Internasional

Sudan Izinkan Non-Muslim Konsumsi Miras dan Cabut Hukuman Mati bagi Pemurtad

Sel, 14 Juli 2020 | 08:30 WIB

Sudan Izinkan Non-Muslim Konsumsi Miras dan Cabut Hukuman Mati bagi Pemurtad

Ilustrasi bendera Sudan. (Foto: dok. istimewa)

Khartoum, NU Online

Pemerintah Sudan mencabut beberapa hukum syariat Islam dari aturan negara. Kebijakan itu diambil rezim Sudan saat ini setelah pemerintahan Islam memimpin negeri itu selama 40 tahun. 


Dengan kebijakan baru ini, maka hukum cambuk ditiadakan, sunat perempuan dilarang, serta non-Muslim diizinkan untuk mengonsumsi, mengimpor, dan memperjualbelikan minuman keras (miras).

 
Demikian dikatakan Kementerian Kehakiman Sudan pada Sabtu (11/7) lalu, seperti diberitakan France24.


Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 3 persen populasi Sudan adalah non-Muslim. Mereka dilarang mengonsumsi minuman beralkohol sejak mantan Presiden Ja'far Nimeiri memperkenalkan hukum Islam pada 1983 silam.


Aturan baru ini memperbolehkan non-Muslim untuk meminum miras secara pribadi. Namun mereka akan tetap dihukum jika tertangkap minum miras bersama dengan temannya yang beragama Islam. Karena bagaimana pun, larangan minum-minuman keras bagi Muslim masih diperlakukan di Sudan.


“Kami akan mencabut semua hukum yang melanggar hak-hak manusia di Sudan," kata Menteri Kehakiman, Nasredeen Abdulbari. Menurut BBC, UU tersebut disetujui pada April lalu namun baru diberlakukan sekarang.


Bersamaan dengan itu, Sudan juga menghapus hukuman mati bagi mereka yang keluar dari Islam (murtad). Pada 2014 lalu, Meriam Yehya Ibrahim Ishag dijatuhi hukuman gantung setelah menikah dengan seorang laki-laki Kristen.


Namun dia berhasil kabur dari Sudan dan pergi ke AS. Selain itu, hukuman cambuk juga dihapuskan. Pada rezim sebelumnya, polisi moral akan mencambuk di depan umum siapa saja yang melakukan pelanggaran ringan. 


“Tidak ada yang berhak menuduh orang atau kelompok kafir. Ini mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat dan mengarah pada pembunuhan balas dendam,” kata Abdulbari.


Tidak hanya itu, Sudan juga memperbarui UU Ketertiban Umum. Dengan perubahan UU tersebut maka perempuan Sudan tidak lagi memerlukan izin dari anggota keluarga laki-laki untuk bepergian bersama anak-anak mereka.


Reformasi Sudan ini muncul setelah Presiden Sudan sebelumnya, Omar Hassan al-Bashir, digulingkan tahun lalu menyusul aksi protes besar-besaran di jalanan. 


Pewarta: Muchlishon

Editor: Fathoni Ahmad