Internasional

Krisis Perang, Warga Yaman Harus Rela Berkurban dengan Ayam

Sel, 20 Juli 2021 | 12:30 WIB

Krisis Perang, Warga Yaman Harus Rela Berkurban dengan Ayam

Ilustrasi Kota Sanaa, Yaman. (Foto: Reuters)

Jakarta, NU Online

Perang mendera Yaman sejak 2014 lalu. Hal itu berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kemanusiaan yang menimpa masyarakat Yaman, tak terkecuali pada momen Idul Adha tahun ini.


Seperti diberitakan AFP, beberapa warga di kota Taez, Yaman merayakan Idul Adha dengan mengurbankan ayam, salah satunya ialah Fadel al-Sbei. Ia mengurbankan dua ayam untuk disembelih saat Idul Adha 2021.


Fadel merupakan ayah dari enam orang anak. Ia setiap hari hanya mendapatkan US$2 (sekitar Rp29 ribu) dengan bekerja sebagai jasa pengiriman barang.


Hal itu membuatnya kesulitan untuk membeli kambing, unta, atau sapi sebagai hewan kurban saat Idul Adha.


Dia tidak sendirian. Banyak orang Yaman hidup dalam kemiskinan akibat perang besar yang menjerumuskan mereka ke krisis kemanusiaan terburuk di dunia, berdasarkan data dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).

 


"Situasinya sangat buruk. Saya pergi ke pasar untuk membeli hewan kurban dan harganya sangat mahal. Saya tidak mampu membeli apapun," kata Fadel seperti dilansir AFP, Selasa (20/7).


"Domba dan kambing dijual antara 150 ribu dan 200 ribu riyal (Rp8,7 juta-Rp11,6 juta dengan kurs 1 riyal Yaman = Rp58,2). Saya harus membeli ayam untuk hari raya Idul Adha," keluh Fadel.


"Bahkan harga pakaian pun sangat mahal dan saya tidak bisa membelinya. Hidup ini sangat sulit," katanya.


Riyal Yaman mencapai level terendah setelah lebih dari tujuh tahun konflik terhadap dolar pada bulan ini. Di beberapa daerah US$1 bisa senilai dengan 1.000 riyal Yaman.


Taez, kawasan yang dikepung pemberontak Houthi, menjadi daerah yang paling terdampak sejak konflik terjadi pada 2014. Kesulitan yang dirasakan Fadel juga dialami Mohammed al-Sharaabi.


Sekitar 5 juta jiwa di Yaman berada di ambang kelaparan. Sementara itu, sekitar 50 ribu orang di Yaman hidup dalam kondisi kelaparan.

 


Berdasarkan Program Pangan Dunia PBB (FAO), pertama kalinya tingkat kelaparan kritis seperti itu tercapai dalam dua tahun.


Harga pangan telah melonjak 200 persen dibandingkan dengan tingkat sebelum perang. Sekitar 80 persen warga Yaman sekarang bergantung pada bantuan pangan internasional.


Perang di Yaman dimulai pada 2014 saat Ibu Kota Sanaa jatuh ke tangan pemberontak Houthi yang menentang pasukan dukungan Arab Saudi yang setia kepada pemerintah.


Houthi, yang didukung oleh musuh bebuyutan Saudi yakni Iran, kini menguasai sebagian besar utara Yaman, termasuk Sanaa.


Berdasarkan organisasi kemanusiaan, konflik itu telah merenggut puluhan ribu nyawa dan jutaan orang mengungsi.


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon