Internasional

Profesor Asal Tunisia Jelaskan Urgensi Pahami Wacana Kemoderatan bagi Perempuan

Jum, 28 Januari 2022 | 09:30 WIB

Profesor Asal Tunisia Jelaskan Urgensi Pahami Wacana Kemoderatan bagi Perempuan

Ilustrasi: Perempuan perlu memahami wacana rahmatan lil alamin karena di dalamnya terkandung ajaran yang mengatur hubungan antarsesama manusia serta hubungan manusia dan lingkungan.

Jakarta, NU Online
Profesor Universitas Ezzitouna, Tunisia, Prof Dr Mongia Souaihi berpandangan bahwa perempuan di era sekarang ini harus paham terhadap wacana rahmatan lil 'alamin agar tidak terjerumus paham-paham ekstremisme.

 

"Mulai dari nilai-nilai Islam yang ramah dan toleran, itu semua harus dipahami oleh para perempuan zaman sekarang untuk menghindari agar tidak terjerumus paham ekstremis," kata Mongia dalam International Seminar bertema Building International Cooperation to Reinforce Commitments and Practices of Islam as Rahmatan lil ‘Alamin, Rabu (26/1/2022).

 

Wacana itu, menurutnya menjadi semakin penting karena di dalamnya terkandung ajaran yang mengatur hubungan antarsesama manusia serta hubungan manusia dan lingkungan.

 

"Itu penting karena perilaku seorang muslim tidak hanya tercermin dari ibadahnya pada Allah swt, namun juga harus tercermin dari bagaimana ia memperlakukan orang lain dan lingkungannya," jelas dia.

 

Pasalnya, terang Mongia, tak sedikit orang yang salah mengartikan arti toleransi lebih-lebih memaknai ajaran rahmatan lil ‘alamin. Itu tampak dari banyaknya orang yang masih menganggap dirinya toleran padahal sebenarnya tidak. 

 

"Ada beberapa orang yang mengartikan toleransi dengan salah. Misalnya, saya menoleransi orang tersebut karena saya lebih kuat dari orang itu," bebernya.

 

Selama ini. kata Mongia, Islam dipahami sebagai agama yang memuliakan setiap makhluk tanpa ada yang dibeda-bedakan, apalagi jika itu dipandang dari segi keduniawian.

 

"Islam adalah agama yang tidak menolak hak-hak manusia, melainkan memuliakan hak-haknya. Hal tersebut disampaikan Nabi saw melalui hadits-haditsnya," terang Mongia.

 

Salah satu hadits yang dimaksud Mongia adalah yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim. "Sungguh (sebagian) mukmin kepada (sebagian) mukmin lainnya seperti bangunan, yang menguatkan sebagian dengan sebagian lainnya.' Dan beliau menyilangkan jari-jarinya,” paparnya.

 

Ia juga menjelaskan umat manusia seperti bangunan. Islam juga adalah agama yang menjunjung tinggi hak-hak setiap makhluk. "Karena itu rahmat adalah sebuah sifat yang bermakna luas," imbuhnya.

 

Akademisi dari Universitas yang sama, Syekh Sholahuddin Al-Mustawi menceritakan, satu waktu ketika Nabi SAW bertanya kepada Muadz bin Jabal mengenai bagaimana jika Muadz hendak mengadili sesuatu tapi dalilnya tidak ditemukan dalam Al-Qur’an dan hadits. Jawaban Muadz sangat memuaskan Rasulullah. 

 

"Ia (Muadz) berkata, saya mempergunakan pikiran untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia," ia menceritakan.

 

Dari kisah itu, tambah Al Mustawi, dapat disimpulkan universalitas Islam dituntut unutk menciptakan kemaslahatan bersama dalam kehidupan umat manusia. Karena di mana ada maslahat, artinya di situlah syariat Allah telah sempurna. 

 

Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Kendi Setiawan