Internasional

Safari Jumat ke Tiga Masjid di Wuhan, China

Ahad, 10 November 2019 | 15:30 WIB

Safari Jumat ke Tiga Masjid di Wuhan, China

Masjid Jiang An, Wuhan, China. (dok. pribadi Ahmad Syaifuddin Zuhri)

Hari Jumat adalah hari istimewa bagi umat Islam. Jumat kemarin. Saya mencari informasi nama-nama masjid di Kota Wuhan, ibukota Provinsi Hubei, China bagian tengah. Saya mencoba dengan mesin pencarian Baidu berbahasa mandarin. Mudah dan akurat. Ada empat masjid di Kota Wuhan ini yang terdeteksi. Tiga masjid sudah pernah saya kunjungi, yaitu Masjid Majiazhuang, Masjid Qiyi, dan Masjid Jiang An. Saya penasaran dengan satu masjid lagi, Masjid Min Quan Lu. Sudah setahun di Wuhan, saya belum pernah ke tempat ini.

Saya mengajak salah satu sahabat saya, Ahmad Syifa, yang juga pengurus NU Tiongkok, untuk bersama mencarinya. Bermodal aplikasi peta di hape. Sesuai saran dalam aplikasi tersebut, kami mencarinya dengan naik transportasi MRT dan lanjut dengan layanan berbagi sepeda publik yang tersebar di tempat-tempat umum.

Masjid Min Quan Lu

Masjid ini rada susah dicari karena yang kami temukan awalnya adalah gang kecil dengan deretan toko penjual daging sapi dan kambing halal. Deretan toko itu sekitar 50 meter. Tiba di sekitar situ, kebetulan bertemu seorang laki-laki dewasa berpeci putih. Setelah saya tanyakan ke orang tersebut, ditunjukkan arah masjidnya dengan naik ke lantai dua. Masuk di antara sela-sela salah satu toko penjual daging. Kecil dan di luar tidak tampak ada bangunan layaknya masjid. Tidak seperti masjid-masjid yang biasa saya temukan di China. 
 
Ceramah sebelum khutbah Jumat di Masjid Min Quan Lu (dok. pribadi Ahmad Syaifuddin Zuhri)

Saya masuk ke tempat shalat. Ada dua lantai yang digunakan untuk Shalat Jumat. Mungkin satu lantai muat sekitar 50 jamaah. Masjid ini yang terkecil yang saya temukan di antara masjid lainnya di Kota Wuhan. Usai Shalat Jumat, kami melihat-lihat dan membeli daging sapi di gang depan masjid. Sekilo daging sapi harganya 80 yuan atau sekitar 160 ribu rupiah. Daging kambing 74 yuan atau sekitar 148 ribu rupiah. 
 
Deretan penjual daging sapi dan kambing di depan Masjid Min Quan Lu (dok. pribadi Ahmad Syaifuddin Zuhri)

Setelah membeli daging sapi, kami melanjutkan perjalanan ke masjid lain, yakni Masjid Jiang An. Jarak di peta tertera sekitar 40 menit dengan jalan kaki, dilanjutkan naik bis kota berbahan listrik bertarif dua yuan.

Masjid Jiang An

Ini kali kedua saya ke Masjid Jiang An. Pertama kali kali ke masjid ini pada November 2018 lalu. Jaraknya cukup jauh dari apartemen saya, sekitar 1,5 jam dengan naik MRT. Masjid empat lantai ini cukup besar. Lantai pertama untuk kantor, tempat wudhu, dan dapur umum. Lantai dua, ruang shalat utama yang cukup luas. Lantai ketiga, ruang-ruang kelas dan aula. Lantai keempat, kami tidak bisa masuk karena terkunci. 
 
Masjid Jiang An (dok. pribadi Ahmad Syaifuddin Zuhri)

Biasanya usai Shalat Jumat, ibu-ibu muslimah di masjid ini membagikan sup daging dan roti ke semua jamaah. Tapi karena kami datangnya jam 3 sore, masjid sudah sepi. Tak ada aktivitas.

Masjid ini adalah bangunan satu-satunya yang masih berdiri di sekitar situ. Karena bangunan-bangunan lama di sekitarnya sudah dirobohkan dan akan dibangun kompleks gedung modern. Usai Shalat Ashar, kebetulan kami bertemu dengan marbot atau penjaga masjid. Usianya masih muda, sekitar 20-an tahun. Namanya Zaid. Saya bertanya perihal masjid dan lain-lain.
 
Ruang Shalat Masjid Jiang An (dok. pribadi Ahmad Syaifuddin Zuhri)
 
Masjid ini akan dipindah rencana musim panas tahun 2020. Pemerintah setempat memfasilitasi dengan bantuan dan mengganti ke lahan baru yang jaraknya sekitar 1,3 kilometer dari masjid yang sekarang. Bangunannya sudah jadi tinggal menunggu tahap akhir dan perizinan keluar dari pihak yang berwenang, kata Zaid.

Masjid Baru Hankou

Saya bertanya ke Zaid bagaimana untuk menuju ke lokasi tersebut. Zaid memberi petunjuk di aplikasi peta di hape saya. Lalu kami lanjutkan mencarinya. Sebelum mencari masjid baru tersebut. Karena lapar, kami mengisi perut dahulu di restoran halal kecil dekat masjid tersebut. Usai makan, kami lanjutkan perjalanan dengan bersepeda. Sekitar 10 menit, akhirnya kami menemukan masjidnya.
 
Masjid Baru Jiang An Hankou (dok. pribadi Ahmad Syaifuddin Zuhri)

Masjid baru ini ternyata posisinya sangat strategis. Di pertigaan jalan besar yang cukup ramai. Relatif dekat dengan stasiun besar kereta api Hankou dan stasiun MRT line 1. Arsitektur bangunannya cukup indah. Memadukan gaya arsitektur Eropa, Arab, dan China. Dengan tinggi bangunan enam lantai. Lahan parkirnya cukup luas. Di samping gerbang masuk masjid dibangun ruko-ruko panjang. Karena belum beroperasi, maka kami belum bisa masuk. Cukup hanya memfoto dari luar saja. Masjid ini akan menjadi masjid terbesar dan terbagus di Kota Wuhan. 

Saya cek di peta, lokasi masjid ini sekitar 20 kilometer dari kampus saya, Central China Normal University (CCNU). Dan sekitar 30 kilometer dari tempat tinggal saya. Cukup jauh. Bersyukur, di dekat tempat tinggal saya ada satu masjid, Masjid Majiazhuang.

Warung Halal

Mencari makanan halal atau pun warung halal di kota ini relatif cukup mudah. Apalagi kalau hanya tinggal di asrama kampus. Dijamin ada kantin halal di dalamnya. Akan tetapi bagaimana jika di luar kampus?

Kebetulan saya tinggal di luar kampus dengan menyewa apartemen bersama keluarga. Jarak apartemen ke kampus saya sekitar 12 kilometer. Bisa ditempuh dengan naik motor listrik sekitar 30 menit. Naik bis kota juga sama. Sepanjang jalan dari apartemen ke kampus setidaknya ada 12 warung halal yang saya temukan. Tidak akan takut lapar apalagi susah mencari yang halal.

Menemukan warung halal di China termasuk mudah. Dengan logo tulisan Halal atau 清真 Qingzhen (baca: Tsingcen) terpampang di luar bangunan yang menyertai nama warungnya. Menu khasnya adalah mie lamian, atau mie ramen. Semangkok besar mulai dari harga 10 yuan hingga sekitar 20 yuan. Kalau ingin nasi, variasinya juga banyak. Seperti nasi goreng hanya 10 yuan.
 
Salah satu warung halal mie lanzhou lamian di Wuhan (dok. pribadi Ahmad Syaifuddin Zuhri)

Warung-warung halal itu kebanyakan dimiliki oleh para perantau Suku Hui Muslim dari daerah Gansu atau Qinghai. Dua provinsi yang mayoritas dihuni oleh Suku Hui Muslim yang terletak di Barat Laut China.

Mereka tidak sembarangan menempelkan logo halal di warungnya. Biasanya sertifikat Halal ditempel di dinding warungnya. Sertifikat itu dikeluarkan oleh Asosiasi Muslim setempat. Disamping sertifikat halal, biasanya juga ada sertifikat keamanan dan kebersihan warung makan yang ditempel. Lengkap dengan nama dan foto pemilik warung dan level peringkatnya dari A, B atau C. Peringkat A adalah level terbaik. Sertifikat itu dikeluarkan oleh otoritas pemerintah lokal. Atau semacam Badan POM kalau di Indonesia. Tanpa ada sertifikat itu, warung-warung tersebut tidak akan mendapat izin operasional.
 
Sertifikat halal (dok. pribadi Ahmad Syaifuddin Zuhri)
 
Mencari makanan atau warung halal di China juga cukup mudah dengan dibantu oleh aplikasi Baidu atau aplikasi peta seperti Baidu Map, Amap, Tencent Map, atau di Alipay dan lain sebagainya. Bisa juga dengan Google Map. Tapi harus dibuka dengan perangkat VPN. Karena Google salah satu aplikasi yang diblokir di China. Saya lebih merekomendasikan menggunakan aplikasi lokal China. Lebih akurat dan aktual.

Di aplikasi-aplikasi tersebut, cukup ketik tulisan 清真 Qingzhen, maka akan muncul banyak warung di sekitar kita. Lengkap dengan jarak tempuh  dan rutenya dengan jalan kaki, sepeda atau transportasi umum. Jika masih susah mencari. Bisa pesan dengan metode food delivery atau dikenal dengan 外卖 Waimai. Banyak provider aplikasi Waimai di China seperti Meituan, Eleme dan sebagainya. Tarif tambahannya juga tidak terlalu mahal, biasanya sekitar 3 yuan tiap traksaksi. 

Alhamdulillah, di kota yang penduduknya sekitar 12 juta dan dengan jumlah Muslim lokal sekitar 20 ribu ini, menemukan masjid dan makanan halal dimana-mana adalah berkah dan kenikmatan tersendiri. Tak perlu risau, apalagi galau.

Ahmad Syaifuddin Zuhri, Mahasiswa Central China Normal University (CCNU) Wuhan dan Wakil Rais Syuriyah PCINU Tiongkok