Internasional

Mereka yang Mengecam dan Membela China Terkait Kamp Muslim Uighur

Ahad, 14 Juli 2019 | 09:00 WIB

Mereka yang Mengecam dan Membela China Terkait Kamp Muslim Uighur

Ilustrasi Muslim Uighur (Reuters)

Jakarta, NU Online
Sebanyak 22 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam perlakuan China terhadap minoritas Muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang. Mereka mendesak China agar menghentikan penahanan massal Muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang. 

Mereka menyampaikan kecamannya itu melalui surat yang dikirim kepada Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM), Michelle Bachelet, dan Presiden Dewan HAM PBB, Coly Seck. Dalam surat itu, 22 negara tersebut mengatakan kepada China agar menegakkan hukumnya sendiri dan kewajiban internasional. Selain itu, China didesak untuk menghentikan kesewenang-wenangannya terhadap minoritas Muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang serta mengizinkan kebebasan beragama.

Menurut laporan The New York Times, Kamis (12/7), surat tersebut dikirim ke PBB pada Senin lalu dan dirilis ke publik pada Rabu. Surat tersebut ditandatangani oleh para Duta Besar untuk PBB dari 22 negara, termasuk diantaranya Jerman, Prancis, Inggris, Jepang, Selandia Baru, Kanada, dan Australia.

“Kekhawatiran tentang laporan-laporan kredibel soal penahanan sewenang-wenang. Juga meluasnya pengawasan dan pembatasan, khususnya yang menargetkan warga Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang,” demikian kutipan surat tersebut.

37 negara membela China

Para Duta Besar untuk PBB dari 37 negara merespons balik surat tersebut. Mereka juga merilis surat yang intinya membela perlakuan China terhadap Muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang. Bahkan, mereka memuji China dalam hal penegakan hak asasi manusia (HAM). 

“Kami mencatat bahwa terorisme, separatisme, dan ekstremisme agama telah menyebabkan kerusakan besar pada orang-orang dari semua kelompok etnis di Xinjiang," demikian isi surat tersebut, sebagaimana dikutip dari laman AFP, Sabtu (13/7).

Diantara negara yang menandatangi surat pembelaan terhadap perlakuan China atas Muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang adalah Rusia, Arab Saudi, Korea Utara, Aljazair, dan Nigeria. Kemudian Zimbabwe, Filipina, Myanmar, dan lain-lainnya.

Sementara itu, pemerintah China mengakatan kalau surat yang ditandatangani 22 negara tersebut sebagai fitnah. China juga menyebut, surat itu berisi tuduhan yang tidak berdasar. “Ini adalah politisasi publik atas isu-isu hak asasi manusia dan secara ceroboh mencampuri urusan dalam negeri China," juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang di Beijing, ilansir AFP, Kamis (11/7).

Tahun 2018 lalu, salah satu anggota Komite Penghapusan Diskriminasi Rasional PBB, Gary McDougall mengungkapkan, sekitar 2 juta warga Muslim Uighur dan kelompok minoritas Muslim lainnya diwajibkan menjalani indoktrinasi di sebuah kamp politik di Xinjiang. 

“(China) telah mengubah wilayah otonomi Uighur menjadi sebuah penampungan raksasa rahasia, semacam sebuah zona tanpa hak asasi,” kata McDougall, dikutip dari lama Reuters, Sabtu (11/8/2018).

Sebulan setelahnya, lembaga hak asasi manusia yang bermarkas di New York, Human Right Watch, mengeluarkan sebuah laporan yang menguatkan tuduhan PBB tersebut di atas.  Sebagaimana dikutip Reuters, Senin (10/9/2018), Human Right Watch melaporkan, sebagian besar minoritas Muslim Uighur di Xinjiang China mengalami penahanan sewenang-wenang. Mereka juga menghadapi pembatasan harian terhadap praktik keagamaan dan ‘indoktrinasi politik paksa.’

Otoritas China berulang kali menolak tuduhan tersebut. China menjelaskan, orang-orang tersebut sedang menjalani ‘pendidikan ulang’ dan pendidikan vokasi setelah terpapar paham ekstremisme. Wakil Direktur Jenderal United Front Work Department Komite Sentral CPC, Hu Lianhe, mengatakan, pihak berwenang di wilayah Xinjiang melindungi penuh hak setiap warga secara setara.

“Argumen bahwa satu juta orang ditahan di pusat-pusat pendidikan ulang sepenuhnya tidak benar,” kata Hu, dilansir laman Reuters, Senin (13/8/2018).

Hal senada disampaikan Duta Besar China untuk Indonesia, Xioa Qian. Qian menegaskan, semua masyarakat China dari berbagai suku –termasuk Uighur- memiliki kebebasan dalam beragama. Menurutnya, persoalan di Xinjiang adalah persoalan separatisme. 

“Tapi demikian masih ada segelintir oknum yang berencana memisahkan Xinjiang dari Tiongkok dengan menggunakan tindakan kekerasan, bahkan terorisme,” kata Dubes Qian melalui penerjemahnya, ketika berkunjung ke Kantor PBNU, Jakarta pada Senin, 24 Desember 2018 lalu. (Red: Muchlishon)