Internasional

Praktik Tradisi Islam Nusantara di Masjid Al-Ikhlas Amsterdam Diapresiasi

Ahad, 27 Oktober 2019 | 14:30 WIB

Praktik Tradisi Islam Nusantara di Masjid Al-Ikhlas Amsterdam Diapresiasi

Muslim di Belanda menggelar tahlil di Masjid Al-Ikhlas Amsterdam, Belanda. (Foto: dok. Gus Milal)

Amsterdam, NU Online
Penulis buku Masterpiece Islam Nusantara, Zainul Milal Bizawie (Gus Milal), mengapresiasi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Masjid Al-Ikhlas Amsterdam. Terlebih, kegiatan yang bernuansa dengan tradisi Islam Nusantara seperti istighotsah, tahlil, dan lainnya. 

“Tradisi tahlil inilah salah satu yang diwariskan oleh para ulama pendahulu kita, dan inilah wajah Islam Nusantara, Islam yang melestarikan budaya yang baik karena dengan berkumpul ini kita dapat bermuhasabah sekaligus mempererat kohesi dan soliditas sosial yang dibutuhkan dalam mendapatkan ketenangan dalam beribadah,” kata Gus Milal di Masjid Al-Ikhlas Amsterdam, Belanda, Sabtu (26/10). 

Dia mengunjungi Masjid Al-Ikhlas di sela-sela kegiatan risetnya di Leiden University Library, National Museum of Ethnology, TropenMuseum, dan lainnya yang didukung Pusat LKKMO Balitbang Kemenag RI. Kebetulan, kunjungannya ke Masjid Al-Ikhlas Amsterdam tersebut bersamaan dengan digelarnya tahlil 40 hari sesepuh masjid, H Soekidjo. 

Bagi dia, berdakwah di Negara Barat cukup berat dan penuh tantangan. Oleh sebab itu, dalam berislam tidak perlu dipersulit karena Islam sendiri memudahkan pemeluknya. “Sampaikan bahwa yang terpenting adalah istiqamah dan ikhlas meskipun amalan kita sedikit misalnya hanya Al-Fatihah atau memberikan kepedulian kepada jamaah lainnya,” ucapnya.

Dia kemudian menjelaskan bahwa dakwah harus disinergikan dengan upaya tarbiyah (pendidikan), harakah (pergerakan), rohaniah, dan siyasah (politik). Jika hanya dakwah saja, tanpa berdasar posisi siyasah sebagai warga NKRI, maka dakwahnya justru akan menghancurkan kebangsaan. Ujungnya, dakwah merusak kemaslahatan umat dan citra Islam dipertaruhkan. 

Ketua Masjid Al-Ikhlas Amsterdam, Belanda, Hansyah Iskandar Putera, mengatakan, kesan positif komunitas Muslim Indonesia yang toleran dan damai sudah banyak dikenal masyarakat Belanda. Hal itu kemudian membuat warga Belanda bersimpati hingga akhirnya memeluk Islam.

Dikatakan, beberapa anggota Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME), komunitas Muslim Indonesia di Belanda yang mengelola Masjid Al-Ikhlas Amsterdam, adalah orang asli Belanda. Mereka masuk Islam karena semula tertarik dengan karakter Muslim Indonesia yang ramah dan terbuka. Setiap dua pekan sekali, mereka mengadakan pengajian di bawah bimbingan Ustadz Abdurrahman Mittendorf yang juga asli Belanda. 

Selain tempat ibadah, masjid yang beralamat di Jan van Gentstraat 140, Badhoevedorp ini juga dijadikan sebagai Pusat Kebudayaan Indonesia (Indonesisch Cultureel Centrum). Ada kelas-kelas madrasah, ruang kantor, dan fasilitas mini-seminar di kompleks Masjid Al-Ikhlas Amsterdam. 

Kegiatan yang diselenggarakan di masjid ini juga beragam, mulai dari pendidikan anak-anak dan remaja setiap Ahad, istighotsah setiap Sabtu pertama tiap bulan, kegiatan budaya dan olahraga, hingga diskusi dan temu budaya. 

Dengan gedung sendiri yang telah diresmikan ini, aktivitas dakwah yang kental dengan budaya Nusantara dinilai akan semakin berkembang. Hal ini pada akhirnya akan menguatkan citra Islam yang ramah di tengah mobilisasi islamophobia oleh sebagian politisi Belanda.

Editor: Muchlishon