Duta Besar Iran Mohammad Azzad dalam pernyataan tertulis.


Adapun tim-tim investigasi tersebut antara lain, tim investigasi yang dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri sesuai perintah Presiden; tim penyelidikan yang dibentuk oleh Jaksa Agung kota Teheran; tim penyelidikan lain yang dibentuk oleh Badan Administrasi Kehakiman provinsi Teheran, tim penyidik yang terdiri dari para ahli yang dibentuk oleh Badan Kepolisian Forensik dan tim pencari fakta yang dibentuk oleh Parlemen Republik Islam Iran.

 
Pihaknya membantah tudingan yang dilontarkan media-media Barat maupun pernyataan Penjabat Komisaris Tinggi HAM PBB yang menyebut Mahsa Amini mendapatkan pukulan di kepala sebelum meninggal.


“Kesimpulan yang dituduhkan oleh mereka merupakan sebuah tindakan provokatif dan tidak beralasan,” lanjutnya.


Kedubes Iran juga menjelaskan bahwa dokumen medis Mahsa Amini yang didapati adalah kasus rawat inap untuk operasi otak di Teheran ketika Amini berusia 8 tahun, tepatnya tahun 2007. 


Selain itu, hasil penyelidikan awal dan laporan yang mereka dapat juga menunjukkan bahwa tiada ditemukan tindakan kekerasan dan pukulan apapun terhadap Amini. Hal tersebut berdasarkan pemeriksaan dari 19 dokter spesialis terhadap Mahsa.


“Hasil otopsi juga tidak menunjukkan jejak pendarahan, penghancuran, atau pecahnya organ dalam tubuh. Sementara itu, menentukan sebab kematian adalah hal yang membutuhkan waktu,” tulis pernyataan itu.


Aturan penggunaan jilbab di Iran

Mahsa Amini ditangkap pihak polisi sosial Iran karena tidak memenuhi persyaratan aturan berpakaian yang sudah diatur dalam Undang-undang yang berlaku di Iran. Menurut Azad, Mahsa diarahkan polisi moral untuk mengikuti bimbingan dan pendampingan agar menaati aturan yang berlaku.


Aturan mengenai penggunaan jilbab ini menyeluruh di semua wilayah Iran. Satu peraturan berlaku di berbagai belahan Iran. Menurutnya, banyak cara untuk menaati peraturan. Hal tersebut tidak menjadi soal bagi Iran, sekalipun tampak longgar. Sebab, pemerintah Iran memahami ada perbedaan selera masyarakat dalam penggunaan jilbab ini.


"Melepaskan hijab keseluruhan bertentangan dengan peraturan," ujarnya.


Polisi sosial akan menegakkan peraturan bagi mereka yang tidak menaatinya. Penegakan tersebut dilakukan dengan tahapan. Pertama, pelanggar akan diberikan arahan dan bimbingan di tempat peristiwa. Jika langsung membenarkan hijabnya sesuai dengan aturan, mereka boleh langsung jalan. Namun, jika hal tersebut tidak langsung diamini, pelaku akan dibawa untuk diberikan bimbingan dan arahan lebih lanjut.


Azzad juga menyampaikan bahwa kematian Mahsa Amini dibesar-besarkan oleh Barat dan Israel dalam rangka mencampuri urusan dalam negerinya sekaligus mendukung gerakan separatisme Kurdistan. Hal ini, menurutnya, sejalan dengan Mahsa Amini yang juga merupakan orang Kurdistan.


"Mereka (Barat dan Israel) selalu mendukung gerakan separatis di Iran. Mereka ingin memisahkan Kurdistan dari Iran. Mahsa Amini dari Kurdistan juga. Ini menunjukkan ada korelasi," katanya.


Petugas medis diduga tutupi penyebab kematian Amini

Melansir Radio Free Europe, Presiden Dewan Medis Iran Mohammad Raeszadeh diduga membantu otoritas Iran menutupi-nutupi penyebab kematian Amini. Raeiszadeh disebut telah menggunakan nama dan reputasi organisasi untuk melegitimasi komite pencari fakta menutupi penyebab kematian Amini.


Pejabat tinggi medis di provinsi selatan Hormozgan, dr Hossein Karampour mendesak Presiden Dewan Medis Iran untuk bersikap jujur ​​dan berani mengklarifikasi serta mengungkapkan kebenaran kepada rakyat.


Ia menolak klaim beberapa pejabat Iran dan mengatakan kemungkinan besar penyebab Amini meninggal lantaran adanya pukulan keras di kepala.


Mengacu pada foto-foto Amini yang dipublikasikan di rumah sakit, menunjukkan adanya pendarahan dari telinga dan memar di bawah matanya. 


Karampour menulis bahwa tanda tersebut menunjukkan adanya bekas pukulan di bagian kepala. Hal ini tidak sesuai dengan dalih yang disampaikan beberapa otoritas Iran. 


“Ini berkaitan dengan gejala yang terkait dengan cedera kepala dan pendarahan," kata dia. 


Keluarga dicegat tinjau hasil otopsi

Melansir BBC, Ayah dari Mahsa Amini, Amjad Amini, mengatakan bahwa dia tidak diizinkan untuk melihat laporan otopsi putrinya. Amjad juga menyebut dirinya berulang kali dilarang oleh staf medis untuk melihat tubuh putrinya setelah kematian.


"Saya ingin melihat putri saya, tetapi mereka tidak mengizinkan saya masuk," katanya.
 

Bahkan, Amjad mengatakan bahwa ketika dia meminta untuk melihat laporan otopsi anaknya, dokter justru menjawab: "Saya akan menulis apa pun yang saya inginkan, dan itu tidak ada hubungannya dengan Anda."


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa dan Syakir NF
Editor: Ivan Aulia Ahsan