Internasional

Ingin Kuliah di Luar Negeri? Begini Tips Ala Katib Syuriyah PCINU AS-Kanada

Sel, 25 Oktober 2022 | 21:00 WIB

Ingin Kuliah di Luar Negeri? Begini Tips Ala Katib Syuriyah PCINU AS-Kanada

Katib Syuriyah PCINU Amerika Serikat (AS)-Kanada Zainal Abidin. (Foto: Dok. pribadi)

Jakarta, NU Online
Melanjutkan studi keluar negeri merupakan idaman para pelajar, termasuk santri. Meski begitu, lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia masih relatif banyak yang menyalurkan para murid atau ke santri ke perguruan tinggi di Timur Tengah. Padahal, santri juga berpotensi tembus ke universitas di negara-negara Eropa maupun Amerika.


Katib Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Amerika Serikat (AS)-Kanada, Zainal Abidin, mengatakan dua hal utama yang perlu dilakukan santri untuk bisa melanjutkan studi ke negara barat.


Pertama, penguasaan bahasa asing. Zainal melihat, penguasaan bahasa menjadi poin utama yang perlu disiapkan santri. Adapun bahasa yang perlu dikuasai, kata dia, bisa disesuaikan dengan negara tujuan.


“Bahasa itu penting. Saya yakin kemampuan bahasa generasi sekarang lebih bagus jika dibandingkan dengan generasi saya di tahun 2000-an. Maka itu, bahasa menjadi modal yang bagus bagi adik-adik yang ingin melanjutkan ke luar negeri,” terang Zainal kepada NU Online, Senin (24/10/2022).


Kedua, berkeinginan kuat untuk mengembangkan soft skill. Menurut Zainal, euforia belajar di luar negeri tidak boleh berhenti hanya pada penguasaan materi yang diajarkan semata. Hal ini lantaran bahan ajar yang disampaikan di universitas dalam maupun luar negeri sejatinya serupa.


“Kalau ada teman belajar teknik mesin, misalnya mata kuliah Termodinamika. Termodinamika yang diajarkan di ITB atau perguruan tinggi swasta di pelosok pun sama dengan yang diajarkan di Texas ini,” ucap Adjunct Professor di Universitas of Texas, San Antonio, Amerika Serikat itu.


Maka itu, pria yang juga peneliti utama di Softwest Research Institute itu menilai mengembangkan soft skill menjadi sangat penting untuk dikuasai.


“Pelajari juga penguasaan soft skill-nya. Karena harus kita akui, kita masih kalah di situ. Bagaimana kita bekerja sama, berkompetisi dengan sehat, bagaimana mereka saling menghargai, kedisiplinan kita masih kalah. Dari situ kita belajar meningkatkan itu semua,” kata dia.


“Indonesia itu tidak kekurangan orang pintar yang kita kurang adalah kecakapan untuk bekerja sama,” tambahnya.


Ia berharap, ke depan santri bisa mengenali potensi diri dengan baik. Tidak melulu berkutat di bidang agama, santri yang merasa memiliki kecenderungan mahir di bidang lain pun harus mendapat dukungan.


“Saya berharap santri itu bisa lebih berkiprah tak hanya di bidang agama saja. Tapi juga non keagamaan. Selama ini, stigma santri itu sebagai orang yang kemampuan agamanya kuat tetapi untuk bidang lain misalnya, engineering sering ‘disepelekan’,” jelas Zainal.


“Padahal, saya yakin potensi santri itu besar sekali. Allah memberikan kemampuan manusia sangat komplit. Semoga banyak santri yang selain memiliki pondasi agama sangat kuat, tapi juga berkarier di bidang non agama,” imbuhnya.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori