Internasional

Lembaga Pertanian NU Belanda Bahas Potensi Energi Terbarukan untuk Dukung Pertanian Indonesia

Sel, 1 Februari 2022 | 15:20 WIB

Wageningen, NU Online
Lembaga Pertanian dan Lingkungan Hidup (LPLH) Pengurus Cabang Istimewa Nahdhatul Ulama (PCINU) Belanda mengadakan webinar seri pertama dengan topik Renewable Energy System and Automation in Agriculture (Smart Farming) in Indonesia, Sabtu (29/1/2022).

 

Kegiatan ini bertujuan untuk membagikan pengalaman narasumber dalam pemanfaatan energi terbarukan maupun automasi (smart farming) pada sektor pertanian; meningkatkan pemahaman peserta mengenai peluang dan manfaat keduanya dalam upaya menuju pertanian yang efisien dan ramah lingkungan di Indonesia.

 

Seminar daring menghadirkan dua pembicara yang merupakan praktisi dan akademisi. Peserta yang hadir mayoritas berasal dari kalangan akademisi, dan sisanya berasal dari Lembaga pemerintah maupun swasta di Indonesia dan Belanda.

 

Narasumber, Muhammad Shiddiq Sumitro, M.Sc, Co-Founder PT. Ttansisi Enjiniring Indonesia sekaligus sebagai konsultan renewable energy and electrical grid menyampaikan bahwa sistem energi terbarukan dapat menunjang kegiatan pertanian di Indonesia khususnya jika dikombinasikan dengan sistem automasi.

 

"Hal ini terutama didukung oleh potensi energi surya sebagai salah satu sumber utama energi terbarukan di Indonesia yang mencapai 1700 kWh/m2/tahun dengan daerah pemasok potensial pesisir pantai Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Potensi ini jauh melebihi kebutuhan nasional yang baru mencapai 1100 kWh/m2/kapita/tahun," ujarnya.

 

Shiddiq memberikan contoh kondisi pertanian di desa di Demak, Jawa Tengah yang para petaninya sangat bergantung pada irigasi untuk mengairi sawah, namun 50 persen dari lahan masih menggunakan irigasi dengan sistem pompa air konvensional atau menggunakan genset.

 

"Selain pasokan terbatas, sistem ini juga sangat rentan terhadap gangguan baik pada saluran maupun kekeringan. Agrivoltaics 1.0 (solar pump) memiliki potensi yang besar untuk menutupi kelemahan tersebut. Selain untuk irigasi, sistem ini juga bisa dimanfaatkan untuk penerangan jalan umum, penggunaan skala rumah tangga maupun lembaga desa," ungkapnya.

 

Ia menilai salah satu tantangan sistem ini adalah biaya investasi  awal yang mahal, namun dalam jangka panjang (umur efektif 20-25 tahun) penghematan yang dihasilkan bisa mencapai delapan miliar rupiah. 

 

Pada sesi kedua, Durrotun Nashihin, kandidat master pada bidang Biosystem Engineering, Wageningen University and Research, Belanda, menyampaikan materi tentang potensi dan tantangan automasi (smart farming) di Indonesia. Ia menyebutkan beberapa teknologi smart farming yang berpotensi untuk diaplikasikan di Indonesia di antaranya greenhouse untuk produk hortikultura, weather station dengan solar panel untuk mengumpulkan data cuaca, sistem irigasi air, traktor, web/app interface, teknologi sensor, dan lain-lain.

 

"Penerapan smart farming di Indonesia memiliki tantangan tersendiri, mengingat pertanian selain sebagai sumber pendapatan mayoritas penduduk, juga karakteristik penguasaan lahan yang relatif sempit," ujarnya.

 

Namun, pihaknya menjelaskan bahwa automasi ini sangat memungkinkan, bahkan untuk diterapkan pada pertanian skala kecil. "Sebagai contoh panel surya sederhana dapat digunakan untuk mereduksi hama," ungkapnya.

 

Kegiatan ini disambut dengan antusias baik oleh Nahdliyin, pengurus lembaga, banom hingga MWCNU, akademisi, dan publik pada umumnya. Selain dari Belanda, terdapat peserta webinar dari beberapa negara lain seperti Singapura. Sedangkan peserta dari Indonesia berasal dari Aceh hingga Indonesia Timur.

 

Kegiatan ini merupakan bagian dari serial webinar yang akan diselenggarakan oleh LPLH secara rutin. Diharapkan kegiatan dapat membangun wadah untuk saling berbagi ilmu, informasi, dan berdiskusi mengenai topik dan isu actual mengenai pertanian, pangan, dan lingkungan hidup. Ke depan diharapkan diskusi keilmuan seperti ini dapat memberikan kebermanfaatan bagi berbagai kalangan dan masyarakat luas.

Editor: Kendi Setiawan