Internasional

Imbas Geger Corona di Maroko dan Tunisia pada Pelajar Indonesia

Jum, 6 Maret 2020 | 10:00 WIB

Imbas Geger Corona di Maroko dan Tunisia pada Pelajar Indonesia

Khawatir berlebihan tertular corona juga dialami warga Maroko dan Tunisia. Hal ini berimbas pada pelajar Indonesia yang tengah menuntut ilmu di sana karena sekilas wajah mereka serupa dengan masyarakat China, stigma pun muncul.

Jakarta, NU Online
Khawatir berlebihan tertular corona tidak saja terjadi di Indonesia. Penduduk Maroko dan Tunisia juga mengalami hal yang sama. Peristiwa ini berimbas pada pelajar Indonesia yang tengah menuntut ilmu di sana. Karena sekilas wajah mereka serupa dengan masyarakat China, stigma pun muncul.

Rona Alyfah Hijriyyah, misalnya. Saat istirahat sekolah, alumnus Pesantren Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur ini bersama rekan-rekannya pergi ke pasar samping rumahnya guna belanja bahan masakan untuk sore. Di persimpangan jalan dalam pasar, terdapat sekitar lima anak seusia SMP tengah nongkrong.

Melihat kedatangannya, mereka langsung berjalan menjauh dengan sedikit berlari sembari berteriak, “Corona! Corona! Corona!”

Hal demikian, menurutnya, sudah biasa mereka dapatkan sebelum ramai adanya virus tersebut. Ketua Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Fatayat Nahdlatul Ulama Maroko itu kerap dipanggil orang China. “Kami dipanggil ‘Sinwa! Sinwa!’ yang artinya orang China,” katanya.

Alyfah memahami hal tersebut karena ketakutan mereka akan tertular virus berbahaya tersebut. “Ya, kami paham, mungkin mereka takut akan bahaya tertular virus yang asalnya dari Benua Asia, sampai merasa harus menjauhi semua yang berwajah Asia,” ujar mahasiswi Institut Privee Imam Nafie, Maroko itu.

Hal itu diperparah dengan media massa di sana yang memunculkan wajah orang Asia, khususnya China, dalam pemberitaan virus tersebut. Menurutnya, demikian menambah kekhawatiran mereka terhadap masyarakat Asia.

"Ditambah media maroko sendiri mengunggah berita dengan thumbnail wajah Asia, gimana orang Maroko gak tambah parno," ujarnya.

Senada dengan Alyfah, Aisyah Nur Hayati Kriyani juga mengalami hal serupa. Di tengah perjalanan pulang dari kampusnya di Universitas Ez-Zitounah, Tunisia, ia disapa anak-anak seusia SD yang baru merampungkan kelas di hari itu. Mereka bertanya kepadanya dengan nada mengolok-olok, “Bagaimana kabar keluargamu di Wuhan?” tanya mereka dalam bahasa Arab.

Ia menganggap sebagai angin lalu saja. Toh baginya, itu hanya keisengan anak kecil. Dara asal Pondok Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat ini memahami perasaan mereka. “Kita-kita pun paham perasaan mereka bagaimana,” katanya.

Berbeda dengan Aisyah, teman-temannya merasa dijauhi oleh orang-orang saat pergi ke Centre Ville atau Souk Medina. “Sengaja dijahui oleh orang-orang karena wajah Asia kita,” katanya.

Aisyah menyebut, ada dua WN Tunisia yang positif tertular virus Covid-19. Keduanya tertular dari WN Italia. Dua negara beda benua ini cukup berdekatan jaraknya. Akibat hal itu, pemerintah Tunisia melarang perjalanan Laut dari Italia masuk ke wilayahnya.

Di samping itu, jelasnya, pemerintah juga memberikan pengenalan tentang Covid-19 dan cara pencegahannya. Kamis (5/3) pagi, ia juga mendapatkan penjelasan hal tersebut di kampusnya. 

“Mereka mengadakan seminar-seminar kesehatan tentang pengenalan virus corona dan bagaimana pencegahannya. Ini baru saja tadi pagi ada seminar tentang itu di kampus,” ujarnya.

Menurutnya, negara-negara di Afrika bagian barat atau yang disebut Maghrib, seperti Tunisia, Maroko, dan Aljazair tertularnya dari Italia. Menurut data dari John Hopkins University, ada 3.858 kasus di Italia, dua kasus di Maroko, dan 12 kasus di Aljazair.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Muchlishon